Profil Faktor Risiko Reaksi Kusta Tipe 1

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Wellcome Collection

Reaksi kusta tipe 1 merupakan suatu reaksi delayed hypersensitivity yang disebabkan karena peningkatan respons imunitas seluler terhadap antigen Mycobacterium leprae pada kulit dan saraf pasien kusta dengan hasil berupa reversal. Manifestasi klinis reaksi tipe 1 berupa inflamasi yang dapat menimbulkan lesi kulit dan saraf, edema hingga kecacatan permanen. Reaksi kusta tipe 1 lebih sering terjadi pada tipe kusta borderline yang memiliki imunitas tidak stabil.  

Angka kejadian reaksi kusta tipe 1 beragam di berbagai negara. Dilaporkan sebanyak 26% (42 dari 162) pasien kusta di Brazil mengalami reaksi tipe 1 setelah pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) selama 2 tahun. Reaksi kusta tipe 1 terjadi pada 30% (116 dari 386) pasien dengan kusta tipe borderline di Nepal, sedangkan di India sebanyak 19,8% (60 dari 303 pasien) dan di Vietnam 29,1% (98 dari 337 pasien) (Kahawita, 2019). Studi epidemiologi dengan metode retrospektif yang dilakukan di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surabaya dalam rentang 2010-2013 dilaporkan pasien kusta mengalami reaksi tipe 1 sebanyak 19,7% (23 dari 117 pasien).

Penelitian deskriptif ini bertujuan untuk mengetahui gambaran demografi dan profil klinis reaksi kusta tipe 1 pada penderita kusta, khususnya pasien yang dirawat di Bagian Kusta Klinik Rawat Jalan Dermatologi dan Kelamin RSUP Dr. Soetomo Tahun 2017–2019, dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari rekam medis.

Diskusi

Terdapat 364 kasus kusta yang ditangani di RSUD Dr. Soetomo antara Januari 2017 hingga Desember 2019. Dari 364 kasus, 17,9% di antaranya terdiagnosis reaksi kusta tipe 1. Sebagian besar pasien berada pada usia produktif yaitu 35-55 tahun (56,9%). berjenis kelamin laki-laki (75,4%), memiliki status gizi normal (98,5%), dan memiliki indeks bakteri negatif (72,3%). Jenis kusta terbanyak adalah BB (61,6%) dan BL (20,8%). Semua pasien menggunakan rejimen terapi MB (100%). Studi retrospektif ini menemukan 364 kasus kusta yang ditangani di RSUD Dr. Soetomo sejak Januari 2017 hingga Desember 2019. Dari kasus tersebut, 17,9% (65 kasus) tercatat mengalami reaksi kusta tipe 1.

Distribusi usia adalah 35-55 tahun (56,9%), usia produktif. Hal ini mirip dengan penelitian sebelumnya, yang melaporkan bahwa sebagian besar pasien reaksi kusta tipe 1 berusia 30-60 tahun. Usia merupakan faktor risiko independen untuk kejadian reaksi tipe 1 yang lebih mungkin dialami oleh pasien berusia di atas 20 tahun. Ada alasan mengapa reaksi kusta tipe 1 sering terjadi pada pasien dewasa. Reaksi kusta tipe 1 terutama disebabkan oleh tingkat Th1 yang tinggi, respon imun yang lebih umum pada orang dewasa. Juga, orang dewasa memiliki lebih banyak sel T memori, menyebabkan reaksi silang antigen sekunder dari infeksi Mycobacterium selain M. leprae, misalnya Mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar penderita kusta adalah laki-laki (75,4%), hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya. Terdapat alasan mengapa sebagian besar penderita kusta adalah laki-laki antara lain stres yang berhubungan dengan respon imun dan respon non spesifik terhadap proliferasi limfosit, munculnya sel T, antigen spesifik, aktivasi makrofag, perubahan keseimbangan Th1 dan Th2, dan pelepasan sitokin seperti IL-6s.9, 16 Respon imun tersebut dapat memicu reaksi kusta tipe 1.

Sebagian besar pasien (98,5%) memiliki status gizi normal. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan bahwa pasien dengan reaksi kusta tipe 1 lebih cenderung kekurangan gizi.17 Dilaporkan bahwa pasien kusta menderita stres oksidatif yang parah karena kekurangan gizi dan kekebalan yang buruk. Kekurangan nutrisi dapat menyebabkan kerusakan pada pertahanan tubuh dan penekanan kekebalan tubuh. Beberapa mikronutrien penting untuk menjaga pertahanan dan fungsi kekebalan tubuh, seperti respon imun dan produksi antibodi. Perbedaan ini dipengaruhi oleh kurangnya penelitian terkait pendataan status gizi di poliklinik rawat jalan Dr. Soetomo, Surabaya . Data status gizi diperoleh dari pengukuran tinggi dan berat badan pasien. Namun, beberapa catatan medis tidak menyebutkan tinggi dan berat badan pasien.

Sebagian besar pasien memiliki indeks bakteri negatif (72,3%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang melaporkan insiden yang lebih tinggi dari indeks bakteri negatif pada pasien dengan reaksi kusta tipe 1. Jenis kusta terbanyak adalah BB (61,6%) dan BL (20,8%). Ini mirip dengan penelitian sebelumnya. Antunes dkk pada tahun 2013 melaporkan bahwa 68,5% pasien dengan reaksi kusta tipe 1 memiliki tipe BL. Semua pasien (100%) mengambil rejimen terapi MB. Sebagai kesimpulan, ada total 65 pasien (17,9%) yang didiagnosis dengan reaksi kusta tipe 1. Distribusi usia adalah 35-55 tahun (56,9%), usia produktif. Pasien didominasi oleh laki-laki (75,4%), dan status gizinya normal (98,5%) dengan indeks bakteri negatif (72,3%). Jenis kusta terbanyak adalah BB (61,6%) dan BL (20,8%). Semua pasien menggunakan rejimen terapi MB (100%).

Penulis: Dr.M.Yulianto Listiawan,dr.,Sp.KK(K)

Informasi detail dari artikel ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/26970

The Profile of Type 1 Leprosy Reaction at Leprosy Division of Dermatology and Venerology Outpatient Clinic of Dr. Soetomo General Academic Hospital, Surabaya, Indonesia

Brigita Ika Rosdiana, Linda Astari, Astindari , Cita Rosita Sigit Prakoeswa , Iskandar Zulkarnain, Damayanti, Budi Utomo, M. Yulianto Listiawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp