Leptospirosis dan Faktor Risikonya

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by KRJOGJA

Leptospirosis merupakan salah satu penyakit yang ditularkan melalui hewan (zoonotik), tersebar luas secara global dan berpotensi wabah. Angka kematian akibat leptospirosis cukup tinggi berkisar 5% sampai 12%. Penyakit ini banyak ditemukan baik di daerah tropis maupun subtropis, di dataran tinggi maupun rendah. Disebabkan oleh bakteri leptospira yang berbentuk spiral, penularan penyakit ini dapat secara langsung jika terjadi kontak antara membran mukosa atau kulit yang terbuka dengan sumber infeksi atau melalui media seperti air, tanah, atau makanan yang tercemar bakteri ini. Beberapa hewan yang dapat menularkan penyakit ini di antaranya tikus, ternak, anjing, dan kucing.

Angka kesakitan akibat leptospirosis cukup tinggi, diperkirakan 320.000 kasus per tahun. Kebanyakan kasus terjadi di area dengan penduduk yang padat, sering banjir, manajemen limbah yang kurang baik, serta kondisi sanitasi yang buruk. Di Indonesia, angka kejadian leptospirosis juga cukup tinggi. Beberapa daerah melaporkan adanya kasus leptospirosis yang selalu terjadi setiap tahun dengan angka kejadian yang tinggi seperti DKI Jakarta, Jawa Tengah, maupun Jawa Timur.

Tingginya kasus leptospirosis dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak mendukung. Kondisi perumahan dan sanitasi tempat kerja merupakan faktor lingkungan penting untuk terjadinya penularan leptospirosis. Tempat pembuangan sampah yang terbuka, keberadaan tikus, bangunan rumah semipermanen, gedung yang tidak memiliki langit-langit menyebabkan tikus mudah memasuki rumah. Keberadaan sampah di sekitar rumah mendukung keberadaan tikus di sekitar rumah. Banjir, genangan air, selokan yang tidak mengalir dengan lancar, sanitasi rumah yang kurang baik, dan tingginya curah hujan berhubungan dengan kejadian penyakit ini.

Menurut Dirjen P2PL Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, jenis pekerjaan merupakan faktor risiko penting penularan leptospirosis. Petani, peternak, atau penambang pasir di sungai memiliki risiko tinggi untuk menderita penyakit ini. Diperlukan kerja sama lintas sektoral untuk mengatasi penularan dan mencegah terjadinya wabah. 

Salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang melaporkan kejadian leptospirosis setiap tahun adalah Ponorogo. Menariknya, sebagian besar kasus leptospirosis di Kabupaten Ponorogo terjadi di dataran tinggi yang bukan merupakan daerah banjir. Notobroto dkk dalam penelitiannya menganalisis faktor yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis di dataran tinggi di Kabupaten Ponorogo. Beberapa faktor yang diteliti meliputi faktor karakteristik individu, faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor karakteristik individu yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis adalah pendidikan dan pekerjaan di mana pendidikan rendah dan pekerjaan sebagai petani atau peternak memiliki risiko lebih tinggi menderita leptospirosis. Faktor perilaku yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis adalah praktik pencegahan leptospirosis. Menjaga sanitasi lingkungan, baik lingkungan di dalam maupun di sekitar rumah merupakan upaya yang sangat penting untuk pencegahan penyakit ini, demikian pula dengan praktik menjaga kebersihan diri. Faktor lingkungan yang berhubungan dengan kejadian leptospirosis adalah kepadatan hunian rumah (kurang dari 8 meter persegi/orang), kepemilikan ternak khususnya sapi, jarak kandang dengan rumah (kurang dari 10 meter), dan keberadaan tikus dalam rumah.

Dengan memperhatikan hasil penelitian yang di antaranya membuktikan bahwa sapi dan tikus merupakan binatang yang menularkan leptospirosis melalui kontak dengan urine sapi atau tikus, maka upaya pencegahan dapat dilakukan dengan menggunakan alat pelindung diri saat bekerja, menjaga kebersihan diri setelah bekerja atau kontak dengan ternak, dan mencegah keberadaan tikus dalam rumah. Sosialisasi mengenai leptospirosis, cara penularan, faktor risko, serta cara pencegahan perlu dilakukan agar masyarakat dapat melakukan upaya pencegahan dengan tepat.

Penulis: Notobroto HB, Mirasa YA, Rahman FS.

Informasi lebih detail mengenai artikel ini dapat dilihat di:

Notobroto HB, Mirasa YA, Rahman FS, 2021. Sociodemographic, behavioral, and environmental factors associated with the incidence of leptospirosis in highlands of Ponorogo Regency, Province of East Java, Indonesia. Clinical Epidemiology and Global Health 12:1-5, doi: https://doi.org/10.1016/j.cegh.2021.100911

Available at: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2213398421002190

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp