Komplikasi Pemasangan Ventriculoperitoneal Shunt pada Anak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi oleh childrensomaha.org

Ventriculoperitoneal Shunt adalah prosedur pembedahan yang dilakukan untuk membebaskan tekanan intracranial (dalam otak) yang diakibatkan oleh terlalu banyaknya cairan serebrospinal (hidrosefalus). Cairan dialirkan dari ventrikel di otak menuju rongga peritoneum.

Hidrosefalus adalah suatu gangguan pembentukan, aliran, atau penyerapan cairan serebrospinal yang mengarah ke peningkatan volume cairan di dalam susunan saraf pusat sehingga kepala anak membesar.

Sejumlah risiko (komplikasi) dapat terjadi setelah pemasangan ventriculoperitoneal shunt. Komplikasi ini termasuk infeksi, blok/sumbatan, subdural hematom, ascites (cairan pada perut), obstruksi (penyumbatan) saluran pencernaan, perforasi organ berongga, malfungsi (tidak berfungsi), atau migrasi dari shunt (shunt bergeser tidak pada tempatnya). Migrasi dapat terjadi pada ventrikel lateralis, mediastinum, saluran gastrointestinal, dinding abdomen (perut), vagina, dan scrotum. Risiko yang paling sering terjadi adalah infeksi shunt dan subdural hematom.

Infeksi

Infeksi shunt didefinisikan sebagai isolasi organisme dari cairan ventrikuler, selang shunt, reservoir dan atau kultur darah dengan gejala dan tanda klinis menunjukkan adanya infeksi atau malfungsi shunt, seperti demam, peritonitis, meningitis, tanda-tanda infeksi di sepanjang jalur selang shunt, atau gejala yang tidak spesifik seperti nyeri kepala, muntah, perubahan status mental dan kejang.

Infeksi merupakan komplikasi yang paling ditakutkan. Sebagian besar infeksi terjadi dalam 6 bulan setelah prosedur dilakukan. Infeksi yang terjadi biasanya merupakan bakteri staphylococcus dan propionibacterial. Infeksi dini terjadi lebih sering pada neonatus dan berhubungan dengan bakteri yang lebih virulen seperti Escherichia coli. Shunt yang terinfeksi harus dikeluarkan, Cairan serebrospinal harus disterilkan, dan dilakukan pemasangan shunt yang baru. Terapi shunt yang terinfeksi hanya dengan antibiotik tidak direkomendasikan karena bakteri dapat ditekan untuk jangka waktu yang lama dan bakteri kembali saat antibiotik diberhentikan. Sehingga pada pasien ini dilakukan eksternisasi (pengeluaran) selang VP shunt yang berada di distal, selanjutnya dilakukan pemasangan ekstraventricular drainage, serta pemberian antibiotik sesuai hasil tes sensitivitas bakteri. Hal ini dilakukan agar tetap terjadi drainage dari cairan serebrospinal yang berlebihan agar tidak terjadi peningkatan tekanan intracranial (dalam otak).

Subdural Hematom

Subdural hematom biasanya terjadi pada anak-anak dengan perkembangan kepala yang telah lengkap. Insiden ini dapat dikurangi dengan memperlambat mobilisasi setelah operasi. Subdural hematom diterapi dengan drainase dan mungkin membutuhkan oklusi (penyumbatan) sementara dari shunt.

Penulis: Prastiya Indra Gunawan

Informasi detail bisa dilihat pada tulisan kami di:

https://sljch.sljol.info/articles/abstract/10.4038/sljch.v50i3.9692/

Alivia Retra Kusumowardhani, Prastiya Indra Gunawan, Deby Kusumaningrum, Wihasto Suryaningtyas. Cerebrospinal fluid culture and analysis in pediatric patients with shunt infection. Sri Lanka Journal of Child Health 2021;50(3): 436-441. DOI: http://doi.org/10.4038/sljch.v50i3.9692

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp