Prioritas Pelayanan Mutu Pendidikan dengan Higher Education for Sustainable Development Dimensions

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Willmott Dixon

Salah satu indikator kualitas hidup masyarakat yang baik adalah ketika masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang baik. Universitas merupakan salah satu institusi yang mengemban misi tersebut. Dengan berlakunya masyarakat ekonomi ASEAN dan juga pasar global, tuntutan untuk menjadi world class university semakin besar. Oleh karena itu penting untuk mengetahui kinerja perguruan tinggi saat ini untuk mengetahui bagaimana ia dapat melakukan perbaikan untuk meningkatkan kinerjanya. Sebagai salah satu universitas besar di Indonesia, Universitas Airlangga telah melakukan banyak upaya untuk mencapai tujuan tersebut. Selain dana yang dibutuhkan cukup besar, masalah mentalitas untuk melakukan perubahan juga menjadi hal penting lainnya. Dalam studi Hayward (2008) di negara berkembang ditemukan bahwa, “Hambatan utama bukanlah uang tetapi … mentalitas.” Menuju WCU diperlukan perubahan mendasar, yaitu perubahan mental, yaitu mewujudkan keinginan untuk menjadikan universitasnya berkelas dunia, sehingga hal inilah yang membutuhkan dukungan seluruh civitas akademika. Hayward (2008) juga menyatakan “Perubahan tidak akan terjadi tanpa pengakuan umum dalam komunitas universitas bahwa hal itu perlu. Bagian dari proses perencanaan strategis adalah membuat orang mengenali kebutuhan akan perubahan.” Studi ini mengidentifikasi kesadaran dan persepsi mahasiswa tentang sustainability perguruan tinngi dengan mnggunakan Higher Education for Sustainable Development (HESD) Dimensions (HESD) yang memiliki tujuh dimensi, yakni: sistem manajemen, kelestarian lingkungan, kurikulum keberlanjutan, penelitian dan pengembangan, insentif dan pengembangan staf, Kesempatan yang diberikan untuk mahasiswa, dan tanggung jawab sosial.

Salah satu aspek internasionaliasi adalah pelaksanaan Sustainable Development Goals (SDGs). Sejak diperkenalkan pada tahun 2015, United Nations (PBB) 2030 SDGs telah dibahas di berbagai bidang profesi, termasuk pendidikan tinggi di sektor pendidikan. Perdebatan yang sedang berlangsung tentang bagaimana universitas dapat mengambil manfaat dari terlibat dalam SDGs, dan secara aktif berkontribusi pada mandat ini, telah melibatkan akademisi dan peneliti untuk tahun terakhir. Saat kita semakin dekat dengan agenda SDG 2030, menjadi jelas bahwa pencapaian SDGs PBB jauh dari mungkin tanpa keterlibatan yang signifikan dari sektor pendidikan di dalamnya. Jika universitas ingin tetap menjadi yang teratas, menjadi kontributor aktif dan inklusif untuk ini penyebab global sangat penting. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ada bukti yang menunjukkan bahwa pembangunan berkelanjutan masih dianggap sebagai ide inovatif di sebagian besar universitas dan belum diserap di semua disiplin ilmu. Penelitian terdahulu tersebut juga menunjukkan beberapa kemungkinan jawaban mengapa pendidikan tinggi tidak menerapkan pembangunan berkelanjutan secara eksplisit di tingkat universitas. Hambatan tersebut terkait dengan inisiatif berkelanjutan dalam lembaga pendidikan tinggi yang berasal dari kurangnya kebijakan atau deklarasi untuk mempromosikan isu-isu berkelanjutan di universitas. Tanpa kebijakan atau deklarasi yang berkelanjutan akan sangat sulit untuk mendorong atau memotivasi anggota perguruan tinggi untuk berpartisipasi dalam memperkenalkan aspek berkelanjutan atau pembangunan berkelanjutan dalam pendidikan tinggi (Jorge et.al., 2015; Siahaan dkk, 2019; Dumauli, 2015). Banyak penulis mencatat bahwa ada banyak kendala yang menghalangi keberhasilan inisiatif berkelanjutan di lembaga pendidikan tinggi, seperti kurangnya dukungan dari administrator universitas; kurangnya informasi yang tepat waktu, kurangnya informasi dan komunikasi berkelanjutan; kurangnya indikator kinerja umum; kekurangan minat, kesadaran, dan keterlibatan; kurangnya pelatihan yang berkelanjutan; kurangnya insentif; kekurangan waktu; kurangnya sumber keuangan; resistensi terhadap perubahan dan kurangnya penelitian interdisipliner (Jorge et. al., 2015).

Studi ini menunjukkan bahwa penilaian responden terhadap implementasi program pembangunan berkelanjutan di Universitas Airlangga bervariasi. Beberapa dimensi menunjukkan skor tinggi dan beberapa dimensi masih rendah. Dimensi yang memiliki skor tinggi adalah sistem manajemen, pelestarian lingkungan, kurikulum, penelitian dan pengembangan, kesempatan yang diberikan untuk mahasiswa, dan tanggung jawab sosial. Sedangkan dimensi yang mendapatkan skor rendah adalah pemeliharaan lingkungan serta insentif dan pengembangan staf. Namun demikian pelaksanaan program ini secara umum dapat dikatakan baik. Penilaian ini merupakan persepsi mahsaiswa. Di masa mendatang diperlukan sebuah penelitian mengenai penilaian HESD ini dari sudut pandang manajemen. Perbedaan persepsi yang mungkin terjadi antara mahasiswa dan manajemen akan dapat menginformasikan perlunya penyampaian informasi yang tepat kepada para stakeholders dan memberikan gambaran yang benar tentang implementasi program. Ini juga akan menjadi panduan bagi manajemen untuk merencanakan implementasi strategi pembangunan berkelanjutan ini di tahun-tahun berikutnya.

Penulis: Masmira Kurniawati, Febriana Wurjaningrum, Zahroh Naimah

Link journal: https://rigeo.org/submit-a-menuscript/index.php/submission/article/view/396

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp