Refleksi Model Pemberdayaan Masyarakat dalam Pemberian ASI Eksklusif

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin

Menyusui merupakan perilaku ibu yang membawa banyak manfaat baik bagi ibu maupun bayi. ASI mengandung zat pelindung yang dapat mencegah bayi dari berbagai penyakit infeksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lamanya pemberian ASI sangat mempengaruhi kelangsungan hidup bayi di Indonesia. Bayi yang disusui dengan durasi 6 bulan atau lebih memiliki tingkat kelangsungan hidup 33,3 kali lebih besar daripada mereka yang disusui kurang dari 4 bulan. Selain itu, menyusui minimal sampai 6 bulan mengurangi kemungkinan ibu menderita kanker payudara, kanker rahim, dan kanker ovarium . Namun perilaku pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum memenuhi harapan. Cakupan ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 35%. Selain itu, Profil Kesehatan Indonesia tahun 2017 menunjukkan bahwa bayi yang diberi ASI eksklusif sampai usia enam bulan adalah 29,5%. Cakupan ASI eksklusif di Jawa Timur tahun 2017 sebesar 41,17%.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Peneliti membuat gambaran yang kompleks, menelaah kata-kata dari laporan rinci dari sudut pandang responden, dan melakukan studi terhadap situasi yang dialami. Penelitian dilakukan di lima Puskesmas yang mewakili Surabaya Timur, Barat, Selatan, Utara dan Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dengan ibu menyusui. Hasil penelitian mengungkapkan beberapa hal penting terkait model dan pemberdayaan masyarakat dalam pemberian ASI eksklusif. Secara umum praktik pemberian ASI eksklusif mengalami banyak kendala karena kesalahpahaman di masyarakat, faktor eksternal ibu yang mempengaruhi pengambilan keputusan untuk menyusui, dukungan suami yang belum optimal, pendidikan ASI eksklusif di masyarakat luas yang masih belum masif, dan kendala yang dihadapi ibu bekerja ketika harus meninggalkan anak di rumah.

Ketidakakuratan pengetahuan tentang batasan pemberian ASI eksklusif ditemukan pada beberapa partisipan penelitian ini. Mereka memahami bahwa ASI eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada bayi tanpa memahami durasinya padahal pendapat ibu tentang menyusui akan berkorelasi dengan pemenuhan kebutuhan gizi dan status gizi bayi. Disisi lain, beberapa ibu percaya bahwa menyusui dapat meningkatkan kekebalan, kecerdasan, dan aktivitas bayi. Lebih lanjut, ibu percaya bahwa melalui proses menyusui akan terbangun kedekatan emosional antara ibu dan bayi. Keuntungan lain yang dirasakan peserta adalah masalah ekonomi. Mereka mengungkapkan bahwa menyusui bayi sangat membantu perekonomian keluarga karena orang tua tidak perlu memberikan susu formula. Dukungan yang dirasakan ibu selama proses menyusui berasal dari suami, orang tua, dan rekan kerja. 

Sementara itu, faktor pekerjaan ibu seringkali membuat sebagian partisipan kesulitan untuk tetap memberikan ASI eksklusif. Hampir semua ibu yang bekerja menitipkan anaknya pada orang tua, baik ibu kandung maupun mertua. Seringkali orang tua ibu menyarankan untuk memberikan susu formula tambahan dengan alasan kecukupan gizi. Di sisi lain, fasilitas tempat kerja untuk mendukung pemberian ASI masih kurang. Pemberian ASI menurun secara signifikan saat ibu kembali bekerja dan alasannya karena ibu merasa produksi ASInya menurun selama jarak dengan bayinya. Selain itu, ibu bekerja merasa bersalah dan khawatir ketika kembali bekerja karena merasa ASI tidak cukup untuk bayinya. Sedangkan kecemasan ibu dapat berdampak pada penurunan produksi ASI.

Kendala lain yang dirasakan ibu adalah perbedaan pendapat dengan orang tua atau mertua. Orang tua atau mertua percaya bahwa jika bayi menangis berarti  haus dan ketika ibu bayi mencoba untuk memberikan ASI dan bayi terus menangis, nenek akan menyarankan untuk memberikan susu formula tambahan karena mereka merasa bahwa ASI tidak dapat memenuhi kebutuhan bayi. Kondisi payudara juga menjadi kendala di kalangan ibu. Para ibu baru mengalami kesulitan untuk mendukung bayi mereka menempel dengan mudah selama menyusui langsung. Selain itu, beberapa partisipan mengeluh merasa tertekan dengan mitos yang diyakini oleh keluarganya tentang menyusui. Mereka kesal dengan aturan tidak logis yang diberlakukan oleh orang tua atau keluarga besar mereka. Larangan tidur siang membuat ibu merasa lelah karena kurang istirahat setelah begadang semalaman untuk menjaga bayi dan larangan mengkonsumsi jenis makanan tertentu membuat selera makan mereka berkurang. 

Para ibu memiliki harapan pada  pemuka agama untuk mendukung pemberian ASI. Mereka percaya bahwa hal itu dapat meningkatkan persepsi positif masyarakat dan meningkatkan dukungan menyusui. Selain itu, penelitian lain menunjukkan bahwa ibu yang melihat iklan menyusui di televisi dan mendengar tentang menyusui di radio memiliki persepsi positif tentang menyusui anaknya untuk kesehatan jangka panjang dengan persentase masing-masing 94% dan 100% dibandingkan yang lain.

Oleh karena itu, Ibu menyusui membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Dukungan yang diharapkan ibu berasal dari suami dan orang tua atau mertua. Selain itu, dukungan dari tokoh agama menjadi hal yang perlu ditingkatkan. Kondisi kerja menjadi tantangan tersendiri untuk terus memberikan ASI eksklusif bagi anak. Selain itu, mitos yang kurang disukai ibu menyusui perlu mendapat perhatian khusus. Edukasi terkait menyusui perlu diberikan secara masif melalui media elektronik dan media sosial.

Penulis : Sylvia dwi WahyuniInformasi detail dapat  dilihat di artikel yang berjudul: Reflections on the Community Empowerment in Giving Exclusive Breastfeeding dan dapat dilihat di laman: http://www.ijfmt.com/issues.html,  April-June 2021, Vol.15 issue 3.

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp