Mengupas Tuntas RUU TPKS Bersama Komnas Perempuan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani saat memberikan paparan. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Komisioner Komnas Perempuan Tiasri Wiandani diundang untuk kedua kalinya oleh Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR. Kali ini, dalam babak kedua rangkaian Webinar Hari HAM Internasional yang digelar pada Sabtu pagi (11/12/2021). Disitu, ia memaparkan terkait RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), bentuk baru dari RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang tak kunjung didok oleh DPR.

Membludaknya jumlah Kekerasan terhadap Perempuan (KTP) sampai 800% dalam 12 tahun terakhir, menjadi acuan bagi Tiasri bahwa eradikasi KTP merupakan suatu tantangan besar. Perspektif hak perempuan masih minim implikasinya dalam kinerja lembaga negara dan aktor-aktor kunci masyarakat. Sekalipun Indonesia telah meratifikasi Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sejak era Orde Baru, pemahaman terkait prinsip-prinsipnya masih minim. Tiasri menambahkan bahwa hal ini diperburuk dengan menguatnya paham fundamentalisme dan konservatisme.

“Respon penganut paham ini dapat dilihat dari penolakan kerasnya terhadap RUU PKS dan Permendikbud PPKS kemarin. Dianggap bahwa peraturan tersebut akan melegalkan seks bebas. Padahal itu tidak pada konteksnya, nggak mungkin lah Menteri membuat peraturan dengan semangat legalisasi zina,” ujar aktivis buruh itu.

Tiasri menegaskan bahwa kondisi penanganan kekerasan seksual di Indonesia masih dihalangi oleh banyak keterbatasan hukum, serta budaya yang jarang berpihak terhadap korban seperti victim blaming oleh APH dan kekerasan seksual dianggap sebagai aib. Problematika seperti inilah yang ingin dijawab oleh RUU TPKS.

Beberapa kemajuan yang dicatatkan oleh Tiasri dalam RUU TPKS adalah adanya pengaturan pidana khusus terkait kekerasan seksual. Perspektif korban sudah mulai diejawantahkan, melalui model pembuktian dan hak atas restitusi, serta pendampingan korban dan saksi. Tiasri juga menyinggung terkait dimasukkannya pencegahan dan partisipasi masyarakat terkait penghapusan kekerasan seksual.

“Namun RUU ini juga patut diberikan catatan kritis, mengingat ia adalah produk perampingan dari RUU PKS. Elemen pencegahan kekerasan seksual dan penegasan perlindungan korban harus diperkuat lagi. Model Kekerasan Berbasis Gender Siber (KBGS) juga harus mulai dirumuskan karena Komnas Perempuan sering menemui jenis KTP seperti itu,” tutur komisioner itu.

Webinar tersebut digelar dalam rangka memperingati Hari HAM Internasional. Beberapa narasumber lainnya yang diundang dalam kegiatan tersebut adalah Sulfikar Amir dan perwakilan dari Indonesian Criminal Justice Reform (ICJR).

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp