Mengenal Dermatitis Kontak

Share on facebook
Share on google
Share on twitter
Share on linkedin
Foto by Alomedikaa

Dermatitis kontak adalah peradangan pada kulit yang terjadi akibat kontak dengan faktor eksternal berupa iritan maupun alergen. Dematitis kontak dapat terjadi secara akut dan berkembang menjadi kronis yang secara signifikan dapat memengaruhi kualitas hidup individu yang mengalaminya. Dermatitis kontak merupakan salah satu penyakit kulit yang umum terjadi di masyarakat sebagai dampak aktivitas sehari-hari dan dipengaruhi oleh lingkungan. Pada suatu penelitian dikatakan bahwa seseorang dengan aktivitas atau pekerjaan sebagai penata rambut atau makeup, perawat, klinik kecantikan, pekerja pengolahan makanan, dan pekerja sektor logam memiliki prevalensi tinggi mengalami dermatitis kontak. Di Indonesia, prevalensi dermatitis kontak adalah 6,78%.

Dermatitis kontak diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dermatitis kontak alergika (DKA) dan dermatitis kontak iritan (DKI). Dermatitis kontak alergika (DKA) terjadi akibat reaksi hipersensitivitas yang tinggi atau reaksi hipersensitivitas tipe IV, sedangkan dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan suatu reaksi non-imunologis. Keduanya menunjukkan gejala utama pruritus atau rasa gatal pada kulit. Penelitian retrospektif yang dilakukan di Unit Rawat Jalan (URJ) Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Soetomo Surarabaya periode Januari 2018-Desember 2019 mendapatkan hasil bahwa dari total keseluruhan pasien yang datang ke poli, terdapat 367 pasien adalah dermatitis kontak yang terdiri dari 227 pasien (61,9%) dengan diagnosis dermatitis kontak alergi (DKA) dan 140 pasien (38,1%) dengan diagnosis dermatitis kontak iritan (DKI).

Dermatitis kontak sering terjadi pada kelompok usia 26-45 tahun (32,7%) dan terbanyak pada perempuan (79,3%). Pekerjaan atau aktivitas yang paling banyak mengalami dermatitis kontak adalah Ibu Rumah Tangga (25,3%). Bahan kosmetik (47,7%) merupakan penyebab tersering pada pasien dermatitis kontak. Kosmetik menjadi bahan penyebab terbanyak, karena dalam penelitian ini sebagian besar pasien adalah perempuan dengan usia 26-45 tahun yang memiliki mobilitas dan frekuensi tinggi kontak dengan kosmetik. Hal tersebut juga didukung oleh beragamnya produk kosmetik yang beredar. Selain karena bahan kosmetik, dermatitis kontak juga dapat disebabkan oleh bahan pembersih (20%), terutama pada pasien dermatitis kontak iritan (DKI). Pembersih berupa sabun atau deterjen yang digunakan secara berulang dan terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan stratum korneum akibat pengikisan lipid sehingga terjadi peningkatan transepidermal water loss yang menyebabkan kulit kehilangan fungsi sawarnya dan mempermudah terjadinya kerusakan sel.

Pasien dermatitis kontak yang memiliki faktor resiko riwayat penyakit kulit akibat alergi makanan yaitu 11%, alergi obat 2,8%, dan pada 2,3% pasien mempunyaki riwayat dermatitis atopi. Manifestasi klinis yang paling sering terjadi adalah akut (69,8%) dengan efloresensi terbanyak adalah makula eritematosa (35%).  Penanganan pada pasien dermatitis kontak dapat dilakukan secara medikamentosa maupun non-medikamentosa. Utamanya adalah dengan menghindari bahan penyebab. Terapi medikamentosa dapat diberikan secara sistemik, topikal, maupun kombinasi yang secara simtomatik dapat disesuaikan dengan gejala dan kondisi klinis pasien. Antihistamin, kortikosteroid serta antibiotik adalah golongan obat yang dapat diberikan untuk tatalaksana pasien dermatitis kontak.

Dermatitis kontak dapat terjadi pada berbagai individu mulai dari usia muda atau anak-anak hingga usia lanjut, laki-laki maupun perempuan. Melakukan personal hygiene yang baik, seperti menggunakan APD ketika bekerja atau beraktivitas, mencuci tangan menggunakan sabun dengan pH yang sesuai, serta menghidrasi kulit dengan mengaplikasikan pelembab adalah hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak. Ketepatan dan kecepatan diagnosis serta metode penanganan yang tepat, tentu juga sangat berpengaruh penting pada kesembuhan dan prognosis pasien.

Penulis: Damayanti,dr.,Sp.KK(K)

Informasi detail dari riset ini dapat dilihat pada tulisan kami di:

https://e-journal.unair.ac.id/BIKK/article/view/26166

CONTACT DERMATITIS IN TERTIARY HOSPITAL: A 2-YEAR RETROSPECTIVE STUDY

Efenina Ginting, Damayanti Damayanti, Deasy Fetarayani, Afif Nurul Hidayati

Berita Terkait

newsunair

newsunair

https://t.me/pump_upp