Dr. Radian Salman: Pudarnya Peran Oposisi di Parlemen Berdampak Pada Nasib Hukum Publik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Pakar Hukum Tata Negara UNAIR Dr. Radian Salman. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – Sekolah Pascasarjana UNAIR pada Jumat malam (21/1/2022) mengadakan webinar yang bertajuk “Current Legal Development on the Area of Public Law.” Pakar Hukum Tata Negara UNAIR Dr. Radian Salman diundang menjadi salah satu narasumber dalam perhelatan tersebut. Judul topik yang dieksplor dalam pemaparannya terkait bagaimana praktik demokrasi elektoral di Indonesia dapat berpotensi mengancam nasib hukum publik.

Radian menjelaskan bahwa terdapat perbedaan posisi antara masyarakat dan negara, dimana masyarakat harus tunduk terhadap suatu sistem hukum yang dikenal sebagai hukum publik. Pada esensinya, keharusan menaati hukum publik adalah untuk kemaslahatan masyarakat itu sendiri dan realisasi cita-cita bangsa.

“Namun, perlu untuk kita membahas dinamika antara hukum publik dan politik. Formulasi hukum publik pasti akan dipengaruhi oleh politik, dan hukum publik dapat menstruktur bagaimana berjalannya politik,” ujar lektor FH UNAIR itu.

Keadaan demokrasi elektoral dijadikan studi kasus dalam pemaparan Radian. Ia menjelaskan bahwa kini telah hampir sama sekali tak ada oposisi yang prominen di parlemen Indonesia. Di DPR-RI, terdapat koalisi partai pendukung Presiden Joko Widodo yang sangat kuat.

“Dampaknya adalah banyak sekali kebijakan atau legislasi kontroversial yang dapat disahkan dengan minim hambatan, karena check and balances antara pilar eksekutif dan legislatif tidak bekerja. Ambil contoh adalah pengesahan UU Cipta Kerja dan UU Ibu Kota Negara, serta bagaimana pembangunan kereta cepat tiba-tiba dapat menggunakan APBN sekalipun awalnya Jokowi berjanji untuk tidak menyentuh APBN terkait kereta cepat,” papar Direktur LEAP-OKP FH UNAIR itu.

Skenario ini menurutnya dapat menggeser esensi hukum publik yang dibuat untuk kemaslahatan masyarakat. Minimnya kontrol dan pemisahan kekuasaan riil menurut Radian pada akhirnya mengancam berjalannya demokrasi di Indonesia. Sehingga, kontrol terhadap keluarnya hukum publik hanya bergantung pada pilar yudisial saja.

“Di Indonesia memiliki Mahkamah Konstitusi yang dapat membatalkan norma dalam undang-undang apabila bertentangan dengan UUD NRI 1945. Lembaga inilah yang menjadi penjaga tegaknya hukum publik yang ideal dalam model pemerintahan yang seperti itu. Hal ini dikarenakan bahwa seharusnya sumber utama dari hukum publik adalah konstitusi suatu negara,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp