Stroke merupakan satu dari beberapa penyakit penyebab kematian di dunia utamanya Indonesia. Selain kematian, stroke juga menimbulkan kecacatan neurologis dan beberapa komplikasi. Menurut WHO (2010) setiap tahunnya di seluruh dunia terdapat 15 juta orang yang menderita stroke, sekitar 6 juta orang mengalami kematian dan 6 juta orang lagi mengalami kecacatan permanen. Diprediksikan angka kematian tersebut akan terus meningkat menjadi 8 juta di tahun 2030. Di Indonesia sendiri stroke merupakan penyebab kematian utama yang ditemukan di rumah sakit pemerintah, diperkirakan sekitar 15% kematian di rumah sakit disebabkan oleh stroke dan kecacatan mencapai 65%. Prevalensi stroke yang diperoleh dari data RISKESDAS (2013) adalah sebesar 7 per mil dan yang gejalanya terdiagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu sebesar 12,1 per mil. Sekitar 2,5 persen dari jumlah total pasien stroke di Indonesia meninggal dunia dan sisanya mengalami gangguan atau cacat ringan maupun berat pada tubuhnya pasca stroke. Tingkat kejadian stroke berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dengan gejala tertinggi terdapat di Jawa Timur sebesar 16 per mil2.
Stroke dapat mengakibatkan masalah kecacatan, seperti hemiparese, hemiplegia, paraparese, paraplegia, disfagia dan afasia. Ini tergantung bagian mana yang mengalami masalah. Lemahnya bagian tubuh pasien menyebabkan pasien immobilisasi sehingga dapat terjadi beberapa komplikasi seperti dekubitus, atrofi otot, dan salah satu komplikasi yang paling sering terjadi adalah konstipasi. Konstipasi bukan merupakan suatu penyakit tetapi gejala atau masalah yang ditimbulkan karena penyakit tertentu, namun jika tidak diatasi akan menimbulkan komplikasi pada mukosa usus akibat feses yang mengeras, jika pasien memiliki riwayat gagal jantung, hipertensi, infark miokard, mengedan kuat saat defekasi dapat mengakibatkan peningkatan kerja pada jantung, pecahnya pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan kematian. Selain itu terjadi pelebaran usus atau megacolon, obstruksi usus, hemoroid, hernia, penurunan sensitivitas anus dan distensi abdomen. Melihat komplikasi yang ada, maka sangat penting melakukan pencegahan terjadinya konstipasi.
Penanganan konstipasi saat ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi farmakologis maupun nonfarmakologis. Terapi farmakologis yang dapat dilakukan adalah pemberian laksatif, tetapi pemberian dalam jangka waktu yang lama justru akan menyebabkan efek samping yang berbahaya termasuk peningkatan konstipasi dan fecal impaction, serta dapat menjadi faktor resiko untuk timbulnya kanker colorectal. Dalam penelitian lain didapatkan bahwa penggunaan pencahar secara terus menerus dapat menyebabkan atrofi mukosa kolon, penebalan otot dan fibrosi serta dapat mengakibatkan perforasi usus besar.
Tindakan keperawatan mandiri saat ini lebih banyak pada ranah terapi non farmakologi dan terapi komplementer. Terapi komplementer telah diatur dalam standar intervensi keperawatan Indonesia yang telah ditetapkan oleh Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Salah satu terapi komplementer untuk mengatasi komplikasi adalah massage. Dari beberapa hasil penelitian
massage abdomen dapat mencegah kejadian konstipasi sehingga mengurangi penggunaan obat dan ini termasuk tindakan mandiri perawat. Massage abdomen merupakan intervensi yang sangat efektif dalam mengatasi konstipasi. Selain itu, terapi ini juga tidak menimbulkan efek samping berbahaya karena merupakan tindakan non invasif, dapat dilakukan oleh pasien sendiri dan relatif
murah. Pada massage abdomen, dilakukan tekanan langsung pada dinding abdomen yang dilakukan secara berurutan dan kemudian diselingi dengan waktu relaksasi sehingga dengan cepat dapat meningkatkan refleks gastrokolik dan meningkatkan kontraksi dari usus dan rectum. Massage abdomen adalah merupakan salah satu terapi komplementer, dimana terapi komplementer adalah berbagai terapi alternatif yang dapat dipilih oleh pasien dalam mengatasi masalah atau penyakitnya disamping melakukan terapi medis.
Massage Abdomen yang juga disebut sebagai pijat usus atau kolon ini telah diakui oleh beberapa praktisi sebagai pilihan manajemen yang efektif untuk mengatasi konstipasi dengan keuntungan tambahan, massage abdomen ini mudah dilakukan, bahkan bisa dilakukan oleh pasien dan keluarganya sendiri, membuat pasien lebih relaks, selain itu waktu yang dihabiskan dengan pasien selama pijat perut dapat membantu pasien untuk merasa baik terhadap diri mereka sendiri dan kemudian meningkatkan harga diri mereka. Perawat perlu menerapkan terapi komplementer massage abdomen dalam Tindakan keperawatn saat pasien di rawat di rumah sakit dan memberikan edukasi serta pelatihan kepada keluarga agar keluarga dapat mandiri melakukan massage abdomen di rumah.
Oleh: Ilkafah
Judul Artikel: Abdominal massage for constipation relief in stroke patients: A participatory action research
Link artikel: https://www.scopus.com/record/display.uri?eid=2-s2.0-85121652602&origin=resultslist&sort=plf-f