Pemanfaatan Antioksidan Resveratrol dalam Perbaikan Perilaku Depresi Fisik dan Psikologis

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto oleh hot.grid.id

Depresi merupakan gangguan mental yang dapat mempengaruhi pikiran, suasana hati dan kesehatan fisik. Depresi ditandai dengan rendahnya tingkat percaya diri, adanya perasaan putus asa, tidak berharga, insomnia, kelelahan, berkurangnya minat pada seks maupun interaksi sosial serta timbulnya pemikiran bunuh diri. Depresi terjadi pada lebih dari 300 juta orang di seluruh dunia. Berdasarkan data WHO dari tahun 2005 sampai 2018 terjadi peningkatan lebih dari 18% penderita depresi. Di Indonesia, terdapat sekitar 9 juta total kasus pasien dengan depresi atau sekitar 3,7% dari jumlah penduduk Indonesia. Depresi memberikan efek yang buruk pada kinerja seseorang di tempat kerja atau di sekolah. Di Australia, penderita depresi mengalami kerugian pendapatan sebesar 1.062 juta USD pada tahun 2015, dan pada tahun 2030 kerugian pendapatan diprediksi meningkat menjadi 1.539 juta USD (kenaikan 45%) karena penurunan productive life-years. Kasus terburuk dari depresi ini adalah menyebabkan bunuh diri pada hampir terjadi pada 800.000 orang setiap tahunnya.

Depresi dapat terjadi karena stres kronik yang tidak diterapi dengan baik. Di dalam tubuh, stresor akan memicu respon stres berupa pelepasan Corticotrophin Releasing Factor (CRF) dari hipotalamus ke pituitari. Aktivasi dari reseptor CRF akan menyebabkan pelepasan Adrenocorticotropic hormone (ACTH) di dalam sirkulasi darah. Selanjutnya, ACTH akan merangsang korteks adrenal untuk melepaskan hormon glukokortikoil, yang disebut juga dengan nama hormon stres. Peningkatan jumlah glukokortikoid ini dapat menyebabkan terjadinya penurunan neurogenesis, penurunan BDNF, penurunan aktivasi CREB dan menyebabkan munculnya perilaku depresi. CRF juga dikeluarkan dari amigdala yang kemudian akan mengakibatkan hiperaktivitas HPA axis. Saat ini, pengobatan depresi menggunakan beberapa golongan obat anti depresi seperti tricyclic antidepressant (TCA), selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), dan serotonin norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI). Golongan obat anti depresi tersebut dapat mengobati efek depresi pada pasien dengan mengatasi disregulasi dari hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis, berkurangnya neurogenesis, adanya stres oksidatif, dan perubahan pada jalur serotonergik dan adrenergik. Tetapi penggunaan obat anti depresi golongan ini dapat memberikan beberapa efek samping, baik yang ringan maupun serius. Untuk mengatasi masalah munculnya efek samping dan kurangnya efektivitas dari obat anti depresi, perlu dilakukan eksplorasi terhadap senyawa antioksidan resveratrol yang merupakan senyawa non-flavonoid polifenol yang didapatkan dari anggur merah, tanaman itadori, kacang-kacangan, buah beri, dan coklat. Resveratrol memiliki banyak manfaat seperti antikarsinogenik, antioksidan, antiinflamasi, efek proteksi neuron, efek cardioprotective, mencegah obesitas dan diabetes, serta digunakan untuk penyakit yang berkaitan dengan penuaan dan usia.

Pada penelitian ini dilakukan pengujian efek anti depresi resveratrol dibandingkan dengan kontrol positif fluvoxamin pada mencit yang di induksi physical stress dan psychological stress dengan model communication box. Resveratrol diberikan dalam berbagai dosis yaitu 20, 40 dan 80 mg/Kg berat badan hewan coba, sedangkan fluvoxamin diberikan dengan dosis 20 mg/Kg berat badan hewan coba. Pengamatan terhadap perilaku depresi diukur menggunakan open field test, tail suspension test, dan forced swim test. Untuk mengukur marker depresi yaitu CRF digunakan Reverse Transcription Polymerase Chain Reaction (RT-PCR).

Stres fisik dan induksi stres psikologis meningkatkan waktu imobilitas pada FST dan TST. Selain itu, ada peningkatan waktu di pusat OFT, yang menunjukkan kecemasan atau perilaku seperti penyakit mental. Namun pemeriksaan OFT pada perilaku sniffing, pembesaran, grooming, dan persilangan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Resveratrol 80 mg/kg dan fluvoxamine 20 mg/kg secara signifikan mengurangi waktu imobilitas pada TST dibandingkan dengan kelompok stres fisik. Sedangkan pada stres psikologis resveratrol 80 mg/kg cenderung menurunkan waktu imobilitas namun tidak signifikan. Peningkatan waktu yang signifikan dalam durasi sentral terlihat pada resveratrol 40 mg/kg dibandingkan dengan stres psikologis. Induksi stres menyebabkan peningkatan ekspresi mRNA amigdala corticotrophin-releasing factor (CRF). Namun, baik resveratrol maupun fluvoxamine tidak memengaruhi ekspresi mRNA CRF amigdala.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa antioksidan resveratrol memperbaiki perilaku seperti depresi yang disebabkan oleh stres fisik dan psikologis.

Penulis: Junaidi Khotib

Laman: https://www.degruyter.com/document/doi/10.1515/jbcpp-2020-0437/html

Judul: Resveratrol ameliorates physical and psychological stress-induced depressive-like behavior

Penulis: Chrismawan Ardianto, Aniek Setiya Budiatin, I Nengah Budi Sumartha, Nurrahmi Nurrahmi, Mahardian Rahmadi and Junaidi Khotib*

Jurnal: Journal of Basic and Clinical Physiology and Pharmacology 2021; 32(4):335–340

ISSN: 2191-0286

DOI: https://doi.org/10.1515/jbcpp-2020-0437

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp