Scaffold Nanokomposit Karbonat Hidroksiapatit Berpori Berbasis Lilin Parafin untuk Rekayasa Jaringan Tulang

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh now.tufts

Rekayasa jaringan tulang telah banyak dikembangkan untuk memperbaiki cacat tulang dengan memulihkan dan mempertahankan fungsi alami jaringan tulang. Salah satu jenis rekayasa jaringan tulang buatan yang banyak digunakan adalah bone scaffolds, yang dapat berbahan dasar polimer atau keramik. Fase mineral utama tulang manusia memiliki struktur apatit berupa hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2). Ion-ion pembentuk hidroksiapatit adalah kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO43-). Namun, selain ion kalsium dan fosfat, sebagian besar komponen mineral minor pada tulang dan gigi berkaitan dengan apatit biologis, yaitu ion karbonat (CO32-). Kandungan ion karbonat dalam tulang alami adalah 2-8% berat tergantung pada usia.  Oleh karena itu, pengembangan biokeramik-apatit yang memiliki kesamaan karakteristik tulang dan gigi alami menggunakan hidroksiapatit (HA) dengan ion karbonat tersubstitusi yang disebut karbonat hidroksiapatit (CHA).

Adanya ion karbonat pada apatit biologis telah terbukti meningkatkan aktivitas metabolisme jaringan. Aplikasi biomedis menggunakan CHA tipe-B, yang merupakan ion karbonat yang menggantikan ion fosfat dalam struktur kisi HA. Kehadiran ion karbonat tipe-B dalam struktur apatit biologis telah terbukti mengurangi derajat kristalinitas dengan implikasi peningkatan kelarutan. Sebagai biokeramik untuk aplikasi rekayasa jaringan tulang, CHA harus memiliki karakteristik yang mirip dengan tulang dan gigi alami dimana ukuran partikel harus dalam kisaran ukuran nanometer serta memilikiporositas yang memadai.

Kombinasi mineral HA dan karbonat dari sumber luar dan tulang alami disebut CHA. CHA menunjukkan sifat biologis yang lebih baik karena kristalinitasnya yang rendah dan luas permukaan yang meningkat. Penggunaan CHA untuk rekayasa jaringan telah menarik minat penelitian mengenai replikasi dan rekonstruksi tulang sintetis untuk aplikasi scaffold. CHA sintetik dapat diperoleh melalui reaksi senyawa sintetik dan reaksi senyawa alam. Bahan biogenik sebagai senyawa alami yang digunakan dalam sintesis CHA harus mengandung kalsium, seperti cangkang dan tulang. Dalam karya ini, CHA diproduksi menggunakan cangkang kerang abalon sebagai prekursor kalsium alami karena tingginya kandungan kalsium karbonat (CaCO3) dalam cangkang ini, yaitu 90-95% , dan juga dapat dengan mudah ditemukan di Indonesia.

Bahan scaffold komposit harus bersifat biodegradable dan biokompatibel. Sifat ini berfungsi untuk orientasi pertumbuhan sel, diferensiasi dan proliferasi sel. Selain itu sintesis scaffold untuk mendorong pertumbuhan tulang harus mempertimbangkan porositas scaffold karena hal ini dapat meningkatkan bioaktivitas scaffolds. Secara khusus, porositas dapat meningkatkan osteokonduktivitas scaffold. Sifat ini memfasilitasi perlekatan, migrasi, proliferasi, dan ekspresi fenotipik sel tulang untuk pembentukan tulang baru. Banyak prosedur telah dikembangkan untuk membuat scaffold tulang, diantaranya adalah porogen leaching, gas foaming, electrospinning dan freeze drying. Pada penelitian ini, scaffold nanokomposit dibuat menggunakan metode porogen leaching. Manfaat dari prosedur sederhana ini adalah menghasilkan jejak partikel porogen yang menguap dalam cetakan pori-pori pada scaffold. Selain itu, prosedur ini memiliki efisiensi sintesis yang tinggi dan berbagai ketersediaan polimer alami. Pori-pori scaffold bermanfaat untuk mobilitas sel dan proses metabolisme. Oleh karena itu, untuk meningkatkan efektivitas rekayasa jaringan tulang, beberapa parameter penting dari struktur pori scaffold harus diperhatikan yaitu ukuran pori, geometri, orientasi, keseragaman, interkonektivitas, dan porositas. Struktur berpori komposit biokeramik dalam penelitian ini, menggunakan lilin parafin sebagai agen pembentuk pori scaffold. Lilin parafin merupakan polimer sintetis potensial untuk membuat keramik berpori karena hidrofobisitasnya yang baik dan mudah dihilangkan. Jumlah lilin mempengaruhi porositas. Semakin sedikit lilin maka porositas semakin rendah.

Dalam penelitian ini, CHA dibuat melalui pengendapan bersama menggunakan prekursor CaO dari cangkang Abalon. Lilin-parafin porogen konsentrasi 10, 20, dan 30 wt% digunakan untuk sintesis scaffold. Selanjutnya penambahan lilin parafin pada struktur nanokomposit pada penelitian ini diharapkan dapat menjadi kandidat pore scaffold agent untuk aplikasi rekayasa jaringan tulang. Sintesis scaffold nanokomposit CHA/lilin paraffin dibuat dari campuran CHA  dengan lilin-parafin. Untuk mendapatkan struktur berpori, scaffold nanokomposit diproduksi menggunakan CHA dan lilin parafin pada konsentrasi porogen 10, 20, dan 30 wt%. Setelah disonikasi, larutan lilin parafin dan CHA dilakukan proses aging selama 24 jam kemudian diaduk pada suhu 60oC dengan kecepatan 300 rpm hingga berubah menjadi gel. Gel kemudian dipanaskan pada suhu 110 oC selama 5 jam, kemudian dikalsinasi pada suhu 900 oC selama 2 jam.

Penelitian ini menghasilkan CHA dengan rasio molar Ca/P 1,72, yang mendekati rasio molar Ca/P tulang alami. CHA digunakan untuk fabrikasi scaffold. Pembuatan scaffold nanokomposit CHA/lilin parafin menggunakan lilin parafin sebagai bahan pembentuk pori pada konsentrasi 10, 20, dan 30 wt%. Berdasarkan hasil spektrum FTIR, tidak terdapat perbedaan puncak sampel yang signifikan. Penambahan lilin parafin pada semua perlakuan variasi konsentrasi menyebabkan sifat kristalografi scaffold nanokomposit CHA/lilin parafin menurun, meliputi parameter ukuran kristal, regangan mikro, dan parameter kisi. Hasil analisis pori menunjukkan bahwa konsentrasi tinggi lilin parafin sebagai porogen sintetik dalam suspensi CHA menghasilkan pori-pori yang lebih banyak pada permukaan scaffold. Hasil studi uji viabilitas sel pada CHA/lilin parafin 30 wt% scaffold nanokomposit bersifat non-toksit. Secara keseluruhan, berdasarkan analisis ini, scaffold CHA/lilin parafin dapat menjadi kandidat untuk rekayasa jaringan tulang.

Penulis: Dr. Aminatun, Ir., M.Si

Naskah selengkapnya dapat dibaca pada: https://doi.org/10.3390/coatings11101189

Mona Sari, Aminatun, Tri Suciati, Yessie Widya Sari and Yusril Yusuf, Porous Carbonated Hydroxyapatite-Based Paraffin Wax Nanocomposite Scaffold for Bone Tissue Engineering: A Physicochemical Properties and Cell Viability Assay Analysis, Coatings 2021, 11, 1189. https://www.mdpi.com/journal/coatings

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp