SRC Adakan Webinar Inseminasi Buatan pada Babi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ngakan Putu Oka S., drh., M.Si. saat mengisi webinar SRC. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS – Inseminasi Buatan (IB) babi telah banyak dilakukan di negara-negara dengan produksi babi yang intensif. Di Eropa, lebih dari 90% induk babi telah dibiakkan secara IB selama lebih dari dua dekade terakhir. Jika dibandingkan dengan perkawinan alami, IB merupakan alat yang sangat berguna untuk memperkenalkan gen-gen unggul ke dalam kawanan babi, dengan risiko penyakit yang minimal 

Untuk memperkenalkan IB pada babi khususnya dikalangan mahasiswa kedokteran hewan, Divisi Swine and Ruminant Care (SRC) Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HMKH) PSDKU di Banyuwangi pada Rabu (22/09/2021) mengadakan webinar bertajuk “Get to Know with SRC : The Process of Artificial Insemination on Swine”. 

Penyampaian materi dalam webinar tersebut disampaikan langsung oleh Ngakan Putu Oka S., drh., M.Si. dari Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) Baturiti, Bali.  Dokter Ngakan di awal menyebut bahwa peternakan babi merupakan lahan potensial untuk pemasok sumber protein hewani, khususnya bagi masyarakat non muslim. Selain itu, lanjutnya, penerapan teknologi IB pada babi di Indonesia sudah sejalan dengan meningkatnya kesadaran para peternak babi untuk memperoleh babi kualitas unggul, salah satunya dapat diterapkan melalui IB. 

“Hasil IB sangat tergantung pada kualitas semen dan prosedur inseminasi. Dalam praktiknya, semen segar yang diencerkan untuk inseminasi intraservikal banyak digunakan pada babi. Semen diperoleh dari babi di peternakan atau dari pusat khusus, yang menawarkan keragaman breed dan galur genetik dan mendistribusikan semen siap pakai dengan kualitas baik,” jelas dokter Ngakan. 

Lebih lanjut, Kepala Seksi Produksi Semen UPTD BIBD tersebut menjelaskan bahwa ada tiga aspek penting yang harus diperhatikan. Pertama, hanya semen dari babi yang sehat yang harus digunakan, karena babi yang sakit dapat mengeluarkan semen yang terkontaminasi patogen. Semen dari pusat IB komersial dikirim ke sejumlah besar peternakan babi. 

“Oleh karena itu, semen yang terkontaminasi dapat menyebabkan transmisi patogen yang cepat dan wabah penyakit di banyak peternakan babi yang berbeda. Oleh karena itu, peraturan dan pedoman yang ketat untuk mencegah penyebaran penyakit diterapkan di pusat IB,” papar dokter Ngakan. 

Dalam proses penampungan semen babi, imbuhnya, pejantan sudah terlatih untuk di ambil samennya. kemudian pejantan babi di arahkan ke tempat penampungan dan berikan keleluasaan untuk menaiki dami (betina buatan). 

“Ambil secara perlahan penis babi dan persiapan penampungan semen,” ujar dokter Ngakan. 

Aspek penting kedua, lanjutnya adalah kapasitas fertilisasi dari dosis semen yang dihasilkan. Kualitas dan kuantitas spermatozoa yang dihasilkan harus benar-benar diperiksa.  Aspek penting ketiga, sambungnya, adalah prosedur pemrosesan semen. 

“Hal ini tidak hanya penting untuk menjamin keberadaan mikroba yang rendah tetapi terlebih lagi untuk memperoleh sperma yang berkualitas tinggi, yaitu spermatozoa yang viabilitasnya dalam dosis semen siap pakai yang dapat digunakan selama beberapa hari. Prosedur pengenceran dan penanganan semen, sifat bahan ekstender dan lingkungan mikro sel sperma mempengaruhi kelangsungan hidup dan umur spermatozoa,” pungkasnya. 

Penulis : Muhammad Suryadiningrat 

Editor : Nuri Hermawan 

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp