Precautionary Principle dalam Pengelolaan Limbah B3 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh lawweb.in

Salah satu prinsip lingkungan adalah Precautionary Principle (prinsip kehati-hatian) dikonkritkan melalui pengundangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH).Pasal 59 ayat (4) dan Pasal 102. Prinsip precautionary principle pada dasarnya adalah suatu gagasan yang merupakan respon terhadap kebijakan lingkungan konvensional, dimana kebijakan itu menganggap upaya pencegahan atau penanggulangan kerusakan lingkungan baru dapat dilakukan apabila risiko atas suatu kegiatan yang berdampak lingkungan telah benar-benar terjadi. Tegasnya, prinsip ini berarti bahwa setiap usaha yang memiliki dampak terhadap lingkungan, harus membuktikan terlebih dahulu secara ilmiah mengenai dampak kegiatan usahanya terhadap lingkungan, serta bagaimana metode untuk menanggulanginya. Konsep ini untuk menunjukkan kehati-hatian dari pelaku usaha tersebut, dan menunjukkan perbedaan antara Precautionary Principle dengan Prevention Principle atau prinsip pencegahan. Namun terdapat sebuah Putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan kedua pasal dalam UUPPLH tersebut. Melalui putusannya Nomor 18/PUU-XII/2014, MK membatalkan Pasal 59 ayat (4) jo. Pasal 102 dan Pasal 95 ayat (1) UUPPLH tersebut.

Permasalahan Hukum

Putusan ini sesungguhnya berimplikasi besar pada pemidanaan yang diatur di dalam Pasal 102 itu. Pasca putusan ini, subjek hukum yang sedang melakukan perpanjangan izin (padahal izinnya telah habis), tidak dapat dipidana berdasarkan Pasal 102 UUPPLH. Permasalahan muncul pada Tahun 2018, Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM menunjukkan jumlah limbah B3 pada kategori Tanah Terkontaminasi Minyak Bumi (TTM) PT. Chevron Pacific Indonesia (PT. CPI) sebagai pemohon dalam permohonan tersebut mencapai 30.790,6 ton. Kondisi ini tentu rawan menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup, dan mengancam upaya pemenuhan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Tulisan ini menjelaskan bagaimana pengaturan Precautionary Principle di Indonesia dan pemaknaannya pasca putusan MK Nomor 18/PUU-XII/2014.

Pembahasan

Konsep Precautionary Principle, sesungguhnya lahir dari semangat untuk lebih melindungi lingkungan dari kegiatan-kegiatan yang menyebabkan kerusakan lingkungan. Konsep ini lahir dari semangat untuk menghindari sebanyak mungkin dampak dari kegiatan usaha terhadap lingkungan, agar tidak terjadi dan dapat dihindarkan akibatnya. Konsep ini, telah banyak diatur, dan menjadi semangat dari pembentukan pengaturan mengenai perlindungan lingkungan di Indonesia. Berbagai aturan-aturan hukum serta beberapa putusan pengadilan pun menjadi bukti nyata bahwa konsep ini telah menjadi salah satu konsep penting dalam sistem hukum lingkungan nasional.

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014 bertentangan dengan prinsip kehati-hatian atau Precautionary Principle. Namun, putusan MK adalah putusan yang final dan harus diikuti oleh setiap elemen masyarakat. Maka, perlu ada revisi dari pengaturan sektoral agar tercipta jalan tengah diantaranya keduanya. Di satu sisi tetap menghormati putusan MK, namun di sisi yang lain tetap memperhatikan Precautionary Principle. Perubahan aturan tersebut meliputi 2 hal, yakni perbaikan pengaturan mengenai penerapan sanksi pidana bagi pelaku usaha yang melanggar izin dan serta perbaikan Pengaturan mengenai jangka waktu perpanjangan izin.

Penulis: Muhammad Fikri Alan, Zulharman, Franky Butar Butar

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

http://www.bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/141/126

Muhammad Fikri Alan et all (2021). Precautionary Principle dalam Pengelolaan Limbah B3 Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XII/2014, Bina Hukum Lingkungan, Bina Hukum Lingkungan, h. 22-38, Vol. 6 No. 1, Oktober 2021.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp