Penentu Daya Tarik Kunjungan Kesehatan Berdasarkan Medical Tourism

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh Financial Tribune

Industri medical tourism saat ini merupakan salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia yang dihadapkan pada masalah, hambatan, perselisihan, dan ancaman baru (Sedianingsih et al., 2019). Wang (2012) Dengan berkembangnya industri penerbangan internasional yang dulunya memiliki ciri kedaerahan yang jelas kini berkembang menjadi service mode keikutsertaan dengan tradisi mengenai medical tourism, berbagai definisi telah dikemukakan. Hunter-Jones (2005) mendefinisikan pariwisata medis sebagai cara untuk pemulihan, bukan perjalanan untuk pengobatan langsung. Selain itu, Hall (2011) menyarankan bahwa, sampai akhir-akhir ini, pariwisata medis termasuk dalam konteks keseluruhan pariwisata kesehatan. Oleh karena itu, filosofi dengan konsep “medical tourism” dikembangkan, bahkan di negara-negara Asia konsep tersebut sudah banyak dikembangkan. China menjadi tujuan transplantasi organ, operasi plastik populer di Korea Selatan, dan Thailand populer sebagai tempat untuk memperbaiki gigi dan mengencangkan kulit wajah. Saat ini, sedikitnya lebih dari 600 ribu pasien Indonesia berobat ke luar negeri dengan biaya minimal 20 triliun rupiah per tahun. Jumlah yang cukup fantastis di tengah kesulitan ekonomi saat ini (Zuardin, 2015). Menurut Nagar (2011) Sebagai contoh, banyak rumah sakit di Thailand dan Malaysia memiliki musholla khusus dan makanan halal untuk pasien Muslim mereka. Oleh karena itu, pemerintah kota Surabaya perlu mengembangkan wisata medis.

Surabaya dengan banyak potensi yang memiliki sejumlah rumah sakit terbesar di Indonesia, yang memiliki 62 rumah sakit tipe D, 60 puskesmas, lima laboratorium besar dan lima klinik kesehatan (hasil wawancara dengan manajemen Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Desember 2015) mengemukakan bahwa layak menjadikan wilayah Surabaya memiliki daya tarik kunjungan kesehatan atau dikenal medical tourism selain Surabaya dikenal dengan wisata bisnis dan hiburan serta wisata edukasi. Smith (2016) faktor-faktor berikut tidak dapat dipisahkan dari pariwisata medis antara lain sektor pariwisata, kesehatan dan sarana medis penting untuk mempertimbangkan layanan inovatif. Johnston (2015) mengarahkan hasil penelitian pada opini calon wisatawan medis. Diperoleh informasi bahwa calon wisatawan medis akan berpartisipasi dalam wisata medis; mereka akan menyesuaikan jarak perjalanan (Buzinde & Yarnal, 2012). Namun berbeda dalam wacana kesehatan masyarakat dan medis. Sebagai turis medis, orang yang bepergian melintasi perbatasan untuk perawatan medis memiliki tingkat kekuatan yang tinggi dan kebebasan yang relatif tinggi untuk memilih perawatan medis. Diharapkan ke depan rumah sakit di Surabaya mampu menawarkan paket pelayanan kesehatan dan menghadirkan pelayanan yang unggul. Begitu juga dengan banyaknya warga Surabaya yang lebih memilih berobat ke luar negeri akan kembali berobat ke rumah sakit di Surabaya lagi. Oleh karena itu, menjadi sangat penting untuk dilakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Tarik Wisata di Kota Surabaya Berbasis Medical Tourism”.

Daya Saing Destinasi Pariwisata

Dalam organisasi penyedia layanan, kualitas layanan terbukti sebagai penentu penting daya saing (Sultana, et al., 2014). Menurut penelitian Ryan (1995) Kepuasan bisa menjadi salah satu variabel yang paling banyak diteliti dalam literatur pariwisata. Kepuasan dapat dikatakan sebagai evaluasi atau kunjungan pasca pembelian. Dalam penelitian pariwisata Hunt (1983) mengemukakan bahwa kepuasan bukan hanya tentang kesenangan pengalaman perjalanan tetapi juga evaluasi. Jadi, kepuasan akan datang ketika konsumen membandingkan harapan awal mereka dengan persepsi mereka. Setelah pengalaman yang dirasakan lebih besar dari harapan konsumen puas (Yüksel dan Yüksel, 2001).

Wisata Medis

Wisata medis adalah salah satu indikator terpenting dari industri pariwisata dengan manfaat ekonomi dan sosial yang signifikan, yang dikenal sebagai perjalanan internasional di mana seseorang menggunakan perawatan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perawatan yang sama di negara asalnya (Edelheit 2008: 9-10 di Konstantin, 2015). Wisata medis membutuhkan dukungan infrastruktur, salah satunya adalah rumah sakit. American Hospital Association (1996; Tarin, 2009: 19) memberikan definisi rumah sakit sebagai suatu organisasi melalui tenaga profesional terlatih yang terorganisasi dan sarana kedokteran yang secara tetap menyelenggarakan pelayanan medis, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis dan pengobatan penyakit yang diderita pasien (Ratnasari dan Masmira, 2016). Wisata kesehatan terdiri dari dua aspek, Spa (spa, yoga, aromaterapi, pengobatan herbal, dan pengobatan Ayurveda) dan rehabilitasi (seperti pengobatan atau terapi hemodialisis).

Layanan Berkualitas

Kualitas ditentukan sebagai isu penting untuk keberhasilan kompetitif. Kualitas pelayanan tercatat sebagai prasyarat utama untuk membangun dan memelihara hubungan yang memuaskan dengan konsumen (Lassar et al., 2000). Sejumlah penelitian terbaru menunjukkan bahwa dengan meningkatkan kualitas layanan, perusahaan mampu memuaskan pelanggan mereka dan mempertahankan loyalitas mereka (Lee dan Murphy: 2008). Kualitas pelayanan berupa hasil evaluasi kognitif jangka panjang yang dihasilkan oleh konsumen dengan pelayanan yang disampaikan pemasar (Lovelock dan Wright, 2007: 96). Oleh karena itu, perlu adanya konsep kualitas pelayanan dalam konteks kesehatan. Sebagai hasilnya, kami berharap bahwa hasilnya akan digunakan untuk memandu pengembangan kebijakan perjalanan kesehatan yang kompetitif (Chang et al., 2013).

Kualitas Layanan yang Sangat Baik

Ratnasari dan Aksa (2011: 129-131) menyatakan bahwa salah satu pendekatan kualitas pelayanan prima yang populer digunakan sebagai acuan dalam riset pemasaran adalah model SERVQUAL (Kualitas Layanan) yang dikembangkan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1996). SERVQUAL dibangun di atas perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi pelanggan nyata atas layanan yang mereka terima (Perceived Service) dengan layanan aktual yang diharapkan/diinginkan (Expected Service). Jika kenyataannya lebih dari yang diharapkan, maka pelayanan tersebut dapat dikatakan berkualitas, sedangkan jika kenyataannya kurang dari yang diharapkan, maka layanan tersebut dikatakan tidak berkualitas. Dan kalau faktanya sama di harapkan pelayanannya memuaskan. Dengan demikian, kualitas pelayanan dapat didefinisikan sebagai sejauh mana perbedaan antara kenyataan dan harapan pelanggan atas pelayanan yang mereka terima/peroleh.

Metode dan Hasil

Desain penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif eksploratif. Dalam pendekatan kuantitatif ini digunakan metode analisis faktor (analyzer), metode ini bertujuan untuk mengurangi jumlah indikator penelitian yang masih menggunakan informasi yang diperoleh sebanyak-banyaknya. Metode pengukuran penelitian akan lebih mudah dipahami melalui metode kuantitatif dengan menggunakan kuesioner sebagai alat untuk mengetahui persepsi responden, bahwa ada dua kelompok, kelompok pertama adalah pemberi pelayanan (pengelola lembaga Dinas Kesehatan, pengelola dan pegawai Rumah Sakit, Puskesmas, dan Klinik Kesehatan di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia) dan yang kedua adalah pengguna jasa (RS konsumen dan Puskesmas dan Klinik Kesehatan). Metode ini dilakukan dalam tiga tahap, tahap pertama, untuk menentukan indikator faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan daya tarik kunjungan ke Surabaya sebagai wisata medis berbasis kota yang diperoleh dari proses penggalian data melalui wawancara mendalam ke kedua belah pihak. informan dalam uji pendahuluan. Tahap kedua, dilakukan pre survey terhadap 40 responden untuk menguji materi kuesioner apakah sudah dipahami, tahap ketiga dilanjutkan dengan struktur close-ended question kepada 400 responden.

Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi daya tarik kunjungan kesehatan ke Surabaya sebagai kota berbasis wisata medis. Keenam faktor tersebut adalah faktor kredibilitas tim medis, kualitas pelayanan kepada pasien, teknologi peralatan medis, manajemen rumah sakit, perbandingan harga dengan manfaat, dan komunikasi kepada pasien dan keluarga. Kredibilitas tim medis merupakan faktor tertinggi dalam mempengaruhi daya tarik kunjungan kesehatan ke Surabaya sebagai kota berbasis wisata medis, namun komunikasi kepada pasien dan keluarga merupakan faktor terendah dalam mempengaruhi daya tarik kunjungan kesehatan ke Surabaya sebagai kota berbasis wisata medis. Dengan demikian, tim medis perlu melakukan perbaikan dalam hal mengembangkan pola hubungan komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarganya, mengembangkan sikap etis dan empati yang lebih baik, serta mengutamakan keselamatan pasien agar masyarakat puas. Pemerintah juga perlu melibatkan industri terkait, seperti industri kesehatan, industri asuransi, industri farmasi dan regulator yang harus terintegrasi dengan program pengembangan pariwisata lokal/nasional.

Penulis: Dr. Ririn Tri Ratnasari, SE., M.Si.

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di: https://www.ijicc.net/images/vol_13/Iss_10/131017_Prasetyo_2020_E_R.pdf

Prasetyo, Ari, Sedianingsih and Ririn Tri Ratnasari. (2021). Determinants of Health Visit Appeal Based on Medical Tourism. Review of International Geographical Education (RIGEO), 11(4), 477-486. https://doi.org/10.48047/rigeo.11.04.43

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp