Guest Lecture FKH UNAIR Banyuwangi Bahas Rumah Potong Hewan

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Drh. Nanang Sugiharto, M.Si., menjelaskan materi Rumah Potong Hewan saat memberikan penjelasan. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Profesi dokter hewan menawarkan berbagai bidang kerja, salah satunya adalah pengawas pada Rumah Potong Hewan (RPH). Dokter hewan mengoptimalkan ketersediaan daging berstandar Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH) bagi masyarakat. Berdasarkan laporan WHO, penyakit yang ditularkan ke manusia melalui makanan (food borne disease) masih menjadi masalah besar di semua negara, bahkan di negara maju yang memiliki sistem jaminan keamanan pangan.

Untuk memahami lebih lanjut, Program Studi Pendidikan Dokter Hewan PSDKU UNAIR di Banyuwangi, pada Sabtu (25/09/2021) mengadakan guest Lecture dengan mengundang Drh. Nanang Sugiharto, M.Si. dari Dinas Pertanian Kabupaten Banyuwangi. 

Dokter Nanang panggilan akrabnya, di awal penyampaian materi menyebut bahwa kesehatan masyarakat veteriner merupakan segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia. Peran Kesmavet, lanjutnya, terdiri atas pencegahan penularan zoonosis, ketahanan dan keamanan pangan, perlindungan kesehatan lingkungan serta penerapan kesejahteraan hewan.

“Prinsip pangan harus halalan thoyiban, aman dan layak untuk dikonsumsi,” ujar dokter Nanang.

Kepala Bidang Kesmavet itu menjelaskan bahwa aman dalam artian pangan tidak mengandung bahaya yang dapat mengganggu atau membahayakan kesehatan manusia dan layak yaitu kondisi atau keadaan pangan tidak menyimpang dari karakteristiknya dan dapat diterima oleh masyarakat konsumen.

“Daging yang ASUH diperoleh melalui hewan sehat dan layak dipotong yang diketahui dengan penerapan kesejahteraan hewan dan pemeriksaan ante-mortem. Selanjutnya, penyembelihan di RPH yang memenuhi persyaratan teknis dan dilakukan oleh juru sembelih halal,” papar dokter Nanang.

Selain itu, tambahnya, daging sehat dan layak harus dipastikan melalui pemeriksaan post mortem. Penanganan higienis, imbuhnya dilakukan dengan mencegah kontaminasi dari bangunan, peralatan, bahan, air, pekerja, dan cara kerja yang sesuai SOP.

“Dasar hukum yang mengatur tentang pemotongan hewan di RPH adalah UU No. 18/2009 jo 41/2017,” jelas dokter Nanang.

Dalam UU tersebut dijelaskan bahwa, pemotongan hewan yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di RPH, Pemerintah daerah kabupaten/kota wajib memiliki RPH yang memenuhi persyaratan teknis serta usaha RPH harus dilakukan di bawah pengawasan dokter hewan berwenang di bidang pengawasan Kesmavet. 

“Permasalahan yang masih sering kami temukan di lapangan diantaranya adalah masih ditemukan ketidakselarasan antara para pelaku usaha mulai dari jagal sampai dengan pedagang daging. Kemudian peralatan yang telah tersedia belum seluruhnya dimanfaatkan seperti restraining box, alat penggantung atau rel dan masih terdapat pemotongan betina produktif,” ungkapnya.

Lebih lanjut, dokter Nanang menyebut belum seluruh RPH memiliki sertifikat NKV, sehingga produk yang dihasilkan belum sepenuhnya terjamin. Belum seluruh RPH memiliki sertifikat halal serta RPH belum didukung dengan sarana prasarana yang memadai, antara lain kapasitas IPAL kurang memadai dan belum dimanfaatkan secara maksimal. 

Kondisi yang baik dalam pengelolaan RPH, tandasnya, dapat tercapai jika semua stakeholder menerapkan Permentan No. 13/2010 tentang persyaratan rumah potong hewan ruminansia dan unit penanganan daging (Meat Cutting Plant) dan Permentan No. 381/2005 tentang pedoman sertifikasi kontrol veteriner pada unit usaha pangan asal hewan.

“Kita berharap restrukturisasi manajemen RPH dari pola tradisional ke arah profesional atau profit oriented berbasis jaminan keamanan pangan dapat dilaksanakan di masa yang akan datang,” pungkasnya.

Penulis : Muhammad Suryadiningrat

Editor : Nuri Hermawan 

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp