Peradilan Modern, Inovasi Lembaga Peradilan Berbasis Digital

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H.M.H. (Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI) saat menyampaikan paparan. (Foto : Istimewa)

UNAIR NEWS –  Perkembangan teknologi, komunikasi dan internet mendisrupsi segala lini kehidupan manusia termasuk bidang hukum. Ditambah dengan adanya pandemi Covid-19 memaksa lembaga hukum mau tidak mau harus mempercepat digitalisasi pada setiap proses dan cara kerjanya.

Selasa (18/01) lalu, LEAP-OKP yang digagas oleh Fakultas Hukum UNAIR dan Maastricht University menggelar seminar yang menghadirkan Prof. Dr. M. Guntur Hamzah, S.H.M.H. (Sekretaris Jenderal Mahkamah Konstitusi RI).

Dalam seminar tersebut, Prof. Guntur berkesempatan untuk memberikan materi seputar digitalisasi pada sektor hukum. Mengawali pemaparannya dengan mengutip pernyataan John F. Kennedy, Prof. Guntur menjelaskan bahwa perkembangan teknologi digital memaksa lembaga hukum harus adaptif dan responsif terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat.

“Seperti misalnya tanda tangan saat ini beralih menjadi virtual, kemudian ada yang disebut metaverse, dan yang terhangat saat ini ada NFT, itu semua jika tidak kita respon dengan cepat akan berpotensi memunculkan kejahatan baru,” ujarnya.

Oleh karena itu, dirinya memaparkan tentang konsep “Peradilan Modern”. Ia menjelaskan, peradilan modern adalah peradilan dengan sistem kerja berbasis ICT (information, communication and technology) yang memiliki pola pikir dan budaya yang maju.

Pola pikir dan budaya yang maju disini termasuk pelaksanaan sistem dalam peradilan yang berintegritas, bersih dan terpercaya atau bisa pula disebut ICT (integrity, clean and trustworthy).

“Penggunaan ICT dalam pengertian integrity, clean and trustworthy adalah utama dalam peradilan modern sehingga sistem peradilan dapat menegakkan hukum secara adil, bersih dan objektif,” imbuhnya.

Dirinya mencontohkan penggunaan peradilan modern pada teknologi dan reformasi peradilan yang ada di Mahkamah Konstitusi. Ia menjelaskan bahwa saat ini sistem kerja dari MK bisa dilakukan secara digital mulai dari pengajuan perkara hingga minutasi perkara.

Melanjutkan pemaparannya, Prof. Guntur menjelaskan akan keunggulan peradilan berbasis ICT salah satunya adalah terpangkasnya biaya dan waktu. Selain itu proses kerja juga jadi lebih efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

“Jika dulu kita harus sediakan hardcopy untuk semua berkas, meminta TTD basah, mengirimnya kepada yang bersangkutan, hal itu membuat sistem minutasi peradilan memakan waktu yang lama, namun karena digitalisasi, ini proses minutasi perkara yang sudah diputuskan bisa selesai maksimal 3 hari setelah diputuskan,” ungkapnya.

Selain beberapa keuntungan diatas, sambungnya, digitalisasi ini juga meminimalisir terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme serta meningkatkan kualitas terhadap pelayanan publik.

Mengakhiri pemaparannya, Prof. Guntur mengungkapkan beberapa ekosistem teknologi yang ada di MK yakni Judiciary Administration System (JAS) yang merupakan sistem pelayanan administrasi hukum. Serta General Administration System (GAS) yang merupakan sistem manajemen administrasi umum di MK.

“JAS mencakup hal seperti permohonan online, bank data perkara, jadwal sidang, e-minutasi dan digital annotation, sedangkan GAS berisi tentang administrasi umum seperti presensi online, e-raport, e-kinerja, sistem informasi gaji PNS yang bisa mempercepat proses kerja tanpa mengurangi transparansi,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp