Guru Besar FISIP UNAIR Henri Subiakto Paparkan Urgensi RUU Perlindungan Data Pribadi

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Ilustrasi cyber security. (Dok. forbes.com)

UNAIR NEWS – Kebocoran data pribadi Presiden Joko Widodo menimbulkan tanda tanya besar mengenai keamanan data pribadi yang tersimpan pada sistem elektronik di Indonesia. Kasus kebocoran data kali ini bukan yang pertama kali. Tak pelak yang sering jadi sasaran adalah data milik pemerintahan.

Berdasarkan catatan Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional milik Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terdapat 741.441.648 serangan cyber, terhitung sejak Januari hingga Juli 2021. Serangan yang banyak terjadi adalah serangan ransomware atau malware yang meminta tebusan uang dan data leaks atau kebocoran data.

Menurut keterangan dari Prof Dr. Henri Subiakto, Drs., SH, M.Si, dosen Ilmu Komunikasi FISIP UNAIR, Indonesia kekurangan talenta cyber security dibanding dengan perkembangan digital sehingga terjadi gap. Kasus pelanggaran data pribadi khususnya bentuk digital yang sering terjadi di antaranya penyalahgunaan dan jual-beli data pribadi serta penipuan menggunakan data pribadi orang lain.

Prof. Henri menyebut hal ini disebabkan oleh serangan siber, outsourcing data ke pihak ketiga, kegagalan sistem, human error, bahkan kesengajaan oknum tertentu. Menurutnya, dalam menjaga keamanan digital masyarakat, pemerintah harus mengambil peran. Hingga saat ini rumusan undang-undang mengenai perlindungan data pribadi masih digodok.

“RUU Perlindungan Data Pribadi merupakan instrumen hukum yang disusun untuk melindungi data pribadi warga negara dari penyalahgunaan data pribadi,” terang Prof. Henri secara tertulis.

Salah satu urgensi perlindungan data pribadi ini menurut Staf Ahli Kementerian KOMINFO ini termasuk dalam HAM sebagaimana amanat UUD 194 dalam pasal 28 G ayat (1) yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang dibawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.”

Secara ringkas ada lima urgensi RUU PDP yang dipaparkan oleh Prof. Henri Subiakto, yaitu sebagai berikut

  1. Kebutuhan Peraturan Perlindungan Data Pribadi Yang Komprehensif

Prof Henri menyebut bahwa RUU PDP ini akan menjawab kebutuhan atas regulasi yang komprehensif untuk melindungi data pribadi sebagai bagian dari hak asasi manusia.

2. Tata Kelola

RUU PDP akan menciptakan keseimbangan dalam tata kelola pemrosesan data pribadi dan jaminan perlindungan hak dan kesadaran subjek data. Ia melanjutkan, “Serta menyediakan prinsip-prinsip dan syarat sah dalam pemrosesan data pribadi yang harus ditaati pengendali dan pemroses data pribadi.

3. Kepastian Hukum

RUU PDP menjanjikan kepastian secara hukum mengenai pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran data pribadi. “RUU PDP akan menjadi instrumen hukum kunci dalam pencegahan dan penanganan kasus pelanggaran data pribadi yang masih banyak terjadi dan menjadi tantangan bersama,” ujar Prof. Henri.

4. Ekosistem Ekonomi Digital

Dengan RUU PDP data dari konsumen akan terjamin keamananya sehingga ekosistem berjalan dengan baik.  “RUU PDP juga meningkatkan iklim investasi yang aman dengan memberikan kepastian hukum bagi bisnis dan meningkatkan kepercayaan konsumen,” terang Guru Besar FISIP tersebut.

5. Pertukaran Data Lintas Batas Negara

“RUU PDP akan menciptakan kesetaraan dalam aturan PDP secara internasional yang mendukung pertumbuhan ekonomi digital melalui pengaturan cross-border data flow,” papar Prof. Henri.

Ia juga menekankan bahwa RUU Perlindungan Data Pribadi merupakan instrumen hukum yang perlu dan segera dimiliki di Indonesia. Dibandingkan dengan negara di Asia Tenggara lain seperti Malaysia, Singapura, Filipina, dan Thailand yang lebih dulu memiliki aturan perlindungan data pribadi. (*)

Penulis : Tata Ferliana

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp