Usung BioTec LZ, UNAIR Sabet Juara 2 Olimpiade Vokasi Indonesia 2021

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
INOVASI BioTec LZ yang digagas Gavrila Eka Hestiana; Yolanda Brigitta Diasty Imami; Revita Vandarischa Prameswari dari; serta Febriana Nur Afiya. (Foto: istimewa)

UNAIR NEWS – Tiga mahasiswa Fakultas Vokasi (FV) Universitas Airlangga (UNAIR) Prodi D3 Paramedik Veteriner menggagas inovasi Biosensor for Detection Leucocytozoonosis (BioTec LZ). Mereka adalah Gavrila Eka Hestiana; Yolanda Brigitta Diasty Imami; Revita Vandarischa Prameswari dari angkatan 2019; serta Febriana Nur Afiya angkatan 2020. 

Tak menyangka, inovasi gagasannya itu meraih Juara 2 Kategori Saintek Lomba Karya Tulis Ilmiah Olimpiade Vokasi Indonesia (OLIVIA) 2021. Tepatnya pada Minggu (13/11/2021) secara daring oleh Universitas Halu Oleo. 

“Alhamdulillah, seneng banget ada di posisi ini karena tahun lalu hanya sampai babak final saja. Sekarang akhirnya bisa mengharumkan nama Vokasi UNAIR di tingkat nasional,” ujar Gavrila Eka Hestiana.

Ia juga menjelaskan, BioTec LZ adalah sebuah biosensor yang mampu mendeteksi penyakit menular dan mematikan leucocytozoonosis pada unggas. Sebagai penyakit parasit, leucocytozoonosis umumnya menginfeksi ayam, itik, kalkun, bebek, dan jenis unggas lainnya. 

Dari hasil riset, sambungnya, leucocytozoonosis dinilai sangat merugikan. Sebab dapat mengurangi produksi daging unggas jika tak segera diidentifikasi dan diobati.

Cara kerja BioTec LZ cukup sederhana. Pertama, darah diambil dari unggas untuk mendapatkan serumnya. Lalu, serum dites menggunakan alat tersebut. 

“Nah, serum ini yang diidentifikasi oleh sensor kami. Alat ini juga dapat dihubungkan dengan perangkat komputer, sehingga grafik hasil tes dapat lebih mudah dilihat. Mana serum yang positif dan juga mana serum yang negatif,” terangnya.

Sebelum ada BioTec LZ, peternak harus menggunakan metode ulas darah. Teknik itu, kata Gavrila, memiliki banyak kekurangan. “Kalau udah darah kan ada yang ketebalannya kurang sesuai. Kadang terlalu tebal ada yang terlalu tipis jadi hasilnya kurang akurat. Waktunya juga lebih lama,” katanya.

Meski Awalnya sempat pesimistis karena bersaing dengan beberapa perguruan tinggi raksasa lainnya. Namun tim Pavet Roar berhasil membuktikan diri. Timnya berhasil mengungguli 39 peserta dari perguruan tinggi lainnya.

Sementara itu, dari penuturan Gavrila, ke depan timnya akan bekerja sama dengan sejumlah dosen guna mengembangkan BioTec LZ. Ia berharap, inovasi itu bisa terwujud hingga diproduksi massal.

“Semoga ini bukan titik perjuangan terakhir kami. Harapannya warga vokasi bisa mencapai prestasi yang lebih dan juga memiliki jiwa kompetisi yang tinggi,” pesannya. (*)

Penulis: Erika Eight Novanty

Editor: Khefti Al Mawalia

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp