Kolaborasi Mahasiswa UNAIR dan PPNS Implementasikan Ice Maker Berbasis PLTS

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto tim di depan PLTS. (Dok. Pribadi)

UNAIR NEWS – Salah satu dampak dari banyaknya daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar) di Indonesia adalah keterbatasan energi listrik yang tersedia. Untuk mengatasi persoalan tersebut, lima mahasiswa  Universitas Airlangga (UNAIR) kolaborasi dengan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya (PPNS) menciptakan ice maker berbasis Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) untuk nelayan di Dusun Bajo, Desa Benteng, Kecamatan Lasalimu, Kabupaten Buton,  Sulawesi Tenggara.

Lima mahasiswa itu adalah Ramadhani Jaka Samudra (Biologi), Amilatur Rohma (Fisika), dan Zulfa Anida (Kesehatan Masyarakat), ketiganya dari UNAIR. Selanjutnya ada Sovia Rahmania Warda (Teknik Desain dan Manufaktur) dan Ivan Azwar Septiadi (Teknik Otomasi), keduanya dari PPNS. Mereka berhasil lolos Juara 3 menggeser 360 kompetitor dalam ajang kompetisi Pertamina Foundation serta mendapat pendanaan sebesar 200 juta.

Rama saat ditemui UNAIR News menyampaikan alasannya mengangkat ide tersebut. Menurutnya, ketergantungan terhadap energi non-terbarukan seperti fosil dan batubara di Indonesia sangat tinggi sehingga perlu adanya pemanfaatan energi alternatif yang berasal dari sumber terbarukan dan ramah lingkungan.

Mulanya Rama dan tim mengkombinasikan PLTS dengan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) untuk menghasilkan listrik.

“Awalnya ide kami, dua pembangkit jadi satu. Tetapi saat survey lokasi rupanya tidak ada aliran air yang deras. Sehingga tidak jadi PLTM, tapi hanya PLTS aja,” jelasnya saat ditanya latar belakang ide tersebut.

Fungsi PLTS, selain memanfaatkan energi dari cahaya matahari juga untuk menghasilkan energi listrik sebanyak 3000 watt. Output-nya juga bisa memfasilitasi ice maker (alat pembuat es batu) untuk warga setempat terutama nelayan. Menurut Rama, lokasi sasaran tergolong tempat yang terisolir, lantaran jika hendak mengawetkan makanan membutuhkan waktu yang lama.

Menganalisa kondisi tersebut, artinya masyarakat pada lokasi tersebut membutuhkan lemari es. Dalam hal ini secara berkala tim bergegas melakukan kegiatan, mulai dari membuat prototype dan uji coba ‘smart generator’ hingga mengevaluasi proses pembuatan alat. Hal ini terhitung selama satu tahun sedari pengumuman September 2020 sampai implementasi September 2021.

Foto komponen alat. (Dok. Pribadi)

Dalam prosesnya, tim mengaku tidak kewalahan karena terbantu dengan rekannya yang tinggal di daerah sasaran. “Kebetulan di sana juga ada teman pengabdian sebelumnya, jadi ya komunikasinya lewat dia,” ungkap Rama.

Sebagai penutup, Rama menitipkan pesan untuk pemerintah agar daerah tertinggal mendapat perhatian lebih. “Nyatanya 70 tahun Indonesia merdeka masih ada daerah yang belum teraliri listrik. Di sini peran stakeholder baiknya lebih memperhatikan lagi. Sementara peran mahasiswa dan akademisi dengan basis keilmuannya juga bisa turut membantu pemerataan energi listrik melalui ide dan gagasannya,” ucap Rama.

Senada dengan itu, Sovia selaku ketua tim menyebut bahwa idenya dan tim bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat indonesia.

“Ice maker ini diharapkan masyarakat Dusun Bajo dapat mandiri membuat es batu untuk mengawetkan ikan hasil tangkapannya tanpa harus mendayung sampan ke daratan untuk membeli es batu,” tutup mahasiswa PPNS.

Penulis : Viradyah Lulut Santosa

Editor : Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp