Mengenal Crab Bank, Strategi Thailand Ubah Perilaku Nelayan Lokal

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
ilustrasi foto oleh pinterest.com

UNAIR NEWS – Dalam rangka implementasi konsep ekonomi biru, manajemen pemanfaatan sumberdaya laut yang berkelanjutan menjadi hal yang tidak boleh ditinggalkan. Untuk itu, perilaku nelayan lokal sebagai pelaku perikanan haruslah memiliki kepedulian terhadap kelestarian laut sehingga tidak melakukan aktivitas destruktif seperti penangkapan berlebihan tanpa pandang bulu.

Dalam Grand Symposium yang merupakan serangkaian acara Airlangga Global Fisheries Summit (AGFS) Jum’at (26/11) lalu menghadirkan Prof. Dr. Sukree Hajisamae, Ph.D sebagai narasumber. Dosen fakultas sains dan teknologi Prince of Songkla University, Thailand tersebut diberi kesempatan untuk memberikan informasi berkaitan dengan manajemen perikanan berkelanjutan untuk meningkatkan manfaat ekonomis.

Mengawali pemaparannya, Prof. Sukree mengungkapkan, kebanyakan nelayan masih berfokus mengejar peningkatan ekonomi semata. Alhasil terjadi penangkapan ikan besar-besaran tanpa melihat stadia ikan yang ditangkap. Hal ini akan berdampak pada kelangkaan ketersediaan ikan dalam perairan. Ia mencontohkan pada komoditas kepiting.

“Di Thailand para nelayan kepiting menangkap semua stadia termasuk kepiting kecil dan induk kepiting yang membawa telur (gravid female), hal itu akan secara signifikan mereduksi populasi kepiting di perairan,” ungkapnya.

Ia mengungkapkan seekor gravid female dapat memproduksi 1 juta telur dan yang mampu bertahan hingga dewasa hanya 0,01% saja. jika itu ditangkap bersamaan dengan kepiting kecil tanpa adanya recovery, maka stok kepiting di alam akan habis.

Ia menjelaskan salah satu strategi yang ada di Thailand untuk mengatasi hal tersebut salah satunya dengan metode Crab Bank atau Bank Kepiting. Bank Kepiting dibuat bertujuan untuk memberi kesempatan gravid female yang tertangkap untuk melanjutkan siklus reproduksinya yang kemudian dilepaskan kembali ke alam sebagai upaya restocking.

“Bank Kepiting disini berperan sebagai penampung dan pemelihara gravid female yang tertangkap oleh nelayan untuk kemudian dibiarkan menetaskan telurnya dan dirawat sampai stadia Zoea untuk dilepaskan ke lingkungan,” jelasnya.

Prof. Sukree melanjutkan, setelah telur menetas, induk kepiting tadi akan dikembalikan atau dijual kembali kepada sang pemilik. Dalam semua proses bank kepiting juga mengikutsertakan masyarakat dan nelayan. Sehingga, ini bisa menjadi media edukasi untuk mengubah mindset yang awalnya hanya sekedar profit oriented menjadi sustainable oriented.

Crab Bank mengajak para nelayan untuk mengubah mindset seperti menjadi seorang petani, dimana nelayan tak hanya mengambil (take) kepiting dari alam, namun juga melestarikannya (give and take),” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp