Siapkah Apoteker Memperoduksi Obat Halal pada Industri Farmasi di Indonesia?

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by CV UNIK

Produk farmasi merupakan salah satu produk yang sangat jarang mendapat sertifikat halal. Hal ini menjadikan status kehalalan produk tersebut belum diketahui secara pasti. Obat halal berarti obat yang berasal dari bahan yang halal yaitu bisa bersumber dari tumbuhan, hewan, atau zat organik maupun nonorganik yang mulai proses persiapan, produksi, sampai ekstraksi sesuai dengan aturan dalam Islam.

Apoteker di industri Farmasi wajib menerapkan “Good Manufacturing Practices untuk produk farmasi halal”, sebagaimana langkah berikut: Tidak boleh mengandung bagian atau produk dari binatang yang haram atau binatang halal yang tidak disembelih secara Islam; tidak boleh mengandung barang najis; Harus aman dikonsumsi manusia: tidak beracun, tidak toksik, tidak membahayakan kesehatan dengan dosis normal; tidak dipersiapkan, diproses atau diproduksi dengan menggunakan peralatan yang terkontaminasi dengan barang naajis; tidak menggandung bagian dari tubuh manusia atau turunan dari barang haram; selama penyiapan, proses, penanganan, pengemasan, penyimpanan harus terpisah dengan barang haram dan najis.  

Berkembangnya jumlah populasi umat islam secara global merupakan peluang pasar yang sangat menjanjikan untuk industri halal. Bahkan di negara dengan pemeluk agama Islam minoritas seperti, Amerika Serikat, Rusia, Inggris, Prancis, dan Jerman, daya beli umat islam ketika diurutkan berdasarkan Produk Domestik Bruto pada Harga Pembelian berada di antara sepuluh teratas. Halal diterima sebagai standar kualitas yang diterapkan pada penyediaan dan pembuatan produk pangan olahan, kosmetik, obat-obatan dan produk kesehatan lain. Bagi konsumen muslim, memilih makanan halal adalah suatu keharusan dan merupakan persyaratan agama berdasarkan ajaran Islam.

Tantangan utama yang dihadapi oleh industri halal adalah kurangnya tenaga kerja yang memahami persyaratan terkait syariah dan penerapannya ke dalam praktik industri halal. Kurangnya pemahaman tentang pengertian halal dan apa saja persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu produk menjadi halal. Sehingga diperlukan upaya untuk melembagakan pelatihan tentang sains dan teknologi pada masyarakat yang menguasai ajaran agama, serta pelatihan terkait ajaran agama kepada para saintis dan praktisi untuk mendukung industri tersebut sehingga obat-obatan halal dapat memasuki pasar global.

Tantangan berikutnya yaitu harus adanya usaha untuk mendapatkan pengakuan global tentang halal. Advokasi diperlukan untuk mendidik konsumen bahwa obat halal memiliki kualitas yang sama bahkan lebih tinggi daripada obat non-halal. Perlu branding halal pada konsumen muslim maupun non-muslim tentang obat halal sebagai produk yang sehat. Branding dapat dilakukan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat oleh kalangan akademisi, melalui media massa, serta dengan cara lain yang bisa diakses oleh masyarakat secara luas.

Mulai 17 Oktober 2019, semua produk yang beredar di Indonesia wajib bersertifikat halal sesuai dengan undang-undang nomor 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Produk farmasi seperti obat-obatan akan dilakukan secara bertahap selama kurun waktu tertentu, karena beberapa pihak beranggapan bahwa industri farmasi belum siap menjalankan sertifikasi halal mengingat sebagian bahan baku masih impor. Untuk kedepannya, obat halal akan menjadi prioritas dalam pengobatan karena adanya kewajiban sertifikasi halal.

Kehalalan obat juga ditentukan oleh Apoteker sebagai tenaga profesional yang kompeten terkait produk kefarmasian. Peran apoteker baik yang berpraktik di industi farmasi maupun yang berpraktik di pelayanan menjadi harapan besar masyarakat untuk menjamin tersedianya obat halal. Untuk  apoteker yang menjalankan praktik di Industri farmasi, mereka menyeleksi dan menyiapkan bahan baku obat, melaksanakan proses produksi, menjamin kualitas dan memastikan bahwa obat yang diproduksi memenuhi persyaratan sesuai standar yang berlaku termasuk kehalalannya.

Dilakukan penelitian terhadap terhadap 206 Apoteker industri farmasi di Indonesia didapatkan hasil sebagaimana berikut. Pengetahuan apoteker mengenai sertifikasi halal obat dengan kategore rendah sebanyak 48,5 persen selebihnya adalah sedang sebanyak 43,2% dan tinggi sebanyak 8,3%. Sementara apoteker yang menyatakan tidak setuju dengan sertifikasi halal obat hanya 9.22 %, selebihnya sebanyak 90,78%  yang menyatakan setuju dan sangat setuju. Apoteker yang menyatakan belum siap produksi dan sertifikasi halal obat hanya 4,85%.  Sementara yang menyatakan siap dan sangat siap sebanyak 95.15%. ini sebagai konsekwensi dari peraturan perundangan yang berlaku semua industri memang harus menyiapkan diri untuk melakukan sertifikasi dan memproduksi obat yang halal.

Penulis: Abdul Rahem, Mustofa Helmi Effendi, Hayyun Durrotul Faridah

Judul artikel:  Analysis of pharmacists’ knowledge and attitude in the pharmaceutical industry of halal certification and their readiness to produce halal medicine

Link artikel : https://pharmacyeducation.fip.org/pharmacyeducation/article/view/1392

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp