Potensi Ekstrak Daun Nangka dan Kombinasinya dengan Obat Standar sebagai Antihepatitis C Virus

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh litbang.kemendagri.go.id

Hepatitis C  Virus (HCV) masih menjadi masalah yang serius terutama bila menjadi koinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) maupun  Hepatitis B Virus (HBV). Sampai saat ini penyakit ini disebut sebagai silent killer karena perlahan namun pasti mengakibatkan sirosis hati dimana organ hati menjadi rusak dan tidak dapat berfungsi dengan baik. Sebenarnya obat HCV sendiri telah banyak tersedia yang dikenal dengan nama DAAs (Direct-acting antivirals), jenisnya pun beragam seperti inihibitor NS3/4A yaitu Boceprevir, Telaprevir Asunaprevir, Vaniprevir, dan  Simeprevir.  Terdapat pula inhibitor untuk NS5A, NS5B, maupun Nucleoside Polymerase Inhibitor’s (NPIs). Dalam pengobatan penyakit HCV, terkadang dilakukan pemberian terapi kombinasi beberapa obat sehingga biaya yang diperlukan menjadi sangat mahal. Permasalahan lainnya seperti adanya potensi resistensi, mutasi HCV, dan akses yang terbatas pada pengobatan terutama pada negara berkembang seperti Indonesia.

Tanaman merupakan sumber bahan obat dalam mengatasi berbagai penyakit termasuk penyakit infeksi HCV. Salah satu tanaman yang terbukti secara ilmiah mengandung bahan aktif yang dapat menghambat pertumbuhan HCV  adalah  nangka (Artocarpus heterophyllus).  Terhadap beberapa ekstrak daun nangka telah diujikan aktifitasnya in vitro pada kultur sel hepatosit HUH7it yang diinfeksi dengan sel HCV. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Ekstrak diklorometana daun nangka terbukti aktif menghambat HCV secara in vitro pada konsentrasi hambatan 50% (IC50) sebesar 1,43±0,05 µg/mL dengan nilai toksisitas 50% pada sel hepatosit (CC50) sebesar >200 µg/mL.

Selanjutnya dengan menggunakan menggunakan bioassay guided isolation terhadap ekkstrak diklorometana ini dilakukan fraksinasi atau pemisahan dan pengujian aktivitasnya untuk mendapatkan kandidat fraksi aktif antiHCV.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu fraksi yang didapatkan yaitu FR3T3 berpotensi menurunkan aktivitas antiHCV dengan IC50 4,7 ± 1,0 μg/mL. Dalam identifikasi senyawa diketahui FR3T3 mengandung senyawa dari golongan terpenoid dan klorofil. Selanjutnya pada FR3T3 dalam pengujian mekanisme hambat diketahui aktivitas hambatan tersebut pada tahap masuknya virus ke dalam sel atau disebut entry step sebesar 61,68±0,10% dan hambatan pada saat virus berhasil masuk ke dalam sel hepatosit atau disebut post entry step sebesar 83,86±2,58%.

Pada tahap post entry stage HCV yaitu dengan menurunkan produksi protein NS3 serta menurunkan produksi virus yang ditandai dengan penurunan RNA HCV. Hal ini berarti fraksi FR3T3 dari daun nangka bersifat pengobatan kuratif. Selain itu pada entry stage HCV juga diketahui adanya hambatan pada ekspresi host maupun bersifat virusidal pada HCV sendiri yang memberikan efek marginal pada hambatan produksi HCV. Adanya kedua hambatan pada tahap masuk virus dan setelah infeksi virus membuktikan aktivitas daun nangka sebagai kandidat antiHCV sangat potensial.

Pada penelitian ini kami juga mengkombinasikan ekstrak diklorometana daun nangka dengan obat standar/obat antiHCV yang telah diketahui efektivitasnya terhadap HCV yaitu Ribavirin, Simaprevir, Cyclosporin A, dan Telaprevir. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak diklorometana daun nangka pada konsentrasi 1,5 µg/mL dapat membantu menurunkan infeksi dengan baik bila dikombinasikan dengan Simaprevir, Ribavirin, maupun Cyclosporin A. Pemberian kombinasi tersebut menghasilkan efek sinergisme yang menunjukkan kemampuan hambatan kedua bahan akan lebih baik jika diberikan bersama-sama daripada pemberian masing-masing secara individual. Sedangkan diketahui pemberian bersamaan dengan telaprevir menghasilkan efek antagonis yang berarti efek obat yang aktif menjadi hilang.

Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak diklorometana dan fraksi FR3T3 dari daun nangka merupakan kandidat yang potensial dalam pengembangan obat antiHCV terutama untuk add-on-therapy pada pengobatan penyakit hepatitis C kronik.

Penelitian daun nangka sebagai anti hepatitis C ini dilakukan oleh peneliti Institute of Tropical Disease dan Fakultas Farmasi Universitas Airlangga bekerja sama dengan Kobe University  Graduate School of Medicine and Health Sciences yaitu Adita Ayu Permanasari, Chie Aoki-Utsubo, Tutik Sri Wahyuni, Lidya Tumewu, Myrna Adianti, Aty Widyawaruyanti, Hak Hotta dan sebagai koordinator penelitian yaitu Prof. Dr. Achmad Fuad Hafid.

Penulis: Prof. Dr. apt. Achmad Fuad Hafid, MS.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://bmccomplementmedtherapies.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12906-021-03408-w

Adita Ayu Permanasari, Chie Aoki-Utsubo, Tutik Sri Wahyuni, Lidya Tumewu, Myrna Adianti, Aty Widyawaruyanti, Hak Hotta, Achmad Fuad Hafid, An in vitro study of an Artocarpus heterophyllus substance as a hepatitis C antiviral and its combination with current anti-HCV drugs, BMC Complementary Medicine and Therapies 2021; 21:260. https://doi.org/10.1186/s12906-021-03408-w

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp