Enkapsulasi Perjuangan Masyarakat Adat Laman Kinipan Melawan Korporasi Sawit

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
epala Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rakhma Mary Herwati diundang menjadi narasumber dalam Webinar Hari HAM Internasional. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Kepala Bidang Manajemen Pengetahuan YLBHI Siti Rakhma Mary Herwati diundang menjadi narasumber dalam Webinar Hari HAM Internasional yang digelar oleh Amnesty International Indonesia Chapter UNAIR. Materi yang ia dipaparkan adalah terkait perjuangan masyarakat adat Laman Kinipan yang tanah adatnya dirampas untuk perkebunan sawit. Digelar pada Jumat (10/12/2021), webinar ini digelar dalam rangka memperingati Hari HAM Internasional yang jatuh pada hari yang sama.

Laman Kinipan bertempat di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Rakhma, sapaan akrabnya, menuturkan bahwa masyarakat tersebut memiliki hutan adat dengan luas sekitar 16 ribu hektar. Sudah muncul wacana sejak tahun 2004 bahwa beberapa wilayah adatnya akan diubah menjadi perkebunan sawit, dan telah ditentang keras oleh masyarakat.

“Namun sejak 2012, Bupati Lamandau telah mulai mengeluarkan berbagai izin kepada PT. Sawit Mandiri Lestari (SML). Korporasi sawit itu telah mengantongi izin seperti izin lokasi, izin lingkungan, izin usaha perkebunan, surat persetujuan pembukaan lahan, dan Hak Guna Usaha (HGU). Semua pengeluaran dokumen itu dilakukan secara sepihak, tanpa konsen dari masyarakat Laman Kinipan,” ujar lektor STIH Jentera itu.

Dalam HGU tersebut, sekitar dua ribu hektar hutan adat Laman Kinipan berada didalamnya. Rakhma mencatatkan bahwa hingga saat ini, telah terdapat tiga ribu hektar hutan adat yang telah dirusak oleh PT. SML. Hal tersebut telah merentankan masyarakat adat tersebut pada berbagai dampak lingkungan, seperti banjir sebulan dua kali dan matinya ikan-ikan karena sungai tercemar pupuk dari perkebunan sawit.

“Belum lagi kita menyinggung kriminalisasi Effendi Buhing selaku Ketua Komunitas Adat Laman Kinipan. Video penangkapannya viral dimana ia diseret oleh aparat kepolisian yang lengkap dengan senjata. Pak Effendi merupakan figur yang vokal mengkritik pencaplokan tanah adatnya oleh PT. SML. Namun ia mendapat konsekuensi dengan ditetapkan sebagai tersangka pencurian gergaji mesin PT. SML,” ujar mantan Direktur LBH Semarang itu.

Rakhma menegaskan padahal sejatinya, masyarakat adat memiliki banyak sekali hak-hak eksklusif yang harus dihormati oleh pemerintah dan korporasi. Dalam Declaration on the Rights of Indigenous Peoples (UNDRIP), Rakhma mengatakan bahwa masyarakat adat memiliki hak otonomi untuk mengurusi dan memperkuat lembaga politik, hukum, ekonomi, dan sosial budayanya sendiri. Namun otonomi tersebut tidak menegasikan hak mereka untuk berpartisipasi dalam pemerintahan negara. 

“Hal ini berarti bahwa wilayah adat tidak boleh direlokasi secara paksa tanpa persetujuan mereka. Namun nyatanya apabila menilik kasus Laman Kinipan, hak-hak seperti ini masih minim sekali pengakuannya dan penegakannya dalam hukum Indonesia,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp