Kuliah Tamu Akuakultur UNAIR Banyuwangi Bahas Fitofarmaka Sebagai Pengendali Penyakit Ramah Lingkungan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Kuliah Tamu Akuakultur UNAIR Banyuwangi Bahas Fitofarmaka Sebagai Pengendali Penyakit Ramah Lingkungan. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Penyakit merupakan salah satu penyebab kegagalan terbesar dalam budidaya perikanan. Oleh karena itu banyak riset mengeksplorasi cara pencegahan yang efektif mengendalikan patogen penyebab penyakit salah satunya menggunakan bahan herbal yang ramah lingkungan.

Jumat (26/11) lalu, S1-Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi kembali mengadakan kuliah tamu. Dalam kuliah kali ini Dr. Waode Munaene, S.Pi, M.Si yang merupakan penelitian di bidang fitofarmaka dihadirkan untuk mengisi materi seputar “phytopharmaceutical As Eco Friendly Agent for Controlling Disease in Aquaculture”.

Mengawali pemaparannya, Waode -sapaan akrabnya- menjelaskan tentang immunostimulant dan beberapa bahan yang bisa digunakan sebagai zat immunostimulant salah satunya tanaman obat. Ia mengungkapkan imunostimulan merupakan pendekatan yang banyak dilakukan dalam mengatasi permasalahan penyakit. Dengan pemberian zat immunostimulant dapat secara alami menekan infeksi mikroba patogen melalui aktivitas imun kultivan.

“Ada banyak sumbernya bisa dari vaksin, lipopolisakarida, probiotik, karbohidrat kompleks, ekstrak hewan seperti kitin dan kitosan dan banyak lagi, namun dari semuanya yang paling mudah didapat adalah tanaman obat,” jelas dosen Akuakultur Universitas Khairun tersebut.

Melanjutkan pemaparannya ia mengungkapkan bahwa Indonesia kaya akan potensi fitofarmaka atau tanaman obat. Hal tersebut terjadi karena Indonesia negara ke-2 setelah Brazil dengan keanekaragaman hayati terbesar didunia. Oleh karena itu pengembangan fitofarmaka sebagai alternatif obat dalam budidaya potensial untuk dikembangkan karena memiliki banyak keuntungan.

“Selain di Indonesia potensinya melimpah, penggunaan tanaman sebagai obat tidak memiliki dampak negatif bagi perairan serta tidak menyebabkan resistensi pada mikroorganisme,” ungkapnya.

Waode juga menjelaskan selain sebagai pencegahan penyakit melalui proses aktivasi sistem imun, fitofarmaka juga dapat meningkatkan pertumbuhan bagi kultivan. Hal itu terjadi karena beberapa zat aktif dalam tanaman herbal bisa membantu aktivitas biokimiawi dalam saluran cerna kultivan.

“Disamping sebagai agen antimikroba, antioksidan dan perangsang imunitas humoral dan seluler, fitofarmaka juga dapat meningkatkan fungsi saluran cerna dan memaksimalkan metabolisme protein sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan kultivan,” ujarnya.

Pada akhir Waode mengungkapkan, meski penggunaan tanaman obat memiliki banyak potensi dan keunggulan. Masih banyak “PR” yang harus dikerjakan untuk memaksimalkan potensi fitofarmaka yang ada di Indonesia. Oleh karenanya ia mengharapkan adanya kerja sama antar akademisi untuk melakukan riset guna meningkatkan efisiensi pemanfaatan potensi fitofarmaka sebagai alternatif obat

“Karena memang efektivitas fitofarmaka ini dipengaruhi oleh banyak faktor seperti komposisi bioaktif, metoda pembuatan, dosis, frekuensi pemberian, jenis dan stadia ikan, sehingga masih diperlukan banyak riset untuk memaksimalkan potensi fitofarmaka di Indonesia,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp