Kemenkes RI Tekankan Pentingnya Kolaborasi Multisektor demi Menurunkan Jumlah AKI di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Potret Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI drg. Kartini Rustandi, M.Kes. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – FK UNAIR mengadakan webinar guna meninjau secara komprehensif upaya-upaya untuk menurunkan jumlah Angka Kematian Ibu (AKI) dan pencegahan stunting pada Selasa siang (28/12/2021),. Narasumber pertama yang hadir pada kegiatan webinar tersebut adalah Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI drg. Kartini Rustandi, M.Kes.

Kartini mengatakan bahwa AKI di Indonesia masih jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Sekalipun ada penurunan yang lumayan signifikan hingga tahun 2019, kehadiran pandemi COVID-19 membuat AKI kembali membludak (4197 korban di tahun 2019 ? 6865 korban di tahun 2021). Tiga provinsi penyumbang AKI terbanyak adalah Jawa Timur, Jawa Barat, dan Jawa Tengah.

“Dari sini terdapat faktor-faktor lain yang berkontribusi pada kematian Ibu di Indonesia. Mulai dari akses dan mutu fasilitas kesehatan yang rendah, minimnya pengetahuan dan pendidikan reproduksi, terlambatnya deteksi komplikasi kesehatan, hingga regulasi yang tumpang tindih,” ujar dokter gigi itu.

Oleh karena itu, Kemenkes RI telah mencanangkan rencana transformasi sistem kesehatan melalui penegakkan enam pilar. Pilar tersebut yakni: a) transformasi layanan primer (pencegahan, edukasi, kapabilitas dan kapasitas layanan); b) transformasi layanan rujukan; c) transformasi sistem ketahanan kesehatan (sektor farmasi, alat kesehatan, dan tanggap darurat); d) transformasi sistem pembiayaan kesehatan; e) transformasi SDM kesehatan; dan f) transformasi teknologi kesehatan.

Tak hanya itu, Kartika juga mendorong pentingnya pendekatan multi sektor dalam penurunan AKI. Hal ini berarti tak hanya dengan intervensi spesifik di sektor kesehatan, namun juga intervensi sensitif di sektor non-kesehatan.

“Mulai dari peningkatan wajib belajar 12 tahun, pencegahan perkawinan anak, edukasi kesehatan reproduksi untuk remaja dan calon pengantin, peningkatan peran perempuan, kemudahan akses air bersih, hingga kolaborasi dengan tokoh masyarakat, figur publik, dan tokoh agama. Semua itu penting sinerginya,” tutup alumni UI itu.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp