Dekan FH UNAIR Langsungkan Penelitian terkait Wewenang Komnas HAM dalam Kebakaran Hutan di Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Potret kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia hingga menimbulkan krisis kabut asap di Asia Tenggara. (Foto dari Detik.com)

UNAIR NEWS – Dekan FH UNAIR Iman Prihandono, Ph.D., melangsungkan penelitian untuk submisi Indonesian Law Review, jurnal Universitas Indonesia. Topik yang dijadikan penelitian mengenai wewenang yang dimiliki Komnas HAM dalam pencarian keadilan untuk korban kebakaran hutan. Penelitian ini dilangsungkan oleh Iman bersama Nadirsyah Hosen dari Monash University, dan Keely Boom dari University of Wollongong. Untuk mengeksplor seluk beluk substansi riset ini, tim redaksi melangsungkan wawancara dengan Iman pada Senin siang (11/10/2021).

Iman menuturkan bahwa kebakaran hutan di Indonesia yang dipicu oleh aktivitas korporasi untuk membuka lahan dalam skala masif telah menyebabkan krisis kabut asap di Asia Tenggara. Krisis ini bentuk pelanggaran HAM bagi korban-korbannya, seperti hak hidup, hak atas lingkungan yang baik dan sehat, dan hak atas kesehatan. Ia menambahkan bahwa skenario ini masih gagal dibendung oleh mekanisme peradilan dan korban masih belum bisa terakses.

“Disini Komnas HAM dapat bertindak sebagai lembaga pengaduan non-yudisial untuk korban krisis asap dan melawan korporasi pelanggar. Namun terdapat berbagai hambatan signifikan bagi Komnas HAM untuk merealisasikan investigasi, mediasi, pemulihan bagi korban secara efektif. Hal tersebut ialah kelemahan kerangka hukum dan penurunan kepercayaan publik terhadap integritas lembaga,” ujar pakar Bisnis dan HAM itu.

Terdapat tiga kelemahan kerangka hukum yang dicatatkan dalam penelitian Iman. Pertama, Komnas HAM tak mampu untuk mengeluarkan keputusan yang mengikat sekalipun investigasi lembaga tersebut mencatatkan bahwa pelanggaran HAM telah terjadi. Kedua adalah terbatasnya kemampuan untuk pengumpulan bukti dalam suatu investigasi. Komnas HAM tak bisa memanggil saksi dengan kemampuan mengikat dan tanpa meminta bantuan dari Pengadilan. Terakhir, Komnas HAM tak dapat mempertahankan yuridiksinya karena dapat terbentur kewenangannya dengan lembaga lain. Sekalipun terdapat kesetaraan lembaga secara teoritis, Komnas HAM tak memiliki imunitas hukum seperti penegak hukum lainnya.

“Secara teoritis, Komnas HAM memiliki yurisdiksi terhadap korporasi sesuai mandatnya. Ia juga dapat membantu pemulihan korban di pengadilan melalui pengiriman amicus curae. Namun kerap kali ini terbukti inefektif karena sifatnya yang tidak mengikat, dan itu juga diperburuk dengan minimnya transparansi kinerja Komnas HAM dalam beberapa tahun terakhir,” papar alumni Macquarie University itu.

Apabila dikalikan dengan krisis kabut asap, Iman mencatatkan bahwa telah tampak geliat Komnas HAM untuk perampungan isu ini. Salah satunya adalah Rencana Aksi Nasional Komnas HAM dan ELSAM tentang Bisnis dan HAM yang dikeluarkan pada tahun 2017. Namun ia mengatakan bahwa amat krusial tindak lanjut dari rencana ini, terutama dari kacamata legislatif demi terwujudnya pemajuan HAM secara efektif dalam krisis kabut asap, dan pelanggaran HAM yang melibatkan korporasi lainnya.

Dalam konteks hukum HAM internasional, salah satu mekanisme pemulihan non-yudisial yang terpenting adalah national human rights institution (NHRI) karena ia dapat menjembatani pemerintah dan masyarakat terkait pemajuan HAM. Iman menambahkan bahwa eksistensi NHRI telah diformalisasikan pula dalam Paris Principles, dan ekuivalen NHRI ini di Indonesia adalah Komnas HAM.

“Sangat diperlukan perubahan substansial di level Undang-Undang untuk memberikan yurisdiksi dan kekuatan memaksa kepada Komnas HAM. Hal ini dikarenakan agar mekanisme pemulihan non-yudisial yang efektif dapat terejawantahkan. Perlu dijalin terus komunikasi antara Komnas HAM, pemerintah, organisasi masyarakat sipil dan akademisi guna merumuskan penguatan mandat Komnas HAM, khususnya berkaitan dengan pelanggaran HAM oleh korporasi,” tutupnya.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp