Awas Trypanosomiasis di Sulawesi Tengah

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi by IDH

Surra merupakan penyakit parasit yang menular pada hewan dan disebabkan oleh protozoa berfl agella yang tersirkulasi dalam darah secara ekstraseluler yang bernama Trypanosoma evansi. Penyakit ini dapat bersifat akut maupun kronis, tergantung pada inangnya. Meskipun tidak dipertimbangkan sebagai penyakit zoonosis, tetapi kasus Surra pada manusia pernah dilaporkan pada tahun 2004 yang menyerang peternak sapi di desa Seoni-Taluka Sindevahi, Distrik Chandrapur, Maharashtra – India Tengah. Protozoa ini ditemukan pertama kali oleh Griffith Evans pada tahun 1880 di India, sehingga namanya diabadikan sebagai nama spesies agen penyebab Surra, Trypanosoma evansi (Dirkeswan, 2014). Menurut OIE 2018, Trypanosoma evansi belum diketahui secara pasti memiliki potensi untuk menularkan ke manusia.

Pada mulanya penyakit ini ditemukan pada kuda, unta dan bagal, tetapi ternyata hampir semua hewan berdarah panas rentan terhadap Surra meskipun derajat kerentaannya tidak sama. Kuda, unta dan anjing merupakan hewan yang paling rentan. Adapun ruminansia kurang rentan (Dirkeswan, 2014).  

Di Indonesia, penyakit ini lebih sering menyerang kuda, sapi, kerbau, babi, dan anjing. Tingkat infestasi T.evansi bervariasi tergantung pada lokasi dan spesies inangnya. Prevalensi kejadian Trypanosomiasis pada kerbau di Sumatra, Jawa, Kalimantan Selatan, Lombok, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Utara berkisar antara 5,8-7 %. Penyakit ini disebarkan lalat penghisap darah seperti Tabanus sp, Chrysops sp. dan Haematopota sp. Surra merupakan penyakit endemik yang telah menyebar di seluruh wilayah di Indonesia. Dibandingkan dengan sapi, kerbau diduga lebih rentan terhadap penyakit surra. Kerbau menunjukkan parasitemia yang lebih lama dan lebih tinggi, sehingga kerbau diduga berperan sebagi sumber penularan yang potensial bagi ternak lain. Penyakit surra bersifat asimptomatis sehingga sering diketahui setelah infeksi berjalan kronis (Dirkeswan, 2014).

Kerugian ekonomi berupa pertumbuhan tubuh yang lambat, penurunan produksi susu, hewan tidak mampu dipekerjakan optimal di sawah, penurunan kesuburan, dan aborsi. Adapun kerugian ekonomi di benua Asia dilaporkan US $ 1,3 milyar dan dalam skala nasional diperkirakan mencapai US $ 22,4 juta per tahun (1998). Laporan di Indonesia menunjukkan bahwa hasil analisis kerugian ekonomi berdasarkan jumlah ternak yang mati akibat Surra di delapan kecamatan daerah Waingapu Sumba Timur dari Januari – Juni 2012 mencapai Rp. 1.416.500.000 dan apabila tidak dilakukan tindakan pencegahan dini diperkirakan mencapai Rp. 167.224.000.000. Analisis ini belum memperhitungkan biaya paramedik, pengobatan, pencegahan pada ternak termasuk biaya pengendalian vektor, sehingga kerugian eknomi dalam delapan kecamatan tersebut dapat melebihi dari hasil hitungan diatas (Dirkeswan, 2014).  Berdasarkan hal tersebut Trypanosmoniasis ditetapkan menjadi salah satu penyakit Hewan Menular Strategis berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No: 4026/Kpts/OT.140/04/2013 dan menurut peraturan terkait lalu lintas ternak, penyakit ini masuk ke dalam Keputusan Menteri Pertanian 3238/Kpts/PD.630/9/2009 tentang penggolongan jenis Hama Penyakit Hewan Karantina.

Menurut surveilans aktif dan pasif Balai Besar Veteriner Maros (BBVet Maros) tahun 2014- 2019.  Pola penyakit Trypanosomiasis di wilayah kerja BBVet Maros berdasarkan waktu, tempat dan hewan. Proporsi positif Trypanosomiasis tahun 2014-2019 sebesar 3,95% dengan proporsi pada hewan ternak yang terserang 64% pada sapi, 31% pada ternak kerbau dan 5% pada ternak kuda. Gambaran distribusi geografis Trypanosomiasis tersebar ditujuh kabupaten/kota yaitu kabupaten/kota Barru, Makassar, Pare-Pare, Sidrap dan Jeneponto di Provinsi Sulawesi Selatan; Kabupaten Donggala di Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Barat (Furi, dkk, 2020).

Dari data survailans diatas Terlaporkan kejadian positif di Sulawesi Tengah di kabupaten donggala dengan sampel positif terjadi pada survailance tahun 2014-2017, Tetapi pada tahun 2018-2020 tidak ada laporan terjadinya kejadian positif. Tetapi menurut data laboratorium Balai Karantina Pertanian Kelas II Palu tahun 2019 disebutkan terdapat kejadian positif Trypanosomiasis berdasarkan pengujian mikroskopis dengan pewarnaan Giemza dari sapi potong yang akan dilalu lintaskan ke Kalimantan sebanyak 1 sampel. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran akan penyebaran penyakit Trypanosomiasis melalui perdagangan atau lalu lintas ternak. Maka diperlukan sumbangsih dari stekholder yang terkait mulai dari dokter hewan, pedagang, pengepul, peternak, dan dinas atau instansi yang membidangi kesehatan hewan untuk ikut mencegah penyebaran penyakit ini, sehingga dampak kerugian ekonomi dari penyakit ini tidak terjadi.

Oleh: Drh. Sri Hidayatul Rohmah

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp