Akuakultur UNAIR Banyuwangi Kenalkan Seputar CPIB dan CBIB

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh: seafdec.org

UNAIR NEWS – Semakin ketatnya persyaratan ekspor ke berbagai negara menjadikan standarisasi pada produk-produk perikanan harus dilakukan. Dalam perikanan budidaya, CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) dan CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik) merupakan sertifikat wajib bagi pelaku budidaya untuk menembus pasar ekspor. 

Program Studi S1-Akuakultur PSDKU Universitas Airlangga di Banyuwangi Selasa (16/11), menggelar kuliah tamu. Dalam kesempatan itu, menghadirkan Dani Taufiq selaku Pengelola Statistik Perikanan Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Kabupaten Bandung untuk memberikan informasi terbaru seputar CPIB dan CBIB.

Mengawali pemaparannya, Dani –sapaan akrabnya- menjelaskan bahwa sederhananya CPIB dan CBIB adalah  proses produksi ikan dengan menjaga kualitas/mutu ikan sehingga akan memberikan hasil panen yang layak untuk dikonsumsi, bebas dari kontaminasi. Dengan menerapkan CPIB dan CBIB pelaku budidaya bisa memperkecil risiko kegagalan, meningkatkan kepercayaan pelanggan dan mendapatkan jaminan ekspor.

“Karena memang, untuk menembus pasar ekspor sendiri syaratnya adalah bebas kontaminan dan produk dapat tertelusur (traceable) hal ini dapat diperoleh dengan menerapkan CPIB dan CBIB dalam budidaya,” ungkap yang merupakan alumni Akuakultur PSDKU UNAIR Banyuwangi tersebut.

Melanjutkan pemaparannya Dani menjelaskan, terdapat perbedaan dalam penerbitan sertifikat CPIB dan CBIB. Dimana jika CPIB hanya diterbitkan oleh Direktorat Perbenihan KKP sementara CBIB bisa dilakukan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/kota.

“Dari beberapa poin misalnya lokasi dan sumber air CPIB juga jauh lebih ketat, lokasi dan sumber air harus benar-benar terbebas dari limbah karena memang benih ini menjadi faktor pertama yang menentukan kualitas ikan yang dihasilkan,” jelasnya.

Dani juga menjelaskan dalam pengajuan sertifikat CPIB dan CBIB ada banyak syarat yang harus dipenuhi meliputi teknis, pakan dan lingkungan. Dari segi teknis seperti lokasi harus terletak di daerah bebas banjir dan limbah, desain kolam yang harus mencegah terjadinya kontaminasi silang dan penggunaan bahan (obat, bahan kimia dan bahan biologi) yang sudah teregistrasi KKP.

“Dan tak lupa penerapan biosekuriti serta IPAL, apabila ada tambak yang sudah bersertifikasi CBIB/CPIB ternyata tidak menerapkan IPAL-nya, maka akan di skorsing pengurangan nilai dan akan ditindaklanjuti,” ujarnya.

Dani juga menambahkan selain dari beberapa hal diatas, hal teknis yang krusial dalam CBIB dan CPIB adalah pencatatan/perekaman. Data-data seperti penggunaan benih, pakan (asal, merek dan penggunaan), obat ikan, bahan kimia dan biologi, kualitas air, kejadian penyakit, panen serta distribusinya harus terekam.

“Hal ini bertujuan untuk membuat produk bisa tertelusur, karena memang traceability produk adalah salah satu syarat produk dapat menembus pasar ekspor,” sambungnya.

Mengakhiri pemaparannya Dani menjelaskan alur untuk mengajukan sertifikat CBIB. Adapun dokumen yang diperlukan antara lain SIUP/NIB, sertifikat Manajer Pengendali Mutu (MPM), data umum pendukung seperti struktur organisasi, daftar fasilitas dan SDM, SOP teknis dan daftar rekaman data.

“Untuk mengajukannya unit budidaya harus memiliki MPM serta dokumen mutu (struktur organisasi, SPO & data rekaman) dan juga sudah menerapkan CPIB/CBIB minimal satu siklus produksi,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp