Wamenkeu RI Paparkan Empat Dimensi Perumusan Kebijakan IHT

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Wakil Menteri Keuangan (Menkeu) Republik Indonesia Prof. Suahasil Nazara, SE., M.Sc., Ph.D. saat menyampaikan sambutan dalam Diskusi Panel Nasional FEB UNAIR.

UNAIR NEWS – Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga (FEB UNAIR) menyelenggarakan Diskusi Panel Nasional Industri Hasil Tembakau (IHT) pada Kamis (9/9/2021). Wakil Menteri Keuangan Republik Indonesia Prof. Suahasil Nazara, SE., M.Sc., Ph.D. turut hadir menyampaikan sambutan dalam diskusi nasional tersebut.

Pada awal sambutannya, Prof. Suahasil menyampaikan bahwa saat ini Indonesia menghadapi tantangan kemanusiaan dan tantangan kesehatan. Di masa pandemi, ada beberapa masyarakat yang masih berjuang menghadapi pandemi.

Menurut Prof. Suahasil pemerintah ke depan akan merumuskan cara-cara kerja baru dari seluruh bidang kehidupan. Di sektor perekonomian, pemerintah juga akan mencari cara kerja baru. Aspek kesehatan akan diutamakan, namun produktivitas tetap harus ditingkatkan.

“Tentunya kaum cendekia harus mengambil posisi untuk siap terus memikirkan, melakukan  kajian, asesmen, studi agar cara cara kerja baru tersebut bisa terus dirumuskan,” paparnya. 

Hal tersebut menjadi sangat penting untuk didorong secara terus menerus karena merupakan salah satu kunci dari cara kerja baru. Sebagai cara kerja baru, tentu di setiap sektor perlu memikirkan dengan baik bagaimana penerapannya, termasuk sektor produk Industri Hasil Tembakau (IHT).

“Saya berharap melalui seminar ini, bisa memunculkan ide-ide baru penanganan Covid-19 yang tetap bisa mendorong industri-industri untuk tetap berkembang baik dari sisi industri pertanian, perkebunan, industri IHT maupun para petani dan industriawan,” ungkapnya.

Empat Dimensi dalam Merumuskan Kebijakan IHT

Prof. Suahasil menerangkan ada empat dasar pemikiran untuk merumuskan kebijakan terkait IHT yang selalu digunakan oleh pemerintah. Pertama adalah konteks dari IHT sebagai salah satu sektor dalam perekonomian Indonesia yang menyumbang pada PDB dan PDB Regional Jatim.

“IHT perlu dikembanagkan untuk memberikan tingkat kesejahteraan kepada tenaga kerja. Bukan hanya tenaga kerja di industri IHT saja, tetapi juga tenaga kerja di sektor perkebunan tembakau,” terangnya.

Pandangan kedua adalah mengenai pengendalian konsumsi industri hasil tembakau. Dalam jangka menengah dan panjang, para ahli mengatakan konsumsi IHT juga memiliki dampak kepada kesehatan. Dampaknya nanti kepada biaya-biaya kesehatan yang nantinya akan menjadi dimensi yang juga harus diperhatikan dalam perubahan harga tembakau. 

“Pandangan ketiga adalah mengenai barang IHT yang sifatnya ilegal, yang belum masuk kelas,” imbuhnya.

Pemerintah ingin mendorong seluruh IHT agar bisa masuk kelas dan beroperasi sesuai aturan yang berlaku. Taat dengan aturan akan memberikan dampak yang lebih enak bagi para pelaku, para pelaku akan mendapat input dengan legal dan pada saat menjual pun dengan cara yang legal.

“Agar bisa melakukan ini dengan baik, pemerintah meminta industri IHT bekerja sama dengan aparat regulator di pusat dan daerah bisa melakukan orkestrasi yang baik,” lanjutnya.

Pandangan keempat adalah dari sisi penerimaan negara. Penerimaan negara bukan hanya APBN, tapi sebagian menjadi penerimaan APBD. Empat dimensi yang telah diuraikan bisa menjadi bentuk diskusi yang sangat hangat diperbincangkan.

“Hari ini usulan kebijakan tersebut akan didiskusikan secara mendalam. Kami sangat senang apabila dari hasil diskusi ini bisa disampaikan hasil pemikirannya. UNAIR bisa menyusun hasil diskusi menjadi usulan kebijakan yang baik yang akan mewarnai kebijakan kita di masa mendatang,” pungkasnya. (*)

Penulis :  Sandi Prabowo

Editor  :  Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp