Pentingnya Potassium dan Karbon dalam Proses Fitoremediasi dengan Mikroalga

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Biomass Magazine

Fitoremediasi merupakan cabang dari bioremediasi yang memanfaatkan tanaman untuk remediasi air limbah. Tanaman yang digunakan memiliki kapasitas untuk menyerap kontaminan berlebih seperti bahan organik dan anorganik, logam berat, polutan farmasi, limbah pertanian, dan limbah industri (Mustafa and Hayder, 2021). Selain menggunakan tanaman, fitoremediasi dapat dilakukan menggunakan mikroalga.

Mikroalga adalah makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang dengan cepat di suatu perairan. Pertumbuhan mikroalga terjadi pada tiga kondisi berbeda yaitu, kondisi fototrofik (phototrophic conditions), kondisi heterotrofik (heterotrophic conditions), dan kondisi mixotrofik (mixotrophic conditions). Fitoremediasi menggunakan mikroalga berpotensi besar karena memiliki efisiensi penyisihan nutrisi yan tinggi dan biaya yang rendah. Mikroalga secara signifikan mengurangi polusi dengan menghilangkan nutrient, fikasasi CO2, dan meremediasi antibiotik dalam air serta dapat meningkatkan oksigen terlarut dalam air. Beberapa faktor dapat memengaruhi proses remediasi menggunakan mikroalga. Faktor-faktor yang dapat memengaruhi proses remediasi menggunakan mikroalga diantaranya adalah kultivasi mikroalga, pH, rasio C/N/P, temperature, kondisi cahaya, dan kehadiran bakteri.

Senyawa organik seperti COD atau BOD5 dan unsur hara seperti N, K, P, karbon (C) merupakan senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan alga dan bakteri. Kalium (K) merupakan unsur hara makro yang berfungsi mengubah bentuk fisik molekul enzim, membuka tempat kimia aktif yang sesuai untuk reaksi. Kalium juga menetralkan berbagai anion organik dan senyawa lain dalam tanaman, yang membantu menstabilkan pH antara 7 dan 8, yang optimal untuk sebagian besar reaksi enzim. Kalium juga memainkan peran utama dalam transportasi air dan nutrisi ke seluruh tanaman di xylem.

Pembudidayaan alga dari tambak di Desa Bulusidokare, Sidoarjo, Jawa Timur merupakan tahap awal dari penelitian ini. Pembudidayaan dilakukan menggunakan reaktor tabung plastik dengan volume 25L dan diaerasi menggunakan aerator tipe RC 410, dijemur di bawah sinar matahari, dan ditambahkan pupuk NPK. Analisis pendahuluan untuk beberapa parameter seperti COD, BOD, PO4-P, DO, dan pH dilakukan sebelum proses fitoremediasi dimulai. Proses fitoremediasi air kolam retensi dilakukan secara batch menggunakan reaktor tabung gelas 8L di rumah kaca dan diarasi secara kontinyu menggunakan RC410. Reaktor uji menggunakan air kolam retensi ditambah kultur alga dengan perbandingan 1:3. Variabel penelitian adalah penambahan unsur K berupa KH2PO4 + K2HPO4 dengan konsentrasi 0%, 1% dan 3% dari total K, Bold’s Basal Medium (BBM), dan penambahan unsur C berupa sukrosa dengan konsentrasi 0mg/L dan 29,4 mg/L. Penelitian ini juga dilengkapi dengan reaktor kontrol yang hanya berisi air kolam retensi. Masing-masing reaktor diberi kode Control, 0K, 1K, 3K, 0KC, 1KC, 3KC. Analisis PO4-P, dilakukan pada hari ke 0, 3, 6, 9, 11, 13, 16, dan 18.

Kadar awal PO43- pada air kolam retensi adalah 1,18±0,04 mg/L. Pada hari ke-0, kadar PO4-P dalam reaktor uji lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor control dan kadarnya bervariasi antara 2,7 mg/L dan 4,47 mg/L, sedangkan pada reaktor control kadar PO4-P adalah 1,29 mg/L. Perbedaan kadar PO4-P pada hari ke-0 dapat disebabkan oleh penambahan unsur K dan unsur C yang bervariasi. Selama penelitian, kadar PO4-P di semua reaktor uji dari hari ke-3 sampai hari ke-6 menurun drastic, terutama pada reaktor yang ditambahkan unsur K (1K dan 3k) tanpa penambahan unsur C dan pada reaktor yang ditambah unsur K dan C (1KC dan 3KC). Fosfor yang tersedia dalam air limbah akan diikat oleh mikroalga untuk pembentukan sel, pertumbuhan, dan pematangan sel serta membentuk protoplasma baru.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan kadar fosfat terbesar terjadi pada reaktor 3KC, yaitu pada reaktor yang ditambahkan 3% K dan sukrosa, pada hari ke-6. Penurunan 72% menghasilkan 1,40 ± 0,01 mg/L PO4-P. Proses penurunan fosfat juga terjadi karena adanya simbiosis alga-bakteri di air kolam retensi. Semakin tinggi pertumbuhan alga maka semakin banyak pula senyawa anorganik yang diserap oleh alga, sehingga kadar fosfat semakin berkurang. Pertambahan dan kepadatan sel dipengaruhi oleh penambahan unsur C, P, dan N. Alga berada dalam masa stasioner dari hari ke-9 karena menipisnya cadangan nutrisi dan energi dalam media, sehingga pertumbuhan mikroalga cenderung statis. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan unsur K dan C berpengaruh terhadap konsentrasi PO4-P. Konsentrasi PO4-P terendah terjadi pada reaktor yang ditambahkan 3% unsur K dan 29,4 mg/L C (3KC) pada hari ke-6, yaitu 1,40±0,01 mg/L dengan efisiensi penyisihan 72%.

Penulis: Nur Indradewi Oktavitri

Tulisan detail terkait artikel ini dapat dilihat dalam publikasi kami di

http://www.envirobiotechjournals.com/article_abstract.php?aid=11300&iid=328&jid=4

INDAH NURHAYATI, RHENNY RATNAWATI, JOKO SUTRISNO, YANATRA BUDI PRAMANA AND NUR INDRADEWI OKTAVITRI. 2021

MICROALGAE SCENEDESMUS SP POTENTIAL IN PHYTOREMEDIATION OF KALIDAMI RETENTION POND WITH POTASSIUM AND CARBON ADDITION

Pollution research paper Vol. 40, Issue 1, 2021; Page No (194-198)

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp