Determinan Kepemilikan Jaminan Kesehatan pada Ibu Hamil

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh WTOP News

Pelayanan antenatal care (ANC) merupakan faktor penting dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Kematian ibu merupakan faktor penting dalam menentukan derajat kesehatan suatu daerah. Tidak heran jika hal tersebut menjadi perhatian dalam program Sustainable Development Goals (SDGs) poin 3.1 dan 3.2. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan merekomendasikan agar ibu hamil melakukan setidaknya empat kali kunjungan ANC selama kehamilannya; satu kali kunjungan pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Namun, di beberapa negara berkembang, akses penggunaan layanan ANC masih sangat minim. Indonesia merupakan negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan angka kematian ibu tinggi di kawasan Asia Tenggara. Secara statistik, angka kematian ibu pada tahun 2012 sebesar 359 kasus per 100.000 kelahiran hidup dan menurun pada tahun 2015 menjadi 305 kasus per 100.000 kelahiran hidup. Sebagai salah satu upaya menekan angka kematian ibu yang tinggi, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menginisiasi program jaminan kelahiran (Jampersal) sebagai salah satu solusi alternatif untuk ibu hamil yang kesulitan ekonomi dalam membiayai pelayanan ANC, pelayanan pasca persalinan, dan KB pascapersalinan.

Namun, pada tahun 2014 program jaminan kelahiran diganti dengan program jaminan nasional yang disebut Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang meliputi pelayanan asuransi untuk pasien rawat jalan dan rawat inap di pelayanan kesehatan dan beberapa pelayanan kesehatan swasta. JKN juga menanggung layanan ANC, persalinan, dan nifas. Bagi warga negara non keluarga miskin, peserta harus membayar biaya untuk menerima layanan program JKN. Pmerintah membayar biaya ini untuk keluarga berpenghasilan rendah melalui mekanisme subsidi.

Beberapa penelitian menemukan adanya masyarakat yang kurang mengakses ANC karena alasan jarak dan hambatan status sosial ekonomi ibu hamil. Mahalnya biaya pelayanan Kesehatan merupakan faktor paling menentukan yang membuat ibu hamil enggan mengakses ANC. Sebagai solusi dari situasi ini, pemerintah menerapkan sistem jaminan kesehatan sebagai langkah mitigasi layanan ANC]. Salah satu indikator keberhasilan pelaksanaan program JKN adalah pada distribusi status kekayaan penerimanya. Program ini menyasar masyarakat miskin dan seluruh masyarakat. Sebuah penelitian menemukan bahwa kepemilikan asuransi diketahui menjadi faktor penting dalam pemanfaatan layanan ANC oleh perempuan miskin di rumah sakit perkotaan. Penelitian lain di Nigeria melaporkan bahwa beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan, termasuk status perkawinan, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan bulanan. Sementara itu, penelitian sebelumnya di Indonesia menemukan bahwa jenis tempat tinggal, usia, status kekayaan, pendapatan, perilaku merokok, dan riwayat penyakit kronis juga mempengaruhi kepemilikan asuransi kesehatan.

Beberapa penelitian lain menunjukkan dampak positif kepemilikan asuransi terhadap peningkatan akses ke layanan ANC. Studi lain yang dilakukan di Ghana, Indonesia, dan Rwanda juga menunjukkan bahwa asuransi kesehatan meningkatkan akses ANC sebesar 8% di Ghana, 3% di Indonesia, dan 11% di Rwanda. Namun, kesenjangan dalam pemanfaatan program JKN masih terlihat. Faktor geografis yang terkait dengan jarak dan biaya transportasi kemungkinan menjadi penyebabnya. Misalnya, fasilitas kesehatan di Indonesia bagian barat lebih banyak daripada Indonesia bagian timur (Sulawesi hingga Papua). Rendahnya tingkat pendidikan yang dikaitkan dengan kemiskinan bisa menjadi faktor tambahan bagi buruknya pemanfaatan layanan kesehatan. Berdasarkan kenyataan tersebut, penting untuk mengeksplorasi lebih jauh mengenai determinan kepemilikan asuransi kesehatan pada ibu hamil di Indonesia.

Artikel ini mengungkapkan sebuh kesimpulan yang menarik yaitu bahwa terdapat empat variabel yang dapat menjelaskan faktor-faktor penentu kepemilikan asuransi kesehatan di Indonesia. Keempat variabel tersebut adalah tingkat pendidikan, status kekayaan, paritas, dan pengetahuan tanda bahaya kehamilan. Ibu hamil dengan pendidikan tinggi berpeluang lebih besar untuk memiliki asuransi kesehatan dibandingkan ibu hamil tidak berpendidikanIbu hamil grand multipara memiliki kemungkinan lebih besar untuk memiliki asuransi kesehatan dibandingkan ibu hamil primipara. Ibu hamil yang tahu semua tanda bahaya kehamilan memiliki kemungkinan lebih besar untuk memiliki asuransi kesehatan daripada ibu hamil yang tidak mengetahui semua tanda bahayanya kehamilan.

Temuan uniknya adalah bahwa ternyata ibu hamil dengan status kekayaan sedang lebih kecil kemungkinannya untuk memiliki asuransi kesehatan dibandingkan ibu hamil dengan status kekayaan termiskin. Hal ini disebabkan pada kelompok masyarakat termiskin termasuk dalam kategori masyarakat penerimabantuan iuran sehingga premi asuransi dibiayai oleh pemerintah. Tetapi bagi masyarakat berpenghasilan sedang diharapkan bisa mengikuti asuransi dengan biaya mandii. Oleh karena itu pemerintah perlu menggalakkan kampanye untukmeningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam JKN.

Penulis: Ratna Dwi Wulandari, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga

Link artikel: https://doi.org/10.1186/s12889-021-11577-z

Sumber: Laksono, A.D., Wulandari, R.D. & Matahari, R. The determinant of health insurance ownership among pregnant women in Indonesia. BMC Public Health21, 1538 (2021).

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp