Tantangan Lingkungan Terkait Air dan Peluang Produksi Bersih untuk Akuakultur

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh fakta.news

Dimulai pada tahun 1920-an, sektor akuakultur berkembang pesat dan telah menjadi pilar utama dalam ketahanan pangan nasional Malaysia. Sektor budidaya perikanan tumbuh rata-rata 10% per tahun selama lima tahun terakhir. Akuakultur di Malaysia telah berkembang pesat selama lebih dari 15 dekade dengan mempertimbangkan teknik budidaya, spesies budidaya, dan kontribusinya terhadap pendapatan nasional. Telah banyak teknik budidaya yang saat ini digunakan, dan banyak spesies dibudidayakan untuk memenuhi permintaan produk akuakultur. Mulai dari teknik budidaya laut, budidaya air payau dan air tawar saat ini telah digunakan pada proses produksi. Pertumbuhan budidaya air payau dan air tawar sangat berkorelasi dengan kebutuhan domestik dan internasional terhadap komoditas tersebut. Kerang, udang, udang windu, dan ikan laut merupakan komoditas utama sektor ini.

Menyumbang hingga 0,2% dari PDB nasional, sektor ini berhasil memproduksi dan mempromosikan komoditas bernilai tinggi untuk memenuhi kebutuhan lokal bahkan ekspor ke luar negeri. Budidaya perikanan juga terlibat dalam salah satu program pemerintah yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir. Budidaya perikanan di Malaysia masih terkait dengan masalah lingkungan meskipun banyak aspek yang menguntungkan. Melihat pada jumlah air yang digunakan, limbah yang dihasilkan dari kolam budidaya setelah panen juga menjadi perhatian. Jumlah air yang digunakan untuk budidaya sangatlah melimpah, sehingga menghasilkan sejumlah besar air limbah. Air limbah sebagian besar dihasilkan oleh kolam buatan dalam budidaya air payau dan air tawar. Air limbah dari akuakultur dikategorikan berbahaya bagi lingkungan karena mengandung banyak polutan, termasuk konsentrasi organik yang tinggi, nutrisi, protein, hormon, dan juga biomassa.

Pencemaran oleh limbah akuakultur adalah masalah di seluruh dunia, tetapi daerah tropis dan subtropis secara khusus membutuhkan perhatian ekstra karena mereka melibatkan habitat terumbu karang sensitif dan komunitas terkait yang telah terancam oleh pemanasan global dan pengasaman laut, termasuk Malaysia. Karakteristik limbah akuakultur bervariasi tergantung pada spesies budidaya dan sistem yang digunakan, tetapi sebagian besar karakteristik ini memerlukan perhatian lebih lanjut terkait dengan kandungan organik dan nutrisi. Bahan organik terlarut ini terutama terdiri dari polisakarida, lipid, nutrisi, protein, dan zat humat, yang secara signifikan dapat mempengaruhi stabilitas ekosistem dengan meningkatkan konsentrasi senyawa organik. Konsentrasi fosfor terutama berasal dari pakan dan juga pupuk tambahan. Pupuk biasanya ditambahkan ke kolam akuakultur untuk mempertahankan produksi alga dan biasanya digunakan dalam sistem budidaya bioflok untuk meningkatkan konsentrasi nutrisi dalam pelet. Limbah akuakultur juga mengandung antibiotik, seperti yang ditunjukkan oleh jejak penggunaannya di tangki ikan untuk mengobati/mencegah penyakit dan mendorong pertumbuhan spesies budidaya, yang dianggap sebagai kontaminan yang menjadi perhatian baru (emerging concern/CEC). Analisis CECs dalam akuakultur saat ini masih terbatas di Malaysia. Keberadaan CEC berkorelasi dengan perkembangan bakteri dan pertumbuhan gen resistensi antibiotik harus dipertimbangkan lebih lanjut meskipun fraksinya kecil. Hormon, sebagian besar estrogen dan androgen, juga digunakan untuk kinerja yang efektif pada produksi ikan berdasarkan dimorfisme seksual, sehingga menambahkan senyawa tambahan lain ke daftar CEC dalam limbah akuakultur. Selain mencemari lingkungan, hormon dapat mempengaruhi sistem endokrin. Nutrisi yang berlebihan telah tercatat sebagai salah satu faktor terbesar yang menyebabkan eutrofikasi air permukaan. Eutrofikasi juga akan secara signifikan mengurangi efisiensi transfer material antara fitoplankton dan zooplankton (mengisyaratkan zona kurang oksigen). Biomassa fitoplankton yang tinggi tercatat di danau eutrofikasi, yang mengurangi penetrasi cahaya yang dibutuhkan oleh tanaman air yang terendam. Sebaliknya, biomassa zooplankton yang rendah diketahui membantu transfer energi secara efisien. Kondisi eutrofikasi dikenal sebagai penyebab penurunan keanekaragaman hayati waduk karena peningkatan kematian organisme dan penurunan zona mati.

Kombinasi koagulasi-flokulasi-sedimentasi menggunakan biokoagulan/bioflokulan dan lahan basah buatan diusulkan untuk mencapai produksi bersih di sektor akuakultur. Pemanfaatan biokoagulan dan bioflokulan pada proses koagulasi-flokulasi-sedimentasi akan menghasilkan lumpur yang biodegradable, yang kaya akan nutrisi dan dapat langsung digunakan sebagai pembenah tanah atau pupuk. Polutan sisa berupa bahan organik terlarut yang kaya nutrisi akan diolah lebih lanjut dengan menggunakan tanaman terapung di lahan basah buatan. Beberapa spesies tumbuhan terapung dapat mengekstrak nutrisi dari air dan mengubahnya menjadi biomassa. Biomassa tumbuhan terapung yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai pengganti pelet ikan atau pakan pelengkap. Efluen setelah diolah dengan tumbuhan terapung dapat langsung dibuang ke air permukaan atau didaur ulang ke dalam sistem.

Penulis: Muhammad Fauzul Imron, S.T., M.T.

Link naskah dapat diakses pada:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S2352186421005617

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp