Enam Indikator Bangsa yang Besar dan Tantangannya bagi Generasi Muda Indonesia

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Dekan FH UNAIR Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., hadir sebagai narasumber dalam Kuliah Kebangsaan UNAIR pada Selasa siang (28/9/2021). (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Dekan FH UNAIR Iman Prihandono, S.H., M.H., LL.M., Ph.D., hadir sebagai narasumber dalam Kuliah Kebangsaan UNAIR pada Selasa siang (28/9/2021). Kuliah tersebut diberi judul “Aku Berkarya Ku Pahat Sejarah,” dan materinya mengeksplor terkait tantangan-tantangan generasi muda Indonesia, terkhususnya Ksatria Airlangga.

Iman memaparkan bahwa bangsa yang besar tak sekadar didefinisikan sebagai bangsa yang memiliki seabrek jumlah populasi, diversitas populasi, kaya akan sumber daya alam, atau wilayah geografis yang luas. Ia didefinisikan enam aspek, yakni: kesejahteraan, ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), kekuatan militer, adaptasi, pemerintahan yang bersih, dan kemauan untuk mewujudkan cita-cita.

Pertama, pakar Bisnis dan HAM itu menjelaskan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat biasanya ditalikan dengan pertumbuhan ekonomi yang stabil. Dari sini, tingginya kesejahteraan tersebut menurutnya dapat ditranslasikan dengan terwujudnya kesetaraan di masyarakat serta kemandirian bangsa dalam pengelolaan ekonomi.

“Namun nyatanya Indonesia masih memiliki problem ketimpangan sosial, contohnya di sektor pendidikan yang kemudian dapat berdampak di aspek produksi. Menyadur data BPS, 58,26% total tenaga kerja hanya lulusan SMP dan apabila dipersempit lagi, 40,51% mereka hanya lulusan SD,” papar alumni Macquarie University itu.

Kedua, Iman menjelaskan bahwa bangsa yang besar harus memiliki tingkat penguasaan iptek yang mumpuni. Penguasaan ini tentu akan membuka kesempatan untuk melahirkan berbagai inovasi baru.  Hal ini tentu krusial dalam mendukung proses-proses produksi untuk pertumbuhan ekonomi. 

“Disinilah peran universitas dapat berkontribusi. Oleh karena itu, penting bagi universitas untuk memiliki kebebasan akademik dalam konteks pengembangan keilmuan, baik bagi mahasiswa maupun dosen. Akan sayang sekali apabila kesempatan riset atau inovasi itu terbuang sia-sia dan tidak dimanfaatkan dengan baik. Apalagi jumlah penduduk di Indonesia yang mengenyam pendidikan tinggi hanyalah 8,5%. Sehingga itu merupakan suatu bentuk privilege yang harus dikembalikan ke masyarakat dengan inovasi-inovasi yang dapat memecahkan masalah sosial,” ujarnya.

Ketiga, indikator bangsa besar adalah kemampuan untuk menjaga kedaulatannya melalui kekuatan militer. Iman mengatakan bahwa kuatnya kapabilitas militer akan menjadikan bangsa tersebut disegani dan ia dapat menyalurkan bantuan militer ke negara lain yang sedang berkonflik.

Indikator keempat ialah kemampuan negara untuk adaptif dengan berbagai perubahan global, baik itu di aspek politik, lingkungan, teknologi, dan ekonomi. Iman menjelaskan bahwa problematika kontemporer global seperti kedaulatan pangan, pandemi COVID-19, dan perubahan iklim harus dihadapi Indonesia, dan ia harus adaptif demi mengakomodir problematika-problematika tersebut agar tetap ada.

“Menurut Kementerian ESDM, Indonesia memiliki cadangan batu bara untuk 65 tahun kedepan. Namun dalam pengelolaannya, tentu terdapat tantangan masif agar tidak merusak lingkungan. Di sektor energi, Indonesia masih harus dihadapkan dengan tingkat impor migas yang tinggi. Di sektor pangan, kita dihadapi dengan meningkatnya nilai impor bahan pangan dan jumlah petani serta nelayan yang terus menurun,” tekan Iman.

Kelima, Iman menjelaskan terkait pentingnya pemerintahan yang bersih untuk mengakomodir pertumbuhan dan inovasi tersebut. Pengejawantahan umumnya adalah inklusivitas dan kesamaan di mata hukum, pemenuhan hak asasi manusia, dan tingginya tingkat transparansi. Terakhir, bangsa yang besar akan memiliki penduduk berkemauan tinggi dan nyaman untuk terus tinggal serta berkontribusi positif untuk bangsa tersebut.

“Kemauan individu ini penting karena mereka berlatar belakang yang pasti berbeda-beda, tetapi mereka bersatu untuk mewujudkan nilai-nilai dan/atau cita-cita yang telah disepakati bersama. Indikator kelima dan keenam ini harus berjalan beriringan,” tekan Dekan itu.

Terakhir, Iman mengajak audiens yang diisi oleh mahasiswa baru UNAIR bahwa tantangan tersebut merupakan suatu momentum. Momentum bagi pemuda untuk mendorong suatu perubahan yang lebih baik.

“Indonesia dapat tetap berdiri juga karena kegigihan para pemuda untuk menciptakan suatu perubahan. Sekalipun konteks berbeda, tetapi pemuda harus berani keluar dari zona nyamannya dan tak takut gagal untuk mendobrak terobosan itu,” tutup Iman.

Penulis: Pradnya Wicaksana

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp