Saldi Isra: Kurikulum Fakultas Hukum Harus Dorong Mahasiswa Ikuti Perkembangan Putusan Pengadilan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Hakim Konstitusi RI Prof. Dr. Saldi Isra. (Foto: Istimewa)

UNAIR NEWS – FH UNAIR menggelar Seminar Pendidikan Hukum dan Jejaring Pendidikan Hukum, dengan objektif untuk mengupas terkait pendidikan hukum di Indonesia pada abad ke-21 pada Selasa (18/01/2022). Sesi seminar dibuka oleh pemaparan dari Hakim Konstitusi RI Prof. Dr. Saldi Isra dengan tajuk topik “Membumikan Negara Hukum dalam Pendidikan Hukum.”

Prof. Saldi memandang bahwa terdapat problema serius dalam pendidikan hukum di Indonesia, yakni tak adanya kesinambungan antara aspek teori yang diajarkan dan kebutuhan hukum di masyarakat. Dinamika kebutuhan hukum tersebut bergerak amat cepat, sementara pembaharuan kurikulum berjalan lambat. Ia menyimpulkan bahwa hal ini akan memunculkan disparitas pemahaman mahasiswa antara aspek teori dan praktik di dunia hukum.

“Hal ini paling kentara ketika kurikulum tidak memaksa mahasiswa hukum untuk membaca putusan-putusan pengadilan, terutama di level Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Jarangnya dorongan tersebut akan menjadikan mahasiswa bingung mengaplikasikan teori yang diajarkan ke konteks putusan. Padahal, putusan pengadilan juga memiliki peranan penting dalam perkembangan hukum Indonesia,” tutur Guru Besar Universitas Andalas itu.

Dampaknya menurut Prof. Saldi adalah minimnya pemahaman holistik terkait ilmu hukum, serta kemampuan mumpuni untuk berpraktik. Bahkan ia juga mengeluhkan seringnya muncul perbedaan pemahaman hukum yang amat polar antara sektor hukum korporasi dengan lembaga swadaya masyarakat. Seakan-akan ideal dari negara hukum itu tidak dibumikan dalam geliat para yuris.

Lebih lanjut, aspek lain yang Prof. Saldi kritisi adalah bejibunnya jumlah mata kuliah dalam kurikulum fakultas hukum yang harus ditempuh. Dari sini, mahasiswa jadi memiliki keterbatasan waktu untuk memahami suatu disiplin ilmu hukum secara mendalam, terutama dalam konteks membaca putusan pengadilan.

“Ditambah pula, adanya budaya untuk mahasiswa untuk mendapatkan gelar sarjana dengan kurun waktu secepat mungkin. Jadi perlu adanya desain kurikulum yang menyeimbangkan pengetahuan teoritik dan praktik, sehingga mahasiswa dapat secara kritis memahami disparitas disitu. Serta, juga diperlukan pula minimalisasi jumlah mata kuliah dalam kurikulum guna memaksimalisasi kualitas pembelajaran dan lingkup pengetahuan yang dapat dimiliki oleh mahasiswa, guna membumikan ideal negara hukum,” tutup pakar Hukum Tata Negara itu.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp