Peningkatan Konsumsi Rokok di Masa Pandemi Covid-19, dr. Benget: Penyakit Tidak Menular Meningkat

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Kegiatan ‘Training Upaya Pelarangan Iklan Rokok Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur’ yang diselenggarakan oleh Tobacco Control Support Centre (TCSC) IAKMI Jawa Timur bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) pada Jumat (27/8/21).

UNAIR NEWS – Rokok memiliki risiko penyakit tidak menular (PTM) yang sangat tinggi. Bahkan kematian nasional akibat rokok tercatat 88 orang per 100.000 orang. Dengan begitu, pengendalian tembakau sebagai salah satu bahan pembuatan rokok menjadi kuncinya.

Terkait permasalahan tersebut, Tobacco Control Support Centre (TCSC) IAKMI Jawa Timur bekerja sama dengan Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) menyelenggarakan “Training Upaya Pelarangan Iklan Rokok Pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Jawa Timur”.

Dr. Benget Saragih, M.Epid., selaku pemateri menuturkan bahwa survei hasil BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) tahun 2019 menunjukkan pengeluaran terkait penyakit jantung koroner, kanker, stroke dan gagal ginjal luar biasa tinggi biaya yang diberikan daripada hasil cukai rokok.

“Pembiayaan kesehatan terbesar penyakit tidak menular yakni pada penyakit jantung koroner (10,3 triliun), kanker (3,5 triliun), stroke (2,5 triliun), gagal ginjal (2,3T triliun), dan thalasemia (509 milyar). Penyebab kematian berdasarkan faktor risiko yakni dengan urutan tekanan darah tinggi (28 persen), merokok (17,03 persen), diet tidak sehat (16,4 persen), gula darah tinggi (diabetes mellitus) (15,2 persen), obesitas (10,9 persen), dan kurang aktivitas fisik (1,4 persen),” ungkap perwakilan Kementerian Kesehatan RI tersebut pada Jumat (27/8/21).

Dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini, sambungnya, PTM terus meningkat seiring dengan keadaan yang tidak terkendali.  Kondisi bekerja dari rumah menyebabkan individu malas bergerak yang dapat mempengaruhi timbulnya penyakit. Selain itu, pertumbuhan ekonomi mempengaruhi kebutuhan individu yang berdampak pada tingkat stress.

“Merokok merupakan faktor utama risiko penyakit tidak menular dan dapat memperberat infeksi Covid-19 serta meningkatkan risiko kematian. Dari studi Cina, bahwa perokok berisiko 14 kali terinfeksi Covid-19 dibandingkan dengan bukan perokok,” terangnya.

Jumlah perokok aktif di Indonesia didominasi usia produktif dengan rentang usia 15- 24 tahun sebanyak 35 persen, usia 25-34 tahun sebanyak 24 persen. Sedangkan usia 35- 40 tahun ada 21 persen dan usia lebih dari 45 tahun ada 20 persen.

Menurut Komnas Pengendalian Tembakau, ujarnya, pola konsumsi rokok pada kelompok ekonomi rendah semakin meningkat sebesar 20,1 persen. Konsumsi rokok rumah tangga menjadi salah satu pengeluaran terbesar dari pada kebutuhan pokok.

Dengan adanya kegiatan itu, dr. Benget berharap dapat memperkuat komitmen, dukungan, pengetahuan dan kepedulian masyarakat dalam pengendalian tembakau khususnya di era pandemi Covid-19.

“Dengan menjadi Agent of Change (AoC) melakukan propaganda kesehatan yang masif dan kampanye bahaya merokok dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Saya tutup sambutan saya dengan doa dan harapan semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan berkah-Nya atas upaya kita dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,” pungkasnya. (*)

Penulis: Asthesia Dhea Cantika

Editor: Binti Q. Masruroh

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp