Minim Perhatian, Webinar Himapar FV UNAIR Tekankan Pentingnya Pariwisata Ramah Difabel

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Sesi penyampaian materi pada webinar Pengembangan Pariwisata Ramah Difabel di Indonesia. (Foto: dokumen pribadi)

UNAIR NEWS – Melakukan perjalanan wisata adalah hak setiap orang, termasuk para penyandang disabilitas. Namun terkadang sarana dan prasarana yang ada kurang mendukung mereka. Sehingga kemudian ada keterbatasan tersendiri bagi mereka untuk datang ke tempat-tempat wisata.

Berangkat dari keadaan tersebut, Himpunan Mahasiswa Pariwisata Fakultas Vokasi Universitas Airlangga (Himapar FV UNAIR), menggelar webinar bertemakan Pengembangan Pariwisata Ramah Difabel di Indonesia. Acara berlangsung pada Sabtu (18/12/2021).

Upik Dyah Eka Noviyanti, S.Ant., M.A selaku salah satu pembicara mengatakan, bahwa peraturan pariwisata bagi penyandang disabilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009. “Dalam undang-undang tersebut disebutkan bahwa negara telah menjamin hak berwisata bagi semua orang, termasuk difabel. Maka dari itu, penyedia layanan wisata perlu menekankan aspek kenyamanan dan keterjangkauan bagi wisatawan difabel,” tuturnya.

Dosen Program Studi Diploma III Kepariwisataan UNAIR tersebut mengatakan, bahwa selama ini konsep pariwisata belum memikirkan kebutuhan penyandang disabilitas. “Jadi memang masih dirancang untuk orang “normal,” imbuhnya. Hal itu sangat disayangkan, karena mengingat jumlah penyandang disabilitas terbilang tinggi.

Mengutip dari data Suara Pembaharuan pada tahun 2018 yang dihimpun dari World Health Organization (WHO), jumlah penyandang disabilitas mencapai 10% dari total penduduk. Artinya, ada total 22 juta orang yang berstatus sebagai penyandang disabilitas.

“Tingginya angka tersebut, maka sudah seharusnya hal ini menjadi perhatian. Saya berharap agar ke depan dapat ada pasar khusus (specific market) dengan target segmentasi yakni para penyandang disabilitas tersebut. Karena seperti apa yang telah tercantum di undang-undang tadi, bahwa berwisata adalah hak semua orang termasuk penyandang disabilitas,” terang Upik.

Terakhir, Upik juga menyebut bahwa ada dua konsep dalam pengembangan pariwisata ramah difabel. Keduanya yakni accessible tourism dan barrier free tourism.

“Poin yang perlu ditegaskan pada accessible tourism yakni pariwisata yang mudah diakses dan memudahkan mobilitas dari penyandang disabilitas ini. Kemudahan tersebut termasuk dalam berbagai aspek, yakni penglihatan, pendengaran, dan pengetahuan. Harus mendukung kemandirian mereka dan universal,” terang Upik.

Terkait dengan barrier free tourism, adalah konsep yang bertujuan memberikan fasilitas dan layanan kepada wisatawan. “Hal itu dapat diberikan kepada seluruh wisatawan tanpa terkecuali. Artinya, bisa untuk melayani wisatawan “normal” dan penyandang disabilitas,” tutupnya. 

Sementara itu, Azzura Kaulika Herawanto sebagai pembicara lainnya menuturkan pentingnya pemilik wisata memperhatikan para penyandang disabilitas. “Hal itu agar tren pariwisata menjadi meningkat dan kunjungan bertambah,” ungkap Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Pariwisata Indonesia periode X tersebut.

Penulis: Fauzia Gadis Widyanti

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp