Kembangkan Inovasi Ekstrak Jeruk Kingkit, Mahasiswa FKH UNAIR Raih Prestasi Internasional

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Rindi Ani Laksita Sari (Kiri) dan Lanang Nugroho Utomo (kanan) Mahasiswa FKH UNAIR. (Foto: Dok Pribadi)

UNAIR NEWS – Pandemi Covid-19 yang belum kunjung selesai tidak menyurutkan semangat para Ksatria Airlangga untuk terus mencetak prestasi. Semangat itulah yang membawa dua orang mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) Universitas Airlangga menyabet juara 1 Category Prevention – Idea Competition “Innovation for Infectious Disease” yang diadakan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 

Mereka adalah Rindi Ani Laksita Sari (FKH 2019) dan Lanang Nugroho Utomo (FKH 2019). Dalam kompetisi tersebut, Rindi dan Lanang sapaan mereka mengangkat judul ‘El-Kimour Inovasi Elektrik Liquid Vaporizer Ekstrak Jeruk Kingkit (Triphasia trifolia) sebagai Repellent Culex quinquefasciatus’.

Saat diwawancarai oleh tim UNAIR NEWS (25/8), Rindi menceritakan bahwa keinginan mereka untuk mengikuti lomba tersebut adalah untuk mengisi waktu libur dan memaksimalkan agar produktif khususnya pada kompetisi ilmiah.

“Sebenarnya ikut lomba ini coba-coba aja dan kebetulan ada ide untuk menulis ditinjau dari permasalahan kita sehari-hari. Temanya berkaitan dengan topik yang tersedia serta lomba ini merupakan kompetisi internasional, jadi sekaligus buat menantang diri sendiri untuk menulis paper berbahasa inggris,” ujar Rindi.

Ide yang kami angkat, lanjutnya, dilatarbelakangi oleh di Indonesia penyakit Filariasis Limfatik (LF) masih menjadi masalah kesehatan masyarakat yang penting. Upaya eliminasi LF di Indonesia telah dilakukan sejak lama. Namun, upaya untuk mengatasinya belum begitu efektif.

“Salah satu cara yang efektif untuk mengobati Filariasis sebagai penyakit arthropoda adalah dengan menurunkan angka gigitan nyamuk Culex quinquefasciatus pada malam hari. Insektisida dan pengusir serangga sintetik umumnya mengandung piretroid yang 2250 kali lebih berbahaya bagi serangga daripada mamalia, namun piretroid akan menimbulkan masalah kesehatan dan lingkungan dalam jangka panjang,” jelas Rindi.

Pengusir serangga sintetis, tandasnya, sangat berbahaya dan dapat menyebabkan penyakit pernapasan, iritasi mata, infeksi hidung dan tenggorokan, batuk, kelemahan, penyakit jantung dan asma. Dari segi lingkungan menyebabkan pencemaran lingkungan menimbulkan resistensi. 

“Produk tanaman seperti minyak atsiri merupakan pendekatan alternatif yang ramah lingkungan, aman bagi makhluk hidup lainnya. Karena struktur kimia yang kompleks dalam bahan-bahan alami mempengaruhi keterbatasan pengembangan menjadi resisten pada serangga target. Penggunaan bahan alam dinilai lebih ekonomis karena ketersediaannya yang melimpah,” ungkapnya.

Triphasia trifolia atau biasa disebut jeruk kingkit, jelasnya, dapat digunakan sebagai pengusir serangga dan insektisida alami. Bahan aktif jeruk kingkit antara lain e α-pinene, ß-pinene, α-limonene, p-cymene, myrcene, terpinen, sabinen, dan hexadecanoic acid yang dapat digunakan sebagai repellent Culex quinquefasciatus

“Berdasarkan berbagai pertimbangan, minyak atsiri jeruk kingkit akan dihadirkan sebagai Elektrik Liquid Vaporizer. Inovasi ini dipilih karena mudah digunakan, long action,  otomatis disemprot dalam jangka waktu tertentu, dan efektif pada malam hari,” papar Rindi.

Rindi menjelaskan, mekanismenya adalah menolak keberadaan nyamuk karena bau yang kuat dari sediaan ekstrak. Bila nyamuk terkena molekul ini menyebabkan penghambatan sintesis enzim kolinesterase sehingga tidak terjadi degradasi asetilkolin (ACh), efek ACh akan konstan. Penularan ini akan menyebabkan otot-otot pernapasan berkontraksi, sehingga terjadi gangguan pada proses pernapasan nyamuk. Hal ini membuat nyamuk cenderung menghindari kelompok monoterpen tersebut.

Untuk hasil yang lebih baik, tandasnya, dari efisiensi listrik alat El-Kimour harus melakukan eksperimen laboratorium.

“Penggunaan pengusir serangga alami dari jeruk kingkit di Indonesia belum banyak dikembangkan. Sehingga inovasi berbahan dasar ekstrak Triphasia trifolia sangat berpeluang untuk dikembangkan di Indonesia. Kehadiran inovasi ini diharapkan dapat menjadi solusi percepatan pemberantasan Filariasis di Indonesia dengan mengurangi kasus gigitan vektor Culex quinquefasciatus yang efektif, aman, dan terjangkau,” pungkasnya. (*).

Penulis: Muhammad Suryadiningrat

Editor: Nuri Hermawan

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp