Opini Entrepreneurship Sosial

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh khilonewala.in

Konsep social enteprenuer sebenarnya telah muncul di Indonesia dalam beberapa waktu dekat ini. Salah satu upaya untuk mengidentifikasi di perusahaan sosial dalam konteks lokal atau skala nasional adalah dengan pembentukan sebuah komunitas yang disebut Ikatan Usaha Sosial Indonesia pada tahun. Pada akhir tahun 2018-2019 Kementrian Koperasi dan usaha kecil masyarakat menyatakan total jumlah wirausaha yang ada di Indonesia sebesar 5% dari 3 tahun terakhir pada (tahun 2017-2019), namun sebelum ada data formal yang telah menyatakan dari jumlah wirausaha sosial di Indonesia. Walaupun demikian mulai bermunculan beberapa bisnis wirausaha sosial baik dari berbagai kalangan usia, level pendidikan, latar belakang dan bidang usaha bisnis dengan adanya berbagai kompetisi yang semakin ketat.

Menurut laporan Global Enteprenuership Monitor pada tahun 2017 bahwa rata-rata jumlah wirausaha sosial secara global yang berusia 20 dan 55 tahun sebesar 4,5% – mulai dari 0,4% (Asia) hingga 11,6% (Amerika Selatan). Sebagai perbandingan antara tingkat kewirausahaan komersial pemula di wilayah yang sama rata-rata 8,7% dan berkisar antara 19,9% di India hingga 25,4% di Amerika. Wilayah dunia dengan kegiatan wirausaha sosial tertinggi baik di level awal dan yang beroperasi adalah Amerika Serikat dan China (30%), diikuti oleh sub-Sahara Afrika (10%). Asia Tenggara termasuk Indonesia di dalamnya adalah wilayah dengan pengusaha sosial paling sedikit (5%).

Social entrepreneurship saat ini telah menjadi perhatian yang cukup intensif positif di kalangan masyarakat, praktisi dan akademisi. Kontribusi yang telah diberikan oleh wirausaha sosial terhadap pemecahan pada persoalan sosial, ekonomi, kekayaan budaya, etnis, agama dan persoalan lingkungan semakin dikenal. Social entrepreneurship telah berusaha untuk menyelesaikan masalah sosial. Masalah seperti itu sering disebabkan kegagalan pada pasar dari perspektif ini, peran Social entrepreneurship adalah untuk membantu kepada masyarakat untuk mengurangi atau menghilangkan penyebab dan konsekuensi dari kegagalan pada pasar. Social entrepreneurship juga menjadi alternative ketika organisasi di sektor amal dan sektor publik sudah banyak untuk menangani kebutuhan sosioekonomi maka yang tidak terpenuhi.

Kewirausahaan memegang peran penting bagi kemakmuran suatu Negara. Bagi pemerintah kewirausahaan sangat penting baik untuk tujuan ekonomi. Secara ekonomis kewirausahaan akan membantu meningkatkan kesejahteraan melalui penciptaan lapangan pekerjaan serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Karakteristik individu seperti kapabilitas, kemampuan melihat peluang proaktif dan inovatif serta keberanian mengambil resiko berpengaruh terhadap kegiatan kewirausahaan karena menentukan keberanian untuk memulai suatu usaha.

Tujuan utamanya yaitu untuk menciptakan sebuah sistem perubahan secara berkelanjutan dengan berorientasi terhadap kebutuhan dan kemajuan masyarakat dan juga perubahan sistem yang ada pada masyarakat menjadi ciri seorang entrepreneurship ini. Seorang social entrepreneurship ini akan selalu berkorban dan memiliki tindakan yang tanggap ketika terdapat sebuah permasalahan sosial baik di lingkungan sendiri maupun di luar. Wirausaha yang berani mengambil resiko, berinovasi, memiliki tekad yang kuat dan selalu berupaya terhadap perubahan menjadi sifat yang harus dimiliki entrepreneurship ini.

Lahirnya generasi entrepreneur di kalangan anak muda atau milenial, tentu hal ini sangat baik dan menjadi kontribusi positif bagi bangsa ini. Sebab salah satu tanda negara maju juga adalah sejauh mana tradisi kemandirian di kalangan masyarakatnya, salah satunya dengan cara berbisnis. Sehingga mereka tidak hanya berebut sektor formal atau masuk pada perkantoran-perkantoran yang sebenarnya jumlahnya sangat terbatas.

Dengan berwirausaha, setiap orang dapat mengembangkan potensi dirinya, membuka kesempatan bagi orang lain untuk bekerja, dan akan melakukan pemberdayaan lebih luas. Sebab seorang pengusaha, dipastikan membutuhkan orang lain untuk menopang usaha yang dirintisnya. Tidak ada pengusaha yang mengurus seluruh aspek usahanya seorang diri. Gagasan bisnis seseorang sejak dulu orientasinya adalah pada pemenuhan kebutuhan diri. Artinya, bagaimana seseorang mencari keuntungan untuk dirinya sendiri, tanapa peduli dengan orang lain atau lingkungan sekitarnya. Sebab pada dasarnya orang berusaha adalah untuk mencukupi kebutuhan dirinya, bahkan jika memungkinkan lebih dari cukup. Kaya raya adalah cita-citanya. Kini, cara berbisnis seperti itu mungkin masih banyak dilakukan orang-orang. Namun, pergeseran cara berbinis juga kita perlu mengapresiasi ketika orang-orang kini tidak lagi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan diri sendiri semata, tetapi justru bagaimana mereka dapat memberikan kemanfaatan bagi lingkungan sekitar. Tepatnya, berbisnis untuk mengentaskan persoalan sosial.

Merintis usaha, atau mendirikan perusahaan, bukan semata untuk dirinya, tetapi dalam rangka menjawab persoalan sosial yang ada. Keberhasilan dari sebuah binis adalah ketika dapat memberikan kemanfaatan bagi masyarakat sekitarnya. Setiap sektor yang digarap tiada lain merupakan kebaikan. Gagasan berbisnis dalam konteks social enterprise juga tidak jarang berangkat dari analisis seseorang atas persoalan sosial yang ada di sekitarnya. Dari situ kemudian orang merancang solusi yang dapat memberikan jawab atas masalah yang ada. Jadi persoalan bisnis, bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi include ke dalam fenomena sosial yang ada. Bisnis bukan hal yang terpisah dengan ruang dan waktu, tetapi menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Keuntungan yang dihasilkan dari bisnis model seperti ini harus dirasakan bersama. Keuntungan baik dalam konteks materi maupun dampak sosial, budaya, atau aspek lainnya. Sebab keuntungan pada model ini bukan semata persoalan materi, tetapi terjadinya perubahan positif yang terjadi di kalangan masyarakat.

Untuk melakukan model bisnis seperti ini dibutuhkan kecerdasan berbisnis, yang dipadukan dengan kemampuan pemberdayaan. Mereka biasanya memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, yang mampu menganalisis fenomena yang ada. Karena model bisnisnya harus memberikan dampak luas, maka orangnya harus memiliki kemampuan untuk merancang binis dengan model baru, yang tidak hanya menjual (baik barang maupun jasa), kemudian dia mendapatkan untung sendirian. Menjadi social entrepreneur memang tidak mudah, sebab basis kebutuhannya bukan pada diri sendiri tetapi juga orang banyak. Bahkan sebenarnya tidak sedikit para pelaku social entrepreneur ini justru berangkatnya dari kegiatan atau aktivitas sosial murni. Namun, dengan tangan kreatifnya kemudian menjadi sebuah gerakan binis dalam rangka memenuhi kebutuhan finansial gerakan sosial.

Penulis: Prof. Dr. Fendy Suhariadi, Drs., M.T.

Link Jurnal: https://www.businessperspectives.org/index.php/journals/problems-and-perspectives-in-management/issue-392/creating-social-entrepreneurship-value-for-economic-development

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp