Sensor Larik Gas untuk Deteksi Dini Kualitas Daging Ayam

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh smina.com.mt

Daging ayam merupakan salah satu penyumbang terbesar protein hewani asal ternak dan merupakan komoditas unggulan. Daging unggas lebih diminati oleh konsumen karena mudah dicerna dan dapat diterima oleh mayoritas orang dan relatif memiliki harga yang terjangkau. Kondisi penjualan yang kurang higienis terutama pada pasar tradisional dapat menyebabkan daging ayam terkontaminasi oleh mikroorganisme baik yang bersifat patogen maupun non patogen.

Electronic nose adalah seperangkat sensor yang digunakan untuk mengumpulkan informasi tentang objek yang diuji berdasarkan aromanya. Dalam aplikasinya, e-nose  menggunakan beberapa sensor  yang memiliki sensitivitas berbeda-beda terhadap berbagai macam gas. Semakin banyak jumlah sensor yang digunakan, maka kepekaan sistem terhadap berbagai macam bau lebih tinggi. Cara kerja hidung elektronik meniru sistem penginderaan penciuman manusia. Respon kimiawi sensor yang terukur sebagai perubahan pada suatu parameter fisik (konduktivitas). Data analog dari sensor akan diubah menjadi data digital oleh analog to digital converter untuk dikonversi menjadi tegangan selanjutnya diolah oleh mesin pengenalan pola. Tahapan ini fungsinya hampir sama dengan lapisan vesikel pada indera penciuman manusia. Tahap akhir adalah pemrosesan oleh sistem pengenalan pola, untuk mengklasifikasi dan identifikasi sampel yang tidak diketahui jenisnya. Fungsi bagian ini sama dengan fungsi pusat penciuman di otak.

Gas amonia merupakan salah satu indikator dari bau yang dideteksi sebagai akibat kerusakan daging ayam, gas ini umumnya dihasilkan oleh bakteri. Total volatile basic nitrogen berfungsi sebagai indikator yang menunjukkan jumlah senyawa yang mengandung volatile nitrogen dalam bahan pakan. Kerusakan daging ditandai dengan adanya bau amis, anyir yang diikuti oleh terbentuknya lendir lengket pada permukaan daging yang disebabkan oleh produksi dekstran, eksopolisakarida atau banyaknya sel mikroba yang tumbuh. Perubahan warna pada daging ayam ini disebabkan oleh hidrogen sulfida yang dihasilkan selama pembusukan mikroba daging unggas. Ketika protein daging ayam mengalamai kerusakan, maka produksi alkohol, keton, dan hidrokarbon meningkat secara signifikan seiring pembusukan karena produksi karbon monoksida dan nitrogen pada daging ayam.

Hasil penelitian menunjukkan sensor larik gas MQ2, MQ3, MQ7, MQ8, MQ135, MQ136 mampu mendeteksi bau daging ayam akibat kontaminasi Escherichia coli berdasarkan masa simpan. Hasil klasifikasi dengan metode random forrest menunjukkan akurasi 99% dan presisi 98%, sedangkan dengan support vector machines menunjukkan akurasi 98% dan presisi 86%.

Penulis: Suryani Dyah Astuti

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2590137021000194

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp