Toksisitas Larvasida dan Inklusi Paraspora dari Bacillus thuringiensis BK5.2 Lokal Melawan Aedes aegypti

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh Fine Art America

Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor yang menularkan berbagai penyakit seperti demam berdarah dengue (DBD), demam kuning, ensefalitis virus, filariasis, dan Zika. Penyakit tersebut masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius di dunia, termasuk Indonesia. WHO memperkirakan pertahunnya terjadi 500.000 kasus DHF dan 22.000 kematian yang sebagian besar terjadi pada anak-anak. Bahkan berdasarkan data Kementerian Kesehatan, hingga 14 Juni 2021 tercatat total kasus DBD di Indonesia mencapai 16.320 kasus. Jumlah ini meningkat sebanyak 6.417 kasus jika dibandingkan total kasus DBD pada 30 Mei yang hanya 9.903 kasus. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut seperti melakukan pengendalian populasi vektor Aedes aegypti menggunakan kontrol kimia pada daerah endemis, namun hal tersebut terbukti menimbulkan banyak dampak negatif seperti resistensi pada serangga sasaran, membunuh serangga non target, dan dampak negatif lainnya pada lingkungan. Sehingga, diperlukan alternatif lain yang lebih efektif dan ramah lngkungan.

Penggunaan bioinsektisida dapat menjadi solusi dari permasalahan tersebut. Bioinsektisida merupakan cara pengendalian biologi menggunakan mikroorganisme dan makroorganisme dengan keungggulan lebih ramah lingkungan dan tidak meninggalkan residu yang berbahaya bagi tanaman, manusia, maupun lingkungan. Beberapa peneliti telah mengembangkan penggunaan mikroorganisme salah satunya bakteri sebagai agen pengendali hayati terhadap larva nyamuk, contohnya bakteri entomopatogen seperti Bacillus. Bakteri diketahui merupakan mikroorganisme yang memiliki banyak manfaat baik dalam bidang lingkungan maupun kesehatan. Dalam pengembangan bioinsektisida, telah dilaporkan bahwa strain Bacillus thuringiensis diketahui memiliki toksisitas larvasida terhadap Anopheles gambiens yang merupakan vektor penyakit malaria. Selain itu, dilaporkan juga penggunaan Bacillus sphaericus sebagai bioinsektisida untuk pengendalian nyamuk malaria Anopheles aconitus dari Pulau Lombok.

Dalam peneltian ini dilakukan pengembangan terahadap agen pengendali vaktor larva nyamuk Aedes aegypti menggunakan strain lokal Bacillus thuringiensis BK5.2. Isolat bakteri Bacillus thuringiensis BK5.2 yang digunakan adalah isolat yang diisolasi dari tanah Taman Nasional Baluran, Jawa Timur, Indonesia. Sedangkan A. aegypti yang digunakan adalah larva instar III. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan uji toksisitas larvacidal dan inklusi parasporal dari strain lokal Bacillus thuringiensis BK5.2. Untuk mengetahui kekuatan dan kecepatan toksisitas B. thuringiensis BK5.2 terhadap larva A. aegypti dilakukan penentuan konsentrasi letal (LC) dan waktu letal (LT).

Berdasarkan hasil uji ditemukan bahwa B. thuringiensis BK5.2 menunjukkan toksisitas tinggi terhadap larva instar ketiga dari A. aegypti. Hal ini dikarenakan B. thuringiensis mampu mensintesis inklusi kristal paraspora selama sporulasi dan menghasilkan protein δ-endotoksin. yang telah terbukti sangat efektif dalam mengendalikan vektor demam berdarah dan malaria. Selain itu, keberhasilan penggunaan B. thuringiensis BK5.2 sebagai pengendali vektor nyamuk A. aegypti juga dapat dilihat dari morfologis larva yang telah mati. Berdasarkan penampakan morfologis larva A. aegypti yang telah mati menunjukkan adanya kerusakan pada bagian abdomen dan toraks. Hal ini terjadi karena pada saluran pencernaan larva mengandung enzim protease yang juga mengaktifkan toksin dari B. thuringiensis BK5.2. Toksin yang aktif kemudian akan mengikat ke reseptor spesifik pada membran usus larva, mengakibatkan pembentukan pori-pori dan menyebabkan lisis sel epitel usus larva. Kondisi ini dapat mengganggu cairan permeabilitas sehingga sel menjadi bengkak dan kemudian pecah dan mengakibatkan kematian pada larva. Pada hasil deteksi melalui TEM dan SEM telah ditemukan keberadaan kristal inklusi paraspora berbentuk kuboid. Hal ini mengindikasikan bahwa kematian larva A. aegypti berhubungan dengan adanya pelepasan kristal inklusi paraspora oleh B. thuringiensis. Dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa B. thuringiensis strain BK5.2 memiliki potensi yang menjanjikan sebagai agen pengendali A. aegypti yang merupakan vektor DBD. Namun, beberapa pakar peneliti merekomendasikan bahwa B. thuringiensis strain BK5.2 masih membutuhkan penelitian pengembangan lebih lanjut, jika diarahkan sebagai biolarvisida terhadap A. aegypti vektor DBD. Hal ini juga dikarenakan penelitian terkait penggunaan Bacillus thuringiensis sebagai biolarvisida terhadap A. aegypti masih jarang dilakukan.

Penulis: Salamun, Drs., M.Kes

Link Jurnal: https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0472

Salamun, Ni’matuzahroh, Fauzi, A., & Praduwana, S. N. (2021). Larvicidal toxicity and parasporal inclusion of native Bacillus thuringiensis BK5. 2 against Aedes aegypti. Journal of Basic and Clinical Physiology and Pharmacology32(4), 379-384.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp