Kelimpahan Holothuria atra Terkait dengan Kerapatan Lamun

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh reefguide.org

Terletak sekitar 90 km barat laut lepas pantai utara Kabupaten Jepara di Provinsi Jawa Tengah, Indonesia, Kepulauan Karimunjawa terdiri dari banyak pulau dan ekosistem terumbu karang dan lamun yang tersebar luas. Taman Nasional Karimunjawa (TNK), cagar alam yang memiliki ekosistem asli dan kekayaan terumbu karang, lamun, dan mangrove yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa. Pada tahun 2001, seluruh perairan laut TNK ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut dengan Keputusan Menteri Kehutanan No.74/Kpts-II/2001 (KNPA, 2014; Campbell et al., 2013). Kawasan TNK dibagi menjadi sembilan zona yang memiliki fungsi dan peruntukan berbeda, yaitu zona inti (444,63 ha), hutan (1.451,77 ha), perlindungan laut (2.599,77 ha), pemanfaatan lahan (55,99 ha), pemanfaatan wisata bahari (2.733,74 ha), budidaya laut (1.370,73 ha), religi, budaya, dan sejarah (0,86 ha), rehabilitasi (68,33 ha), dan zona perikanan tradisional (102,899,25 ha) (Yuliana et al., 2016).

Kepulauan Karimunjawa memiliki sumber daya alam keanekaragaman hayati yang tinggi dari darat hingga perairan yang perlu dijaga dan dimanfaatkan secara lestari dan bijaksana (BTNKJ, 2018). Ada tiga ekosistem penting untuk menjaga keseimbangan di wilayah pesisir, yaitu ekosistem lamun, mangrove, dan terumbu karang. Sebagai salah satu ekosistem penting, padang lamun memiliki produktivitas primer sebagai tumbuhan autotrofik yang mengikat karbon dioksida menjadi energi dalam rantai makanan yang akan dimakan oleh hewan herbivora dan melalui dekomposisi sebagai serasah, juga berperan dalam daur ulang nutrisi, seperti sumber makanan yang mengandung nutrisi, sebagai tempat berlindung dari predator (Kawaroe et al., 2016). Banyak biota laut yang berasosiasi

Berkaitan dengan ekosistem ini, salah satunya adalah teripang yang memanfaatkan padang lamun sebagai tempat berlindung, memijah dan mencari makan. Teripang lebih menyukai habitat dengan substrat berpasir halus yang ditumbuhi tanaman pelindung, seperti lamun (Tanita dan Yamada, 2019). Keberadaan teripang di alam dipengaruhi oleh ketersediaannya makanan. H. atra dapat ditemukan di daerah yang mengandung bahan organik dari organisme mikrofitobentik (Hartati et al., 2020b). Secara ekologis, teripang memiliki peran penting sebagai deposit feeder yang dapat mengolah substrat di lingkungannya dan menyediakan makanan berupa telur, larva dan juvenil untuk biota laut lainnya.

H. atra yang biasa dikenal dengan teripang hitam, merupakan salah satu teripang yang paling melimpah dan tersebar luas di sebagian besar wilayah Indo-Pasifik (Conand, 2008) serta di Indonesia, khususnya di Kepulauan Karimunjawa (Purwanti et al., 2010; Mustagpirin dan Hartati, 2016). Mereka mendiami berbagai kedalaman dan berbagai macam habitat mulai dari terumbu berbatu hingga dataran lumpur (Conand, 2008; Purcell et al., 2009). Sebelum eksploitasi teripang bernilai tinggi, tetapi baru-baru ini bergeser ke spesies bernilai rendah (Anderson et al., 2011), seperti H. atra (Purwanti et al., 2010; Hartati et al., 2019).

H. atra lebih suka hidup di padang lamun pesisir, substrat keras dan lunak terumbu karang seperti yang telah dilaporkan sebelumnya oleh Dissanayake dan Stefansson (2012); Setyastuti (2014), Asha dkk. (2015) dan Hartati dkk. (2017). Sebagai deposit feeder, H. atra memakan detritus, sisa makanan, dan alga di substrat (Hartati et al., 2017; 2020a, b). Mereka juga menelan butiran, mencerna nutrisi, dan kemudian mengeluarkan dan pelet baik di siang dan malam hari. Hartati et al., (2020b) menemukan bahwa di Pulau Panjang, Jepara, H. atra memiliki efisiensi dalam mencari makan dengan memanfaatkan kandungan TOM (total organic matter) yang tinggi dan kelimpahan organisme mikrofitobentik yang tinggi yang terkait dengan habitat mikro alaminya dengan cakupan lamun yang berbeda. Buckius dkk. (2010) juga menekankan bahwa TNK memiliki kemampuan untuk mempertahankan kelimpahan teripang yang lebih tinggi. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kelimpahan H. atra dengan kerapatan lamun di perairan Karimunjawa dan Pulau Sintok yang berbeda di Taman Nasional Karimunjawa.

Transek kuadran 50×50 cm2 diterapkan untuk mengamati jenis lamun, kerapatan dan tutupan serta untuk menentukan kelimpahan H. atra di lokasi yang berbeda dengan lamun padat, sedang, rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada lokasi penelitian terdapat kondisi tutupan lamun sedang, dimana di perairan Pancuran ditemukan persentase tutupan yang lebih banyak dibandingkan lokasi lainnya. Selain itu terdapat lebih (8) jenis lamun yaitu Enhalusacoroides, Thalassia hemprichii, Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, dan Syringodium isoetifolium sedangkan di Perairan Alang-Alang dan Sintok hanya ditemukan lima jenis. Berdasarkan kerapatan lamun, semakin rapat lamun maka semakin banyak pula H. atra. Sehingga di Taman Nasional Karimunjawa, kelimpahan H. atra ditemukan memiliki hubungan kuat hingga sangat kuat dengan kerapatan lamun yang menunjukkan pentingnya sebagai habitat sekaligus sumber makanan bagi populasi H. atra.

Ditulis oleh : Agoes Soegianto dkk.

Telah terbit di jurnal: ECOLOGY, ENVIRONMENT & CONSEERVATION 27 (2) : 2021; pp. (555-562)

Website: http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=11426&iid=331&jid=3

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp