Dosen FPK UNAIR Sampaikan Pencemaran Laut Miliki Dampak Berantai

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Eka Saputra, S.Pi., M.Si. saat menyampaikan materi. (Foto: SS Zoom)

UNAIR NEWS  Laut merupakan wilayah terbesar bumi yang memberikan sumbangsih besar bagi kehidupan manusia. Pasalnya, selain sebagai sumber pangan, laut juga merupakan penghasil oksigen terbesar di muka bumi. 

Seiring dengan intensifikasi sektor industri dan meningkatnya populasi manusia mengakibatkan intervensi yang luar biasa bagi ekosistem laut. Bagaimana tidak, semua limbah hasil industri dan domestik di darat akan bermuara pada lautan. Hal tersebut tentu sangat mengkhawatirkan apalagi bagi Indonesia yang merupakan negara kepulauan terbesar.

Disampaikan oleh Eka Saputra, S.Pi., M.Si., bahwa laut memiliki “multiplier effect” yang memainkan peran vital bagi keberlangsungan ekosistem dimuka bumi. Dalam Kegiatan bertajuk Perbincangan Santai Bersama BEM Fakultas Perikanan dan Kelautan UNAIR (PSBB) pada Sabtu (28/08,) dosen FPK UNAIR tersebut menyampaikan bahwa pencemaran yang terjadi di lautan dapat memberikan dampak yang sangat luas bagi kehidupan manusia.

“Yang paling nampak saat ini adalah di sektor pangan, dengan adanya pencemaran laut stok ikan di perairan menjadi menipis, alhasil nelayan menurun penghasilannya dan harga ikan melambung tinggi,” ungkap dosen yang akrab disapa Eka tersebut.

Selain itu, lanjutnya, pada keadaan yang ekstrim pencemar dapat meracuni fitoplankton sebagai produsen utama sistem rantai makanan dilaut. Selain membuat sistem rantai makanan berantakan, hancurnya fitoplankton juga dapat mempengaruhi ketersediaan O2 dimuka bumi.

Eka juga menjelaskan beberapa bahan pencemar yang sering terjadi di lautan antara lain minyak, logam berat pestisida dan sampah. 

Tumpahan Minyak 

Dengan meningkatnya kebutuhan minyak bumi juga meningkatkan aktivitas transportasi minyak antar negara. Tak jarang juga kasus kecelakaan yang menyebabkan tumpahnya minyak di lautan. Hal ini tentu berbahaya karena ikatan minyak organik memerlukan waktu yang cukup lama untuk terurai, minimal 1-2 tahun.

“Ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan biota, minyak dapat mencegah difusi oksigen ke dalam perairan, selain itu, sambungnya,  ekosistem laut dan air payau juga bisa rusak,” ungkapnya.

Logam Berat

Logam berat kebanyakan dihasilkan oleh limbah industri ekstraktif, kosmetik dan industri lain. Logam berat sangat berbahaya karena selain beracun juga tidak bisa terurai dalam tubuh organisme. Oleh karena itu, logam berat dalam perairan akan terakumulasi dan puncaknya akan berdampak kepada manusia sebagai konsumen teratas.

“Beberapa kasus seperti teluk minamata, dan penyakit itai-itai di Jepang sudah cukup menjelaskan bagaimana bahayanya logam berat ini jika tak diolah dengan hati-hati,” tandasnya.

Pestisida

Pestisida merupakan produk yang biasa digunakan di sektor pertanian untuk membunuh hama. Beberapa pestisida seperti organoklorin memiliki sifat neurotoksin yang dapat merusak jaringan syaraf. Sama seperti logam berat, pestisida juga mengalami bioakumulasi yang dapat membahayakan.

“Senyawa pestisida bagi biota air dapat merusak sistem syaraf, menghambat pertumbuhan dan perkembangan dan dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kematian,” tuturnya.

Sampah

Merupakan polutan terbesar di lautan. Sampah khususnya plastik tidak dapat terurai dan hanya akan terfragmentasi menjadi mikroplastik yang berbahaya bagi manusia dan biota laut. Selain itu, sampah domestik juga kebanyakan mengandung bahan organik yang dapat menyebabkan eutrofikasi di perairan.

“Di Perairan payau, eutrofikasi dapat mengakibatkan menipisnya kandungan oksigen yang dapat berpengaruh besar terhadap organisme dan tumbuhan yang tumbuh disana,” pungkasnya. (*)

Penulis: Ivan Syahrial Abidin

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp