Pengaruh Kedalaman Sarang Terhadap Keberhasilan Penetasan Telur Penyu Hijau

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Tukik Penyu Hijau Ilustrasi oleh: edubio.info

Penyu merupakan salah satu kekayaan fauna yang dimiliki Indonesia sebagai negara megabiodiversisty. Tercatat, 6 dari 7 spesies penyu yang tersebar di dunia pernah ditemukan bereproduksi di Indonesia dan yang paling banyak dijumpai adalah penyu hijau (Chelonia mydas).

Saat ini, semua spesies penyu termasuk penyu hijau oleh Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) dimasukkan ke dalam Apendix I sebagai hewan yang terancam punah dan dilindungi. Di Indonesia sendiri, penyu juga dilindungi melalui Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1990 dan dipertegas dengan Peraturan Pemerintah RI No. 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis-jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi. Indonesia juga sudah menetapkan beberapa lokasi sebagai Kawasan Perlindungan Penyu untuk mengurangi terjadinya penurunan populasi penyu.

Penyebab terjadinya penurunan populasi penyu dapat dikarenakan faktor antropogenik maupun ekologis seperti adanya global warming. Perubahan suhu ini memberikan dampak secara langsung terhadap suhu pasir tempat penyu hijau bertelur. Suhu pasir sarang akan berpengaruh terhadap masa inkubasi telur penyu laut, karena semakin rendah suhu pasir maka masa inkubasinya semakin lama. Kestabilan suhu pasir pada pusat sarang telur penyu merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan penetasan telur penyu.

Untuk menunjang upaya pelestarian dan pengembangan populasi penyu, terutama penyu hijau, mahasiswa Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR, Abang Aldhian Randiani Putera yang dibimbing oleh Dr. Laksmi Sulmartiwi, S.Pi., M.P. dan Ir. Wahju Tjahjaningsih, M.Si. melakukan penelitian untuk mengetahui aspek ekologi peneluran penyu hijau.

Penelitian yang dilaksanakan pada  21 Mei 2011 sampai dengan 14 Agustus 2011 ini dilakukan guna memperbesar persentase tingkat keberhasilan penetasan telur penyu dalam kegiatan konservasi penyu di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB). Dimana TNMB sendiri merupakan habitat peneluran penyu hijau di Indonesia dan juga salah satu Kawasan Perlindungan Penyu.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan telur penyu hijau yang diberi 4 perlakuan dengan 6 kali pengulangan. Yakni perlakuan A ; oviposisi telur pada kedalaman 30 cm , B ; oviposisi telur pada kedalaman 50 cm, C ; oviposisi telur pada kedalaman 70 cm dan D ; oviposisi telur pada kedalaman 90 cm yang merupakan kedalaman waktu pengambilan telur sebagai kontrol. Adapun parameter yang diamati meliputi masa inkubasi dan persentase keberhasilan penetasan telur penyu hijau.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, perlakuan kedalaman sarang penetasan berpengaruh nyata terhadap masa inkubasi telur dan persentase keberhasilan penetasan telur penyu hijau. Inkubasi rata-rata untuk penetasan telur penyu hijau yang paling optimum yaitu 58 hari pada kedalaman 50 cm dan 70 cm dari permukaan pasir. Kedalaman sarang penetasan semi alami yang terdapat di Pantai Sukamade, Taman Nasional Meru Betiri sebaiknya menggunakan kedalaman 50 – 70 cm pada sarang penetasan semi alaminya untuk meningkatkan derajat penetasan dan masa inkubasi yang lebih singkat lebih kurang 57 hari.

Penulis: Darmawan Setia Budi

Keterangan: Tukik Penyu Hijau Ilustrasi oleh: edubio.info

Teks lengkap bisa diakses pada: https://e-journal.unair.ac.id/JIPK/article/download/11206/6297

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp