Pentingnya Recording untuk Pemantauan Reproduksi Sapi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sumber: merdekacom

Sapi merupakan hewan ternak yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Susu dan daging merupakan hasil produksi dari sapi yang sangat bermanfaat untuk kebutuhan hidup manusia. Selain susu dan daging yang kaya nutrisi, bagian tubuh lain dari sapi juga masih bisa dimanfaatkan, seperti kulit untuk berbagai macam kerajinan, hingga kotoran sapi yang masih bisa menjadi biogas sebagai sumber energi.

Sapi perah biasa diperlihara di daerah pegunungan, karena suhu, iklim, dan lingkungan yang dingin dirasa mampu memberikan hasil produksi yang maksimal. Sementara sapi potong lebih banyak dipelihara pada dataran rendah, meskipun tidak sedikit juga yang diperlihara pada dataran tinggi. Jenis sapi perah yang paling popular di Indonesia adalah jenis Friesian Holstein, untuk sapi potong jenis yang banyak ada di Indonesia adalah Limousin, Simental, Pernakan Ongole, Madura, dan Bali. Untuk jenis Sapi Madura dan Sapi Bali adalah jenis sapi asli dari Indonesia dimana sapi Bali merupakan domestikasi dari Banteng.

Dengan meningkatnya konsumsi daging sapi serta konsumsi susu sapi, maka harusnya diikuti dengan meningkatnya jumlah sapi agar tidak terjadi defisit yang menyebabkan diharuskannya impor daging dan susu. Upaya yang harus dilakukan untuk bisa meningkatkan populasi sapi adalah dengan memerbaiki sistem reproduksinya. Selain memerbaiki mutu pakan, kualitas kandang, serta pemilihan bibit yang baik terdapat cara lain yang bisa mendukung upaya peningkatan populasi sapi.

Recording atau pencatatan merupakan cara yang dirasa efektif dan bisa diaplikasikan ke peternak tradisional sebagai upaya awal untuk meningkatkan reproduksi sapi. Sistem pemeliharaan sapi di Indonesia sebagian besar masih menggunakan cara tradisional sehingga recording biasa dilakukan dengan cara tradisional pula, seperti ditulis pada dinding kandang, pada selembar kertas, atau pada tempat-tempat yang rawan hilang bahkan sebagian besar tidak pernah memerdulikan pencatatan atau recording.

Peternak maupun petugas inseminator atau petugas kesehatan hewan diwajibkan melakukan recording atau pencatatan aktivitas reproduksi sapi betina. Poin yang bisa dicatat dalam kartu recording yaitu data tentang sapi berupa jenis, nomor telinga atau nomor identitas sapi, tanggal kelahiran, umur, nama pemilik, dll. Selain itu juga aktivitas reproduksi juga wajib dicatat, antaranya tanggal birahi, kondisi birahi, tanggal melakukan inseminasi buatan, straw atau bibit pejantan yang digunakan, serta tanggal pengecekan kebuntingan hingga tanggal kelahiran pedet. Ketika pedet lahir juga perlu dilakukan recording atau pencatatan. Hal yang perlu di catat adalah Tanggal kelahiran, jenis kelamin pedet, kondisi lahir, hingga berat badan pedet.

Data yang terkumpul pada kartu recording tersebut akan sangat berguna untuk menentukan efisiensi reproduksi pada sapi. Adapun parameter efisiensi reproduksi yang diukur adalah Service per Conception (S/C), Non Return Rate (NRR), Conception Rate (CR), Calving Rate (CvR), Days Open (DO), Calving Interval (CI) dan Fertility Status. Efisiensi reproduksi sangat berguna untuk mengukur keberhasilan inseminasi buatan (IB) dan kualitas reproduksi pada sapi. Evaluasi dapat dilakukan segera untuk menentukan perbaikan apa yang harus dilakukan agar sapi tersebut bisa memiliki kualitas reproduksi yang bagus. Tanpa adanya recording, maka penghitungan efisiensi reproduksi akan sangat susah dilakukan.

Service per Conception (S/C) memerlukan data tanggal dilakukannya inseminasi buatan untuk bisa mengukur berapa kali dilakukan IB hingga sapi bunting. Non Return Rate (NRR) juga memerlukan data inseminasi untuk bisa mengukur jumlah sapi yang tidak birahi setelah dilakukan inseminasi. Conception Rate (CR) memerlukan data pemeriksaan kebuntingan dan data inseminasi untuk bisa menentukan presentase sapi yang bunting pada birahi pertama. Calving Rate (Cvr) membutuhkan data kelahiran untuk bisa menghitung jumlah presentase betina yang melahirkan. Days Open (DO) adalah data betina jarak kelahiran hingga bunting kembali sehingga juga membutuhkan data pada kartu recording, begitu pula Calving Interval (CI) untuk mengukur jarak kelahiran dan Fertility Status untuk menghitung status fertilitas juga sangat bergantung pada catatan pada kartu recording.

Mengingat pentingnya recording untuk membantu meningkatkan populasi ternak sapi, maka perlu upaya khusus dan berkomitmen baik dari peternak maupun dari pihak terkait. Pencatatan recording baiknya dilakukan pada kartu recording, buku, atau bahkan secara digital sehingga data dapat tersimpan denga naman. Diharapkan dengan adanya recording reproduksi, pemerintah bisa melakukan evaluasi secara tepat dan swasembada daging serta susu sapi bisa terwujud di Indonesia segera.

Pengirim : Penulis: I Wayan Andama Sindhuranu, Mahasiswa Prodi S2 Biologi Reproduksi

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp