Poros Maritim Dunia: Strategi Indonesia sebagai Negara Middle-Power terhadap Belt and Road Initiative dan Free-Open Indo Pacific

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh asiatoday.id

Indonesia berada pada posisi yang strategis di mana wilayah Asia Tenggara menjadi wilayah yang mendapatkan pengaruh dari dua geopolitik besar yaitu Belt and Road Initiatives (BRI) dari Tiongkok dan Free-Open Indo Pacific dari US, Jepang, India, dan Australia. Kedua strategi geopolitik ini saling berebut pengaruh terhadap negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia yang mana Indonesia juga turut aktif sebagai pemimpin dari ASEAN. Posisi Indonesia sebagai negara kekuatan menengah (middle-power) berusaha untuk mengakomodasi kedua strategi geopolitik negara-negara besar dengan menggunakan kebijakan poros maritim dunia.

Hubungan Indonesia dengan BRI dan FOIP

Indonesia sendiri sudah menandatangani 23 MoU dengan Tiongkok untuk berkolaborasi dalam proyek infrastruktur. Hal ini karena Indonesia dengan lokasinya yang strategis mampu mendukung ambisi Tiongkok untuk membuat jalur perdagangan melalui BRI. Indonesia memanfaatkan BRI ini untuk mengembangkan kebijakan poros maritime dunia dengan menerima investasi Tiongkok untuk membangun tol laut. Berkaitan hubungan antara Indonesia dan the Quad melalui FOIP agenda tidak sekuat dengan Tiongkok. Karena FOIP dalam hal ini masih pada tahap realisasi karena sampai saat ini masih sebatas wacana meskipun ada dokumen-dokumen yang mendukung. Hubungan Indonesia dalam bingkai FOIP dapat dilihat dalam kerjasama antara Indonesia dengan masing-masing negara the Quad, dari kerjasama dengan keempat negara Amerika Serikat, Jepang, India, dan Australia terlihat bahwa Indonesia menggunakan poros maritime dunia untuk mengakomodasi kerjasama dengan keempat negara tersebut

Poros Maritim Dunia sebagai Strategi Middle Power Indonesia secara Teoritis

Penjelasan terkait middle power dijelaskan Jokowi pada masa melakukan kampanye pada tahun 2014, bahwa Indonesia bisa memilih untuk terlibat atau tidak dalam suatu isu baik dalam tingkat regional dan global. Indonesia mengambil kesempatan dari adanya BRI dan FOIP untuk mencapai kepentingan Indonesia sendiri. Hal ini sejalan dengan tiga pendekatan middle power, pertama pendekatan hierarki yang berfokus pada kapasitas materi suatu negara yang berbeda antara negara great power dan small power. Pendekatan kedua yaitu fungsional di mana kapabilitas materi suatu negara digunakan untuk terlibat dalam area internasional. Pendekatan yang ketiga yaitu behavioural yang mana negara middle power cenderung berperilaku sebagai actor internasional yang baik yang mendukung multilateralisme, tatanan internasional dan menjadi mediator dalam perselisihan. Sehingga pendekatan ini semakin menjelaskan bahwa negara middle power tidak bisa bergerak sendirian.

Implementasi Poros Maritim Dunia terhadap BRI dan FOIP

Dalam kaitannya dengan strategi middle power terhadap BRI, Indonesia menggunakan kapabilitasnya seperti menggunakan sumber daya yang ada untuk bisa melakukan kerjasama dengan Tiongkok terutama dalam bidang infrastruktur. Indonesia tidak serta merta secara menyeluruh terlibat dengan Tiongkok dalam segala bidang. Untuk memaksimalkan potensi dan meminimalisir resiko dengan Tiongkok, kerjasama yang dilakukan hanya sebatas B2B (Business to Business). Kedua yaitu mengimplementasikan niche diplomasi, di mana Indonesia menyatukan nilai-nilai yang ada pada poros maritime dunia dengan BRI. Investasi BRI digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur seperti jalan tol, pipa gas, jaringan listrik, dan infrastruktur maritime. Bahkan Tiongkok juga bersedia membiayai pembangunan pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta serta berpartisipasi dalam pembangunan jembatan laut antara Batam dan Bintan. Investasi proyek infrastruktur ini diharapkan dapat meningkatkan konektifitas antar pulau sehingga perjalanan barang dan komoditas bisa berjalan lancar dan dapat mengurangi adanya ketimpangan antar wilayah Indonesia. Ketiga yaitu membangun peran yang konstruktif dengan secara berkelanjutan untuk meningkatkan intensitas kerjasama antara Indonesia dan Tiongkok. Keempat berperan sebagai multilateralis yang baik, di mana Indonesia berusaha menghubungkan antara BRI dengan ASEAN, agar manfaat BRI tidak hanya sebatas ada di Indonesia saja namun juga wilayah Asia Tenggara.

Berbeda dengan BRI, perilaku Indonesia terhadap FOIP dapat dianalisis dengan menggunakan 5c, capacity (kapasitas), concentration (konsentrasi), creativity (kreatifitas), coalition-building (pembangunan koalisi) dan credibility (kredibilitas). Kapasitas mengacu pada kemampuan diplomasi suatu negara dibanding kekuatan militer negara. Sebagai contoh Indonesia berusaha menghubungan FOIP dengan sentralitas ASEAN. Kedua yaitu konsentrasi, di mana memfokuskan FOIP kepada kebijakan poros maritime dunia. Hal ini bertujuan agar perdamaian, stabilitas, dan pembangunan di wilayah ASEAN dapat berjalan dengan baik. Ketiga yaitu kreativitas, di mana Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dalam pidatonya mengatakan bahwa FOIP beberapa kali menjadi topik pidato yang mana Indonesia memiliki posisi bahwa Indonesia siap menyambut kerjasama bersama negara pendiri FOIP pada Pertemuan Tingkat Menteri pada East Asia Summit tanggal 09 Agustus 2018. Pembangunan koalisi lebih mengarah bagaimana Indonesia bersama negara lain bekerjsama dalam kerangka FOIP dengan komitmennya untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Terakhir yaitu kredibilitas, yang mana Indonesia dalam menjalin kerjasama harus menjaga kredibilitasnya terutama dalam menjaga sentralitas, Indonesia membuat draft outlook di Indo-Pasifik.

Hasil

Sudah jelas bahwa dalam menghadapi BRI dan FOIP, Indonesia menggunakan strategi middle power dengan menggunakan kebijakan poros maritime dunia. Dari tulisan ini kita dapat berharap bahwa Indonesia bisa memiliki kebijakan yang lebih spesifik dalam meningkatkan peran dan pengaruh dalam tatanan regional dan internasional. Karena tidak bisa dipungkiri melalui poros maritime dunia dalam kaitannya dengan BRI dan FOIP Indonesia memiliki peran yang prominen dalam kepemimpinannya di ASEAN.

Penulis: Fadhila Inas Pratiwi, MA.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.cejiss.org/global-maritime-fulcrum-indonesia-s-middle-power-strategy-between-belt-and-road-initiatives-bri-and-free-open-indo-pacific-foip

Pratiwi, F.I., Puspitasari, I., Hikmawati, I., Bagus, H. 2021. Global Maritime Fulcrum: Indonesia’s Middle Power Strategy Between Belt And Road Initiatives (BRI) and Free-Open Indo Pacific (FOIP). Central European Journal of International and Security Studies. Vol. 15, No. 3, 2021, pp. 30-54. DOI: 10.51870/CEJISS.A150302

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp