Hubungan Faktor Iklim dengan Demam Berdarah Dengue

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh headline.co.id

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. DBD diperantarai oleh vektor nyamuk yaitu nyamuk Aedes. Perkembangbiakan vektor DBD dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor iklim. DBD merupakan salah satu kesehatan masyarakat yang utama permasalahan di Indonesia. Kasus DBD pertama kali ditemukan pada tahun 1968 di kota Jakarta dan Surabaya. Saat ini Surabaya adalah salah satunya daerah endemis DBD di Indonesia.

Kasus DBD di Kota Surabaya dapat dikatakan masih cukup tinggi dibandingkan dengan yang lain kota di Indonesia, meskipun terjadi penurunan jumlahnya dari tahun ke tahun. Jika diteliti, banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka kasus DBD di Surabaya salah satunya adalah faktor iklim. Faktor iklim berperan dalam perkembangbiakan vektor DBD. Karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji selama 10 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2017 apakah ada hubungan antara faktor iklim dengan kasus DBD di kota Surabaya, yang dalam penelitian ini faktor iklim yang digunakan adalah curah hujan, suhu rata-rata, dan kelembaban udara rata-rata.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik yang menggunakan data sekunder berupa kelembagaan data administrasi, yaitu laporan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Badan (BMKG) dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya Kantor dengan pendekatan cross-sectional. NS Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan total teknik pengambilan sampel. Data yang diambil adalah Laporan cuaca BMKG Kota Surabaya di 2007-2017 dan Dinas Kesehatan Kota Surabaya laporan kejadian kasus DBD di 2007-2017. Data yang terkumpul dikelompokkan berdasarkan bulan dalam setiap tahun dan ditulis menggunakan tabel dan grafik serta dianalisis secara deskriptif dan diuji secara statistik korelasinya menggunakan Metode spearman pada versi software SPSS 20.

Hasil yang diperoleh bahwa kasus DBD di Kota Surabaya tidak memiliki hubungan dengan faktor iklim seperti curah hujan dan suhu rata-rata dengan nilai signifikansi hubungan p>0,05. Sedangkan faktor iklim yang mempunyai hubungan dengan kejadian DBD di Kota Surabaya adalah kelembaban udara dengan signifikansi nilai p < 0,05 dan memiliki hubungan positif dengan nilai r = + 0,190.

Di Surabaya, angka kejadian DBD di Periode 2007-2017 secara keseluruhan mengalami penurunan meskipun tidak stabil. Peningkatan yang signifikan terjadi pada tahun 2010, 2013, dan 2016. Jika terkait dengan waktu El Nino terjadinya, pada tahun-tahun tersebut peristiwa El Nino yang terjadi pada kategori sedang dan kuat.

Adapun beberapa korelasi yang diteliti, yaitu:

Hubungan curah hujan dengan kasus DBD, pengaruh curah hujan terhadap kejadian Kasus DBD itu kompleks, karena dipengaruhi oleh beberapa faktor lain. Curah hujan memiliki mempengaruhi pertumbuhan vektor, yaitu kepadatan nyamuk dewasa. Curah hujan tinggi intensitas akan menyebabkan tempat berkembang biak orang dewasa nyamuk meningkat, yang pada gilirannya meningkat kepadatan nyamuk. Namun, di waktu singkat, hujan lebat akan menghancurkan nyamuk larva dan mengurangi tingkat kelangsungan hidup betina nyamuk.

Korelasi antara suhu dan kasus DBD, penelitian yang menggunakan epidemiologi pendekatan menyatakan bahwa pada bulan-bulan tertentu, tinggi suhu akan menyebabkan nyamuk populasi meningkat dengan virus rendah transmisi, yang biasanya menyebabkan peningkatan penularan virus di bawah kondisi curah hujan tinggi, rendah suhu, dan kelembaban tinggi.

Hubungan kelembaban dengan kasus DBD,  kelembaban mempengaruhi perilaku terbang dari nyamuk dengan meningkatkan metabolisme tubuh nyamuk yang kemudian meningkatkan gigitannya. Mirip dengan penelitian saat ini yang menunjukkan bahwa kelembaban udara memiliki hubungan dengan kejadian kasus DBD melalui efek pada kepadatan vektor virus dengue, Nyamuk Aedes aegepty dan masa inkubasi virus dengue itu sendiri, sehingga meningkatkan transmisi.

Korelasi antara ENSO dan kasus DBD, Berdasarkan data yang ada, tahun 2010, Tahun 2013 dan 2016 merupakan tahun dengan akumulasi curah hujan yang tinggi diikuti dengan peningkatan kejadian kasus DBD. Pelajaran sebelumnya menunjukkan bahwa ada hubungan antara peningkatan kejadian kasus DBD dengan fenomena Osilasi El-Nino-Selatan (ENSO) yang merupakan siklus permukaan laut suhu di Laut Pasifik. Dari hasil studi di Venezuela, 2009 – 2010 adalah tahun dengan kategori El-Nino sedang, sedangkan 2014-2016 adalah tahun dengan El-Nino yang kuat atau Mega Nino. 24 Dalam 3 tahun itu, ada adalah fenomena iklim yang terekam yang tidak biasanya terjadi di Surabaya. Selama itu tahun, kasus demam berdarah di kota Surabaya juga menunjukkan peningkatan jumlah. Hasil ini linier dengan penelitian sebelumnya, bahwa ada hubungan yang signifikan antara ENSO dan kejadian DBD.

Faktor iklim yang memiliki analisis korelasi dengan kasus DBD di Surabaya pada tahun 2007 – 2017 adalah kelembaban, sedangkan faktor iklim seperti curah hujan dan suhu tidak memiliki korelasi analitik dengan kejadian DBD kecepatan. Ada pengaruh El-Nino fenomena jumlah kasus DBD di Surabaya pada tahun tertentu. Dapat disimpulkan bahwa tidak semua faktor iklim memiliki hubungan dengan kasus DBD di Surabaya tahun 2007 – 2017.

Penulis: Nadhilah Putri Ghaisani, Sulistiawati Sulistiawati, Maria Lucia Inge Lusida

Sumber: https://e-journal.unair.ac.id/IJTID/article/view/16075

CORRELATION BETWEEN CLIMATE FACTORS WITH DENGUE HEMORRHAGIC FEVER CASES IN SURABAYA 2007- 2017

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp