Urgensi Seleksi Genetik Kambing Lokal Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Peternakan Etawa Jaya

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan keanekaragaman hayati termasuk pada kambing. Kambing merupakan ternak yang banyak dipelihara masyarakat untuk diambil daging dan susunya. Populasi kambing di Indonesia juga cenderung meningkat setiap tahunnya, di tahun 2020 mencapai 18,7 juta ekor dan diprediksi di tahun 2021 sekitar 19,2 juta ekor (Dirjen PKH dan BPS, 2021). Menurut Kementerian Pertanian, produksi daging kambing telah mencukupi kebutuhan dalam negeri, bahkan sudah ekspor ke Brunei Darussalam dan Malaysia. 

Selama ini masyarakat kita familiar dengan kambing kacang dan kambing peranakan Etawa saja, padahal ada banyak kambing lokal yang juga menjadi sumber daya genetika hayati khas Indonesia. Beberapa bangsa kambing lokal asli Indonesia diantaranya kambing Kacang, Gembrong, Kosta, Merica. Kementerian Pertanian juga menetapkan beberapa rumpun kambing lokal seperti kambing Senduro, Boerka Galaksi Agrinak, Lakor, dan Kaligesing.

Untuk meningkatkan produktifitas susu dan daging kambing bisa dilakukan dengan program seleksi dan perkawinan. Seleksi ternak dilakukan dengan memilih individu dengan gen unggul sebagai bibit sehingga keturunan yang dihasilkan juga unggul. Perkawinan pada kambing bisa dengan mengawinkan pejantan dan indukan yang unggul melalui kawin alam atau inseminasi buatan. Perkawinan pada kambing bisa dilakukan pada rumpun kambing yang sama ataupun perkawinan silang dengan bangsa lain yang lebih unggul.

Perkawinan silang kambing lokal Indonesia dengan bangsa kambing luar negeri seperti Boer, Etawa, Saanen terbukti meningkatkan ukuran tubuh dan produktifitas ternak. Kambing Peranakan Etawa, Senduro, Boerka Galaksi Agrinak, Lakor, dan Kaligesing ini merupakan produk hasil persilangan yang sudah teruji produktifitasnya. Di sisi lain perkawinan silang yang tak terkendali dan masuknya rumpun kambing luar ini mengancam kambing endemik asli Indonesia.  

Dewasa ini kambing endemik asli Indonesia semakin menurun populasinya dan kurang populer di masyarakat, karena rendahnya produktifitas dan harga jual jika dibandingkan dengan hasil persilangan. Banyak peternak yang kurang antusias memelihara kambing endemik karena dinilai kurang menguntungkan. Kambing Marica yang merupakan plasma nutfah endemik Sulawesi Selatan menurut laporan FAO sudah termasuk kategori langka. Hal sama juga terjadi pada kambing Gembrong dari Bali yang kelestariannya sedang terancam punah. Tentu saja hal ini meresahkan dan diperlukan upaya khusus untuk menjaga keberadaan plasma nutfah ternak asli Indonesia serta meningkatkan produktifitasnya.

Seleksi pada kambing lokal bisa menjadi solusi dengan memilih induk dan pejantan yang  memiliki  gen-gen yang  terbaik  (breeding value)  untuk  bereproduksi,  sehingga  generasi  berikutnya  mempunyai gen yang  lebih  diinginkan  dibandingkan  dengan  yang  ada pada  saat  ini. Pelaksanaan  program  seleksi  tersebut  akan  efektif  apabila  telah  diketahui  parameter  genetik  dan  fenotip,  seperti  nilai  pemuliaan  atau estimation breeding value  (EBV). Kambing lokal Indonesia dikenal dengan sifat yang tahan terhadap penyakit dan lingkungan yang buruk.

Saat ini ilmu  genetika  molekuler  berkembang pesat dan membuka  peluang  untuk  mengetahui  tingkat  keragaman  dan potensi genetik  pada  tingkat DNA hewan. Deteksi  dini  potensi  genetik  ternak  dengan memanfaatkan teknologi  PCR. Melalui identifikasi  genotipe  gen-gen  tertentu  yang  mengontrol  kemampuan  produksi  ternak  atau  sifat-sifat  yang  bernilai  ekonomi  merupakan  hal  yang  perlu  dilakukan  dalam  upaya  menghasilkan  bibit  yang  unggul  melalui  proses  seleksi  dan persilangan  terarah. Melalui seleksi genetik bisa diidentifikasi gen yang unggul dalam produksi, tahan terhadap penyakit, serta sifat unggul lainnya. Hal ini tentu bisa diaplikasikan dengan seleksi genetik kambing lokal yang meningkatkan produktifitas, sambil menjaga kesehatan dan kesejahteraan hewan, serta menjaga kelestarian sumber daya genetika hayati asli Indonesia (/RHB). 

Oleh: Ristaqul Husna Belgania*)

*) Penulis adalah ASN di Kementerian Pertanian dan Mahasiswa S2 Biologi Reproduksi FKH Universitas Airlangga

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp