Efek Paparan Toluena pada Pekerja di Industri Batik

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
KabarBerita ID

Batik merupakan salah satu budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO (United Nations Educational, Scientific, and Cultural Organization). Cukup banyak industri batik di Indonesia terutama di Pulau Jawa khususnya di Pekalongan, Cirebon, dan Yogyakarta. Industri batik ini umumnya merupakan industri skala rumah tangga sehingga tempatnya sama dengan rumah pemiliknya dan seringkali dijalankan tanpa prinsip kesehatan dan keselamatan kerja yang baik. Dalam pembuatan batik dibutuhkan parafin atau lilin yang dipanaskan dalam temperatur tertentu. Selain itu proses pemasan juga digunakan untuk menghilangkan lilin dari kain. Paparan panas dan asap yang terus menerus pada pekerja di industri batik menyebabkan beberapa masalah kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa paparan asap dari lilin dapat meningkatkan risiko gangguan paru dan jantung serta menyebabkan vertigo pada pekerja.

Pekerja di industri batik juga berisiko untuk terpapar zat toluena yang dapat ditemukan pada pewarna batik. Toluena akan dimetabolisme oleh tubuh menjadi azam benzoat dan dikonjugasikan dengan glisin untuk dikeluarkan melalui urin dalam bentuk asam hipurik. Normalnya manusia mengeluarkan sekitar 180-342 mg/g kreatinin asam hipurik meskipun tidak terpapar toluena. Sumber asam hipurik utamanya dari buah-buahan beri, asam klorogenat dan asam kuinat dalam kopi dan teh, serta asam benzoat dalam pengawet makanan misalnya dalam saus tomat atau saus sambal, mie instan, dan minuman berpengawet. Penelitian menunjukkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara konsentrasi asam hipurik dengan paparan toluena dan gejala neuropsikologis. Pekerja dalam industri batik umumnya bekerja secara indoor atau di dalam ruangan sehingga hal ini dapat meningkatkan risiko terpapar toluena dalam konsentrasi yang lebih besar.

Penelitian menggunakan hewan coba menunjukkan bahwa paparan toluena dapat menyebabkan gangguan morfologi sel saraf, perubahan neurobehavior, dan hambatan transmisi di otak. Pada manusia, paparan toluena dapat menyebabkan disfungsi liver dan ginjal, kerusakan pada sistem saraf pusat, dan perubahan DNA. Bahkan pada ibu hamil, toluena yang diserap akan ditransfer ke janin sehingga konsentrasi toluena lebih tinggi dalam janin daripada ibunya. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran prematur dan anak akan mengalami gangguan neurobehavior dan gangguan motorik ketika berusia 4-5 tahun.

Telah dilakukan penelitian potong lintang di Kulon Progo, Yogyakarta pada bulan Agustus hingga Oktober 2020 untuk mengevaluasi kondisi kesehatan pekerja di industri batik terkait dengan paparan toluena di tempat kerja. Penelitian ini melibatkan 52 orang yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu pekerja yang terpapar dengan toluena yaitu yang bekerja langsung dalam proses produksi batik selama lebih dari 3 bulan dan berusia 18 tahun atau lebih; serta kelompok kontrol yaitu penduduk setempat dan tenaga administrasi di industri batik. Setiap partisipan akan diwawancara kemudian memberikan sampel urin. Selain itu juga dihitung paparan toluena di udara tempat pekerja bekerja. Asam hipurik yang terdapat dalam urin akan diukur menggunakan spektofotometri.

Pekerja di industri batik kebanyakan berusia antara 18-39 tahun dan hanya sebanyak 50% dari pekerja yang menguunakan masker selama bekerja padahal masker telah tersedia. Beberapa alasan pekerja tidak menggunakan masker yaitu tidak nyaman (36,67%) hingga mengganggu pekerjaan mereka (20%). Pekerja ini bekerja selama 8 jam per hari dan 83,33% bekerja dalam enam hari sedangkan sisanya bekerja selama tujuh hari dalam seminggu. Hasil pengukuran asam hipurik pada pekerja yang terpapar toluena yaitu 420,91 mg/g kreatinin sedangkan kelompok yang tidak terpapar toluena hanya 387,99 mg/g kreatinin. Konsentrasi asam hipurik ini di bawah dari nilai yang dikeluarkan konferensi ahli higiene industri Amerika, yaitu <1600 mg/g kreatinin. Penelitian menyatakan bahwa paparan toluena sebanyak 3-9 ppm akan meningkatkan secara signifikan kadar asam hipurik (575-635 mg/g kreatinin). Sedangkan pada penelitian ini, konsentrasi toluena tergolong rendah yaitu di bawah 1 ppm.

Meskipun perbedaan antara kelompok pekerja yang terpapar toluena dan kelompok yang tidak terpapar tidak signifikan namun tetap terjadi kenaikan kadar asam hipurik pada kelompok pekerja yang terpapar toluena. Beberapa faktor yang dihubungkan dengan konsentrasi asam hipurik yang lebih tinggi yaitu jenis kelamin perempuan yang memproduksi 200 mg/g kreatinin sedangkan laki-laki hanya 160 mg/g kreatinin. Kebiasaan merokok dan konsumsi kafein dalam teh atau kopi sebanyak lebih dari 3 gelas sehari, indeks massa tubuh yang berlebihan/overweight juga dapat meningkatkan produksi asam hiprurik.

Dalam penelitian ini didapatkan variabel yang mempunyai perbedaan signifikan yaitu lama waktu bekerja. Pekerja yang bekerja lebih dari dua tahun mempunyai konsentrasi asam hipurik yang lebih tinggi daripada pekerja yang kurang dari dua tahun. Selain itu pekerja yang berada di bagian canting memiliki kadar hipurik yang lebih tinggi (512,79 mg/g kreatinin), diikuti dengan pekerja di bagian pengecapan (413,75 mg/g kreatinin) dan di bagian pencelupan (388,85 mg/g kreatinin).

Beberapa gejala yang dikeluhkan pekerja industri batik dalam penelitian ini yaitu sakit kepala dan insomnia yang dikeluhkan setengah dari pekerja. Kemudian diikuti dengan kelelahan, sulit berkonsentrasi, iritasi hidung, dan kehilangan nafsu makan. Selain itu kurang dari 20% pekerja juga mengeluhkan mual, iritasi mata, dan kehilangan penciuman. Gejala-gejala ini ditemukan pada pekerja yang memiliki kadar hipurik yang lebih tinggi.

Sebenarnya terdapat penanda/marker yang lebih baik untuk mendeteksi paparan toluena dalam tubuh yaitu menggunakan ortho-cresol. Produk ini tidak dikeluarkan secara natural dan ortho-cresol hanya merepresentasikan 5% dari toluena yang diserap. Namun dalam penelitian ini tidak digunakan karena paparan toluena yang terlalu rendah sehingga ditakutkan tidak terdeteksi serta tidak rutin digunakan di Indonesia.

Manajemen industri batik harus lebih memperhatikan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja bagi pekerjanya karena semakin lama pekerja bekerja dapa meningkatkan 6,429 kali lebih tinggi untuk mengalami peningkatan kadar asam hipurik. Selain itu pekerja yang bekerja menggunakan lilin (proses canting dan pengecapan) berisiko 9,000 kali dan 6,750 kali untuk mempunyai kadar asam hipurik yang lebih tinggi.

Penulis: Prof.Dr.Cita Rosita Sigit Prakoeswa,dr.,Sp.KK(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S2405844021018788

Urinary hippuric acid level as a biological indicator of toluene exposure on batik workers Katharina Oginawati a, Annisa Artsani Hanif Anka a, Septian Hadi Susetyo a,*, Sri Awalia Febriana b, Ikeu Tanziha c, Cita Rosita Sigit Prakoeswa d

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp