Dampak Infeksi Salmonella Sp. dalam Daging Ayam dan Produknya Terhadap Kesehatan Masyarakat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Bahan pangan asal hewan seperti daging merupakan bahan pangan yang bersifat mudah  rusak (perishable food), hal ini disebabkan karena daging mengandung unsur zat gizi yang  cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri sehingga akan berdampak  terhadap daya simpan maupun kualitas produk akhirnya. Beberapa hasil penelitian dilaporkan  bahwa keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam dan produknya lebih rentan 

terkontaminasi dari pada daging sapi. Prevalensi Salmonella sp. pada daging ayam di beberapa  kota di Indonesia dilaporkan mencapai 46,6%2. Selain itu, kontaminasi Salmonella sp. juga  ditemukan pada produk olahan daging ayam seperti ayam bakar, ayam goreng dan daging ayam  suwir bubur ayam. 

Sumber daging ayam dan proses produksi yang tidak benar menjadi salah satu faktor  risiko terpaparnya produk asal hewan ini oleh bakteri patogen seperti Salmonella sp.  Kontaminasi ini dikenal dengan nama foodborne disease. Keberadaan bakteri patogen pada  pangan dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena Salmonella sp. menyebabkan  salmonellosis. Secara global kejadian infeksi patogen Salmonella sp. telah menimbulkan jutaan  kasus yang terjadi disetiap tahun, baik pada manusia maupun hewan. Insiden tahunan kejadian  salmonellosis pada manusia di dunia diperkirakan 93,8 juta kasus. 

Berdasarkan laporan European Food Safety Authority dan European Centre for Disease  Prevention and Control selama rentan waktu tahun 2004-2015 infeksi Salmonella sp. tertinggi  bersumber dari daging ayam dan produk olahannya, serta infeksi Salmonella sp. pada manusia  umumnya dikaitkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi asal hewan. 

Pada daging ayam goreng tersebut berarti belum benarnya proses dari produksi daging  ayam sampai ke produknya. Selain itu, keberadaan Salmonella sp. baik itu di pasar tradisional,  supermarket masih terdeteksi adanya keberadaan patogen tersebut. Kontaminasi bakteri  Salmonella sp. pada unggas dapat terjadi pada tingkat apa pun, dimulai dari lingkungan  produksi, melalui transmisi vertikal (melalui telur, memicu kelahiran anak ayam yang karier)  atau transmisi horizontal (lingkungan, pakan yang terkontaminasi), atau dalam proses  penyembelihan. Sehingga keberadaanya tersebut dapat memilliki risiko yang berpotensi  mengancam kesehatan masyarakat. Salmonella sp. dapat menyebabkan gangguan  gastrointestinal berupa keram perut, diare, dan demam, Selain itu, kelompok yang memiliki  risiko tinggi pada ibu hamil, bayi dan balita, lansia dan orang yang sakit.

Aturan tentang mutu pangan asal hewan yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi  Nasional Indonesia dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan bahwa karkas ayam,  daging ayam dan cemaran dalam pangan olahan negatif Salmonella sp. per 25 gram. Berdasarkan aturan tersebut maka daging ayam dan produknya harus bebas dari cemaran  Salmonella sp. karena bersifat zoonosis yang dapat menyebabkan salmonellosis 

Salmonella sp., yang menyebabkan demam non-tifoid salmonellosis diikuti dengan  gejala gastroenteritis, pusing, mual, dan diare yang umumnya terjadi selama 7 hari.  Perbedaannya adalah patogen penyebab salmonellosis ini memiliki reservoir tidak hanya  manusia, namun juga hewan atau ternak. Serotipe Salmonella Non Tifoid dari daging ayam  bertindak sebagai sumber infeksi pada manusia dan merupakan bakteri patogen bawaan  makanan yang bersifat zoonosis penting pada manusia yang menyebabkan diare, bakteremia  dan infeksi supuratif fokal. Selain itu, dapat juga menyebabkan infeksi Salmonella sp., akut  atau kronis atau bahkan kematian. terutama serovars untuk Salmonella enterica Typhimurium  yang paling sering diisolasi dari daging ayam. 

Tindakan pencegahan dari kejadian salmonellosis dapat dilakukan dengan  memperhatikan higiene sanitasi, serta melakukan pemilihan cara pengolahan produk makanan  yang berasal dari produk peternakan yang akan dikonsumsi serta penyimpanan produk harus  terpisah antara yang mentah dengan yang matang. Produk makanan yang berasal dari  hewan/ternak yang berisiko tercemar Salmonella sp., harus dibedakan seperti peralatan baik itu  talenan, pisau dan peralatan lainnya, dalam proses pemasakan bahan pangan tersebut harus  dimasak dengan baik dan dianjurkan untuk dikonsumsi dalam kondisi matang. Selain itu,  perlunya tindakan pencegahan dengan membiasakan masyarakat untuk melakukan pola hidup  bersih dan sehat dalam hal keamanan pangan. Keberadaan Salmonella sp., pada makanan harus  menjadi perhatian untuk dilakukan pengawasan sehingga dapat mencegah terjadinya  salmonellosis. Pengendalian yang efektif untuk mencegah terjadinya pencemaran adalah 

dengan melakukan pendekatan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) karena  pengendalian harus dimulai dari hulu (tempat memproduksi produk/ternak hingga hilir menjadi  produk. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan kegiatan program monitoring dan  surveilans monitoring residu dan cemaran mikroba (PMSR-CM) pada beberapa unit kerja/unit  pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Penulis: Muhammad ‘Ahdi Kurniawan 

Program Studi Magister Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Salmonella sp., merupakan bakteri patogen zoonotik yang dapat mencemari pangan  asal hewan, karena diketahui bahwa Salmonella sp., menetap pada saluran intestinal sebagai  bagian dari flora normal makhluk hidup. Selain itu, menetap juga pada lingkungan seperti  tanah, air dan serangga. Pencemaran pada air dan tanah melalui feses atau serangga yang  kontak dengan feses kemudian berkontak dengan makanan. Umumnya kejadian infeksi  Salmonella sp., pada hewan/ternak seringkali tidak memperlihatkan gejala klinis sehingga  menghasilkan daging yang tercemar. 

Bahan pangan asal hewan seperti daging merupakan bahan pangan yang bersifat mudah  rusak (perishable food), hal ini disebabkan karena daging mengandung unsur zat gizi yang  cukup baik untuk pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri sehingga akan berdampak  terhadap daya simpan maupun kualitas produk akhirnya. Beberapa hasil penelitian dilaporkan  bahwa keberadaan Salmonella sp. pada daging ayam dan produknya lebih rentan 

terkontaminasi dari pada daging sapi. Prevalensi Salmonella sp. pada daging ayam di beberapa  kota di Indonesia dilaporkan mencapai 46,6%2. Selain itu, kontaminasi Salmonella sp. juga  ditemukan pada produk olahan daging ayam seperti ayam bakar, ayam goreng dan daging ayam  suwir bubur ayam. 

Sumber daging ayam dan proses produksi yang tidak benar menjadi salah satu faktor  risiko terpaparnya produk asal hewan ini oleh bakteri patogen seperti Salmonella sp.  Kontaminasi ini dikenal dengan nama foodborne disease. Keberadaan bakteri patogen pada  pangan dapat mengganggu kesehatan konsumen, karena Salmonella sp. menyebabkan  salmonellosis. Secara global kejadian infeksi patogen Salmonella sp. telah menimbulkan jutaan  kasus yang terjadi disetiap tahun, baik pada manusia maupun hewan. Insiden tahunan kejadian  salmonellosis pada manusia di dunia diperkirakan 93,8 juta kasus. 

Berdasarkan laporan European Food Safety Authority dan European Centre for Disease  Prevention and Control selama rentan waktu tahun 2004-2015 infeksi Salmonella sp. tertinggi  bersumber dari daging ayam dan produk olahannya, serta infeksi Salmonella sp. pada manusia  umumnya dikaitkan dengan konsumsi makanan yang terkontaminasi asal hewan. 

Pada daging ayam goreng tersebut berarti belum benarnya proses dari produksi daging  ayam sampai ke produknya. Selain itu, keberadaan Salmonella sp. baik itu di pasar tradisional,  supermarket masih terdeteksi adanya keberadaan patogen tersebut. Kontaminasi bakteri  Salmonella sp. pada unggas dapat terjadi pada tingkat apa pun, dimulai dari lingkungan  produksi, melalui transmisi vertikal (melalui telur, memicu kelahiran anak ayam yang karier)  atau transmisi horizontal (lingkungan, pakan yang terkontaminasi), atau dalam proses  penyembelihan. Sehingga keberadaanya tersebut dapat memilliki risiko yang berpotensi  mengancam kesehatan masyarakat. Salmonella sp. dapat menyebabkan gangguan  gastrointestinal berupa keram perut, diare, dan demam, Selain itu, kelompok yang memiliki  risiko tinggi pada ibu hamil, bayi dan balita, lansia dan orang yang sakit.

Aturan tentang mutu pangan asal hewan yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi  Nasional Indonesia dan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan bahwa karkas ayam,  daging ayam dan cemaran dalam pangan olahan negatif Salmonella sp. per 25 gram. Berdasarkan aturan tersebut maka daging ayam dan produknya harus bebas dari cemaran  Salmonella sp. karena bersifat zoonosis yang dapat menyebabkan salmonellosis 

Salmonella sp., yang menyebabkan demam non-tifoid salmonellosis diikuti dengan  gejala gastroenteritis, pusing, mual, dan diare yang umumnya terjadi selama 7 hari.  Perbedaannya adalah patogen penyebab salmonellosis ini memiliki reservoir tidak hanya  manusia, namun juga hewan atau ternak. Serotipe Salmonella Non Tifoid dari daging ayam  bertindak sebagai sumber infeksi pada manusia dan merupakan bakteri patogen bawaan  makanan yang bersifat zoonosis penting pada manusia yang menyebabkan diare, bakteremia  dan infeksi supuratif fokal. Selain itu, dapat juga menyebabkan infeksi Salmonella sp., akut  atau kronis atau bahkan kematian. terutama serovars untuk Salmonella enterica Typhimurium  yang paling sering diisolasi dari daging ayam. 

Tindakan pencegahan dari kejadian salmonellosis dapat dilakukan dengan  memperhatikan higiene sanitasi, serta melakukan pemilihan cara pengolahan produk makanan  yang berasal dari produk peternakan yang akan dikonsumsi serta penyimpanan produk harus  terpisah antara yang mentah dengan yang matang. Produk makanan yang berasal dari  hewan/ternak yang berisiko tercemar Salmonella sp., harus dibedakan seperti peralatan baik itu  talenan, pisau dan peralatan lainnya, dalam proses pemasakan bahan pangan tersebut harus  dimasak dengan baik dan dianjurkan untuk dikonsumsi dalam kondisi matang. Selain itu,  perlunya tindakan pencegahan dengan membiasakan masyarakat untuk melakukan pola hidup  bersih dan sehat dalam hal keamanan pangan. Keberadaan Salmonella sp., pada makanan harus  menjadi perhatian untuk dilakukan pengawasan sehingga dapat mencegah terjadinya  salmonellosis. Pengendalian yang efektif untuk mencegah terjadinya pencemaran adalah 

dengan melakukan pendekatan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) karena  pengendalian harus dimulai dari hulu (tempat memproduksi produk/ternak hingga hilir menjadi  produk. Selain itu, pemerintah juga terus melakukan kegiatan program monitoring dan  surveilans monitoring residu dan cemaran mikroba (PMSR-CM) pada beberapa unit kerja/unit  pelaksana teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Penulis: Muhammad ‘Ahdi Kurniawan 

Program Studi Magister Ilmu Penyakit dan Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp