Melihat Fenomena Disparitas Pembangunan Ekonomi Antar Wilayah di Jawa Timur dari Perspektif Kebijakan Fiskal

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Republika Online

Meskipun Indonesia telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang relatif cukup tinggi dan stabil dalam beberapa dekade terakhir, disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah masih menjadi sebuah permasalahan yang cukup serius. Kondisi ini salah satunya disebabkan oleh persebaran penduduk, sumber daya alam, dan aktifitas ekonomi yang tidak merata antar wilayah serta adanya dampak jangka panjang dari sistem pembangunan wilayah yang terpusat dan terfokus pada Jawa (Java-centrist) sebelum diberlakukannya sistem desentralisasi di tahun 2001.

Pada tingkat regional, provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi namun juga menghadapi permasalahan disparitas pembangunan ekonomi antar wilayah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), provinsi ini berkontribusi sekitar 15 persen terhadap perekonomian nasional di tahun 2019. Selain itu, provinsi ini juga memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional untuk satu dekade terakhir. Misalnya, pada tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 6,68 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 6,22 persen. Pada tahun 2019, pertumbuhan ekonomi Jawa Timur juga mencapai angka 5,52 persen, juga lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,02 persen. Namun demikian, disparitas pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh indikator Indeks Gini menunjukkan angka yang relatif tinggi yaitu sebesar 0,415 pada tahun 2015 dan 2017, tertinggi sejak tahun 2012. Artinya, terjadi ketimpangan distribusi pendapatan yang cukup tinggi di wilayah ini.

Salah satu kebijakan yang dapat digunakan mengurangi ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah adalah melalui kebijakan fiskal. Pengeluaran pemerintah di sektor strategis seperti sektor modal fisik dan sektor pembangunan manusia (pendidikan dan kesehatan) dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Pengeluaran pemerintah untuk modal fisik merupakan sumber penyediaan infrastruktur publik di suatu daerah. Ketersediaan infrastruktur publik yang memadai mendorong peningkatan akses pasar, penurunan biaya unit produksi dan peningkatan investasi swasta, yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah menjadi lebih tinggi.

Demikian pula, pengeluaran pemerintah untuk sumber daya manusia seperti sektor pendidikan dan kesehatan juga berkontribusi pada pembentukan sumber daya manusia (human capital development), peningkatan produktivitas angkatan kerja, yang juga berujung pada pertumbuhan ekonomi suatu wilayah yang lebih tinggi. Oleh karena itu, wilayah yang tertinggal pembangunan ekonomi-nya diharapkan dapat meningkatkan belanja pemerintahnya di sektor modal fisik dan modal manusia agar dapat mengejar ketertinggalannya sehingga disparitas pembangunan antar wilayah menjadi berkurang.

Studi tentang disparitas ekonomi dilihat dari perspektif kebijakan fiskal dilakukan oleh Solihin et.al (2001) yaitu “Do Government Policies Drive Economic Growth Covergence? Evidence from East Java Indonesia”. Studi tersebut melihat pola atau kecenderungan dari ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur dan bagaimana kebijakan fiskal dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah tersebut. Dengan menggunakan data tingkat kabupaten/kota selama periode waktu 2010 hingga 2019, studi tersebut menemukan fakta bahwa tidak ada kecenderungan penurunan ketimpangan pembangunan ekonomi antar kabupaten/kota selama periode observasi. Artinya, kabupaten/kota yang ekonominya cukup maju terus mengalami pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota yang ekonominya tertinggal. Akibatnya, kabupaten/kota yang kaya di Jawa Timur menjadi semakin kaya, sementara kabupaten/kota yang tertinggal menjadi tetap atau semakin tertinggal.

Studi tersebut juga menemukan adanya efek limpahan (multiplier effect) dari pengeluaran pemerintah di sektor modal fisik dan sektor pendidikan. Artinya, pengeluaran pemerintah di sektor modal fisik dan sektor pendidikan dari satu wilayah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, namun juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten/kota di sekelilingnya sehingga berdampak pada dinamika ketimpangan pembangunan antar wilayah di Jawa Timur.

Secara lebih spesifik, studi tersebut menemukan semakin tinggi pengeluaran pemerintah suatu kabupaten/kota di sektor pendidikan ternyata dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi wilayah kabupaten/kota disekitarnya. Hal ini dapat dijelaskan melalui mekanisme migrasi penduduk terdidik dari satu kabupaten/kota ke kabupaten/kota lain. Ketika pemerintah suatu kabupaten meningkatkan pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dengan memperluas akses pendidikan masyarakatnya namun tidak dibarengi dengan penyediaan lapangan kerja yang cukup di kabupaten tersebut, maka penduduk yang telah menikmati perluasan akses pendidikan tadi akan melakukan migrasi ke wilayah dengan peluang kerja yang lebih baik. Oleh karena itu, manfaat peningkatan pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dalam bentuk perluasan akses pendidikan suatu kabupaten justru dinikmati manfaatnya oleh kabupaten atau wilayah lain.

Hal yang sama juga terjadi pada pengeluaran sektor modal fisik. Semakin tinggi pengeluaran pemerintah suatu kabupaten di sektor modal fisik justru dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi wilayah atau kabupaten lain. Artinya, pembangunan fisik di suatu kabupaten/kota dapat memindahkan faktor produksi seperti tenaga kerja dan modal dari wilayah lain menuju kabupaten/kota yang melakukan pembangunan fisik tersebut. Adanya temuan efek limpahan (multiplier effect) dari pengeluaran pemerintah di sektor pendidikan dan modal fisik ini menunjukkan peran penting kebijakan fiskal dalam mempengaruhi dinamika ketimpangan pembangunan antar wilayah. Implikasinya, diperlukan koordinasi pembangunan antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang lebih baik lagi agar ketimpangan pembangunan antar wilayah dapat diturunkan.

Penulis: Dr. Achmad Solihin, S.E., M.Si.

Link Jurnal: https://www.informahealthcare.com/doi/full/10.1080/23322039.2021.1992875

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp